Pengertian Multikulturalisme Menurut Tilaar


Pengertian Multikulturalisme Menurut Tilaar
Pengertian Multikulturalisme Menurut Tilaar       

Multikulturalisme berkembang pesat seiring dengan gelombang globalisasi yang melanda dunia. Dikatakan oleh David Bell (dalam Tilaar 2004: 73) Gelombang globalisasi yang dipacu oleh teknologi informasi yang melahirkan budaya dunia dan budaya maya (cyber culture). Kemajuan teknologi informasi telah membentuk ruang cyber yang maha luas, suatu universe baru, yaitu universe yang dibangun melalui computer dan jaringan komunikasi. Ruang cyber yang merupakan lalu lintas ilmu pengetahuan, gudang rahasia, berbagai ukuran dan indikator, entertainment, dan berbagai bentuk pertunjukan, suara dan music yang dipancarkan dengan kecepatan cahaya elektronik. Ruang cyber yang telah melahirkan budaya dunia maya (cyberculture), suatu geografi mental yang dibangun melalui berbagai consensus dan revolusi, teritori mental yang dipenuhi dengan berbagai data dan kebohongan, yang dipenuhi jutaan suara dan mata yang bisu dan tak Nampak, yang keseluruhannya menimbulkan rasa ingin tahu, ingin berbagi mimpi dan sebagainya Michael Benedict (dalam Tilaar, 2004: 73).

              Dunia nyata terasa semakin sempit dan dunia maya yang memicu lahirnya berbagai jenis fantasi manusia. Umat manusia dewasa ini bukan hanya mengenal budayanya sendiri tetapi juga mengenal budaya-budaya lain dari berbagai Negara yang ada di penjuru dunia. Multikulturalisme bukan lagi sekedar mengenal berbagai jenis budaya dunia, tetapi juga merupakan tuntutan dari berbagai komunitas budaya-budaya tersebut.

A. Pengertian Multikulturalisme


             Multikulturalisme berasal dari kata "multi yang berarti plural, "kultural” yang berarti kultur atau budaya dan "isme” yang berarti paham atau aliran. Istilah multikulturalisme bukan sekadar pengakuan akan adanya kultur atau budaya yang berjenis-jenis, tetapi pengakuan itu juga mempunyai implikasi implikasi politis, sosial dan ekonomi, terutama yang berkaitan dengan "the right to culture" Rumusan Multikulturalisme Menurut Rob Reich dibedakan menjadi dua:(a) multikulturalisme deskriptif, dan (b) multikulturalisme normatif.

I. Multikulturalisme deskriptif. yaitu kenyataan sosial yang dikenal oleh pakar ilmu politik sebagai kenyataan pluralistik. Multikulturalisme deskriptif tidak mengakui adanya satu konsep mengenai apa yang disebut sesuatu yang baik (good). Sesuatu yang baik tergantung kepada nilai pluralistik dalam masyarakat Dengan demikian, kebenaran yang disebut tunggal tidak dikenal dalam konsep multikulturalisme. Hal yang baik adalah yang dianggap benar oleh suatu masyarakat

II. Multikulturalisme normatif berkaitan dengan dasar-dasar moral antara keterikatan seseorang dalam suatu negara bangsa. Artinya, terdapat suatu ikatan moral dari anggota-anggotanya dalam batas-batas Negara, bangsa untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan bersama. Dalam kaitan ini, multikulturalisme normatif merupakan suatu kritik sosial dalam membangun keinginan bersama dari suatu kelompok membangun suatu wadah di dalam pluralitas budaya yang ada dalam komunitas tersebut.

           Tilaar (2004) membedakan multikulturalisme: (a) pengertian multikulturalisme gelombang pertama dengan ciri utama yaitu kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition) dan legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. (b) pengertian pada tahap selanjutnya yang disebut gelombang kedua dari paham multikulturalisme telah menampung jenis pemikiran baru sebagai berikut. 

             Pertama, pengaruh studi cultural. 

          Studi cultural antara lain melihat secara kritis masalah-masalah esensial di dalam kebudayaan kontemporer seperti identitas kelompok, distribusi kekuasaan di dalam masyarakat yang diskriminatif, peranan kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan, feminism dan masalah-masalah kontemporer seperti toleransi antar kelompok dan agama.

          Kedua, poskolonialisme.

      Pemikiran poskolonialisme melihat kembali hubungan antara eks penjajah dengan daerah jajahannya yang telah banyak meninggalkan stigma yang biasanya merendahkan kaum terjajah. Pandangan poskolonialisme antara lain ingin mengungkit kembali nilai-nilai indigenous didalam budaya sediri dan berupaya untuk melahirkan kembali kebanggaan terhadap budaya asing. 

             Ketiga, globalisasi

           Globalisasi ternyata melahirkan budaya global yang memiskinkan potensi-potensi budaya asli. Dapat dikatakan timbul suatu upaya untuk menentang globalisasi dengan melihat kembali peranan budaya-budaya yang berjenis-jenis dalam masyarakat. Revitalisasi budaya lokal merupakanupaya menentang globalisasi yang mengarah kepada monokultur budayadunia.

              Keempat, feminism dan posfeminisme. 

            Gerakan feminisme yang semula berupaya untuk mencari kesejahteraan antara perempuan dan laki-laki kini meningkat ke arah kemitraan antara laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan bukan hanya menuntut penghargaan yang sama dengan fungsi yang sama dengan laki-laki tetapi juga sebagai mantra yang sejajar dalam melaksanakan semua tugas dan pekerjaan dalam masyarakat. 

              Kelima, teori ekonomi politik neo-Marxisme. 

              Teori ini terutama memfokuskan kepada struktur-struktur kekuasaan di dalam suatu masyarakat yang didominasi oleh kelompok yang kuat.

               Keenam, posstrukturalisme

             Pandangan ini mengemukakan mengenai perlunya dekonstruksi dan rekontruksi masyarakat yang telah mempunyai struktur-struktur yang telah mapan yang biasanya hanya untuk melanggengkan struktur kekuasaan yang ada. 
               Dari perkembangan multikulturalisme menurut Tilaar (2004)terdapat tiga tantangan dewasa ini. Pertama, adanya hegemoni barat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Kedua, esensialisasi budaya dan ketiga, proses globalisasi. Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan mulai terbuka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok-kelompok baru dan mempersiapkan paradigma baru bagi kelompok mayoritas dengan kebudayaan mainstreamnya. Kondisi ini telah melahirkan pendidikan multikultural di berbagai Negara dengan coraknya masing-masing.

_________________
Sumber
Basrowi dan Suko Susilo, 2010, sosiologi pendidikan mengapa penting?, Bekasi: pustaka ilmu Nusantara.
H. A. R. Tilaar, 2004, multikulturalisme, Jakarta: Grasindo.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar