Awal Mula Masuknya Islam di Dompu: Misteri Karoa Pidu


Awal Mula Masuknya Islam di Dompu: Misteri Karoa Pidu

'Syekh Nurdin dan Tiga Ulama dari Negeri Seberang'
         SEJARAH di Dana Dompu mencatat, ketika Syeh Nurdin seorang ulama terkemuka keturunan Arab Magribi menginjakkan kakinya di Bumi Dompu sekitar 1528 untuk menyebarkan Islam sambil berdagang, saat itu Dompu di bawah Pemerintahan, Raja Bumi Luma Na'e yang bergelar Dewa Mawa'a Taho (Saat itu Dompu belum mengenal Islam/masih menganut ajaran Hindu) sebab saat itu Kerajaan Dompu masih di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit (Raja Hayam Wuruk) dengan Mahapatih Sang Gajah Mada Amurwa Bumi.
        Kehadiran syekh Nurdin di Kerajaan Dompu tampaknya mendapat simpatik dari rakyat Dompu terutama Raja Dompu saat itu. Bahkan Lambat laun ajaran Islam yang di bawa Oleh Syekh Nurdin dengan cepat dapat diterima oleh rakyat Kerajaan Dompu termasuk dari para kalangan Istana (Bangsawan).
       Konon cerita, salah seorang putri dari keluarga Kerajaan Dompu tertarik terhadap ajaran Islam yang di bawa oleh Syekh Nurdin. Sang Putri pun akhirnya belajar dan memeluk Islam di hadapan syekh Nurdin, bukan itu saja, sang putri Raja itu pun akhirnya menaruh hati dan menikah dengan Sang Ulama tersebut.
       Putri Raja yang tidak diketahui nama aslinya itu pun akhirnya menganti namanya setelah menikah dengan syekh Nurdin dengan Islam yakni ST. Hadijah. Dari pernikahan dengan Syekh Nurdin itu dikaruniai 3 orang anak 2 orang putra dan 1 orang perempuan masing masing bernama Syekh Abdul Salam , Syekh Abdullah dan joharmani.
       Pada saat Syekh Nurdin dan keluarganya berangkat ibadah haji ke tanah suci Makkah AL Mukarrahmah sambil belajar untuk memperdalam ilmu Agama Islam, Syekh Nurdin dan salah seorang putranya yakni Syekh Abdullah tidak kembali ke Dompu karena meninggal di Makkah . Hanya Syekh Abdul Salam. Dan ibundanya ST. Hadijah serta adik perempuannya yakni Joharmani yang kembali ke Dompu. Isteri Syekh Nurdin dan kedua anaknya yang sudah menyandang gelar Haji akhirnya pulang ke Dompu dengan membawa oleh-oleh berupa kitab suci AL Qur'an sebanyak 7 buah. (Di Dompu dikenal dengan istilah KARO’A PIDU). Konon 7 buah kitab suci AL Qur'an yang di bawa  dari Makkah oleh keluarga Syekh Nurdin tersebut saat ini masih tersimpan dengan baik di rumah kediaman (Asi Mpasa) Ruma Siwe (Hj.ST Hadijah Isteri Almarhum Sultan Muhammad Tajul Arifin Siradjuddin, Sultan Dompu terakhir) ..
        Islam menjadi Agama resmi Kerajaan Dompu ketika putra pertama Raja Dompu yakni LA BATA NA’E naik Tahta menggantikan Ayahandanya. Untuk memperdalam ilmu Agama Islam, La Bata Na'E pergi meninggalkan Dompu untuk menimba Ilmu mulai dari Kerajaan Bima, Makassar (GOA) bahkan sampai ke tanah Jawa. Setelah menguasai berbagai macam ilmu Agama Islam, La Bata Na'E akhirnya kembali ke Kerajaan Dompu untuk meneruskan memimpin pemerintahan warisan sang Ayahandanya. Pada tahun 1545, La Bata Na'E resmi naik Tahta menggantikan Ayahnya. La bata Na'E selanjutnya mengubah sistim pemerintahan di Dompu dari kerajaan menjadi kesultanan dan bergelar SULTAN SYAMSUDDIN.
       La Bata Na'E atau Sultan Syamsuddin merupakan sultan Dompu pertama sekaligus Sultan Dompu yang pertama kali memeluk Agama Islam dan selanjutnya  Agama Islam saat itu resmi menjadi Agama di wilayah kesultanan Dompu.
       Untuk mendampingi dalam memimpin pemerintahan di Kesultanan Dompu, sultan Syamsuddin akhirnya menikah dengan Joharmani saudara kandung Syeh Abdul Salam pada tahun yang sama (1545). Syeh Abdul Salam diangkat oleh Sultan Syamsuddin sebagai Ulama di Istana Kesultanan Dompu. Makam Syekh Abdul Salam terletak di Kampung Raba Laju Kelurahan Potu Kecamatan Dompu, makam keramat tersebut saat ini oleh Pemerintah telah dijadikan salah satu Situs Purbakala. Bahkan untuk mengenang nama Syekh Abdul Salam, di dekat makam Syekh Abdul Salam terdapat pemakaman umum yang dinamakan oleh warga Dompu yakni 'RADE SALA' (Kuburan Abdul Salam).
       Kemudian sekitar tahun 1585, datanglah beberapa saudagar/ pedagang sekaligus ulama Islam  yakni  Syekh Hasanuddin, Syekh Abdullah dan Syekh Umar, dan selanjutnya mereka ini menetap di Dompu untuk membawa Syi'ar Agama Islam.
        Kedatangan 3 Ulama dari negeri seberang tersebut rupanya mendapat sambutan yang baik dari sultan Dompu dan masyarakat diwilayah kesultanan Dompu. Untuk membuktikan rasa simpatik dan hormatnya terhadap ketiga orang ulama tersebut akhirnya, Syekh Hasanuddin mendapat kehormatan dari Sultan Syamsuddin untuk menduduki salah satu jabatan yakni QADI (setingkat menteri Agama di kesultanan) dan selanjutnya bergelar WARU KALI. Kemudian Syekh Umar dan Syekh Abdulah dipercaya Sultan Syamsuddin sebagai Imam Masjid di Kesultanan Dompu. Syekh Hasanuddin yang bertempat tinggal di Kandai I meninggal dunia dan dimakamkan di tempat itu pula. Oleh masyarakat Dompu lokasi atau Komplek pemakaman tersebut kini di kenal dengan sebutan MAKAM WARU KALI. Komplek pemakaman waru Kali di lakukan penelitian dari tim Arkeologi dan Purbakala yang dipimpin oleh DR. Haris Sukandar dan Dra. Ayu Kusumawati menyimpulkan bahwa lokasi Waru kali merupakan Peninggalan bersejarah tinggi di Dompu ribuan tahun yang lalu dan akhirnya komplek tersebut ditetapkan sebagai salah satu situs peninggalan Purbakala Yang bernilai sejarah tinggi. Situs Waru Kali berdekatan dengan Komplek situs Doro Bata di Kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu. Menurut cerita di Dana Dompu, Syekh Umar  dan Syekh Abdullah membangun sebuah tempat ibadah (Masjid/mushola) yang berukuran kurang lebih sekitar 4X4 meter tepatnya di dekat perkampungan yang diberi nama Karijawa. Masjid tersebut konon merupakan satu-satunya Masjid Kesultanan Dompu. Menurut riwayat, bekas tempat bangunan Masjid yang di bangun oleh dua orang ulama terkenal itu kini tempatnya sudah berubah fungsi menjadi komplek kantor Kelurahan Karijawa. Sedangkan Masjid Agung Baiturahman Dompu dahulu kala lokasi tersebut merupakan tempat atau bekas Istana Kesultanan Dompu.


____________________
Sumber
HM Agus Suryanto, & Kisman pengeran, 2006, Napas tilas leluhur, pemerintah kabupaten Dompu.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar