Pengertian Penguasaan Ilmu Shorof Menurut Para Ahli



Penguasaan Ilmu Shorof
al arabiyyah


Penguasaan Ilmu Sharaf

a. Definisi Penguasaan

      Penguasaan berarti kemampuan dan kesanggupan (untuk berbuat sesuatu) atau perbuatan menguasai.[1]
      Adapun yang dimaksud dengan penguasaan konsep menurut Winkel  adalah pemahaman dengan menggunakan konsep, kaidah dan prinsip. Dahar mendefinisikan penguasaan konsep sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan definisi penguasaan konsep yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bloom yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu
materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Lebih lanjut, Wollfold & Nicolish dalam Juliana mengemukakan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa yang bukan hanya sekedar memahami, tetapi juga dapat menerapkan konsep yang diberikan dalam memecahkan suatu permasalahan, bahkan untuk memahami konsep yang baru. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami makna pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
       Dalam proses pembelajaran, penguasaan konsep sangatlah penting. Dengan penguasaan konsep menurut Winkel dan Anderson dalam Rustaman siswa dapat meningkatkan kemahiran intelektualnya dan membantu dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya serta menimbulkan pembelajaran bermakna. Menurut Winkel penguasaan konsep dapat diperoleh melalui: benda-benda, gambar-gambar dan penjelasan verbal serta menuntut kemampuan untuk menemukan ciri-ciri yang sama pada sejumlah obyek. Penguasaan konsep diperoleh dari proses belajar. Ausubel mengemukakan bahwa konsep dapat diperoleh melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan pengetahuan melalui proses induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan (discovery learning). Belajar melalui penemuan akan membuat apa yang dipelajari siswa bertahan lebih lama dibandingkan dengan belajar cara hafalan. Sedangkan perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses deduktif, siswa memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah dimilikinya dengan gagasan yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya.

b. Indikator penguasaan

        Indikator penguasaan konsep menurut Sumaya yaitu seseorang dapat dikatakan menguasai konsep jika orang tersebut benar-benar memahami konsep yang dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi tidak mengubah makna yang ada di dalamnya. Sedangkan, Winkel mengatakan adanya skema konseptual yaitu suatu keseluruhan kognitif, yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian. Indikator yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bloom dalam sebagai berikut:

1) Mengingat (C1)
      yakni kemampuan menarik kembali informasi yang tersimpan;
2) Memahami (C2)
      yakni kemampuan mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki;
3) Mengaplikasikan (C3)
      yakni kemampuan menggunakan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas;
4) Menganalisis (C4)
      yakni kemampuan menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur- unsurnya dan menentukan bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur tersebut;
5) Mengevaluasi (C5)
     yakni kemampuan membuat suatu pertimbangan berdasarkan criteria dan standar yang ada serta;
6) Membuat (C6)
     yakni kemampuan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.

c. Definisi Ilmu Sharaf

      Secara bahasa sharaf berarti memalingkan, menolak dan menyesatkan.[2] Adapun secara terminologi sharaf adalah ilmu untuk mengetahui perubahan-perubahan bangunan kata yang bukan dari segi I’rabnya, seperti mengetahui shahih, mudho’af atau ber’illatnya suatu kata dan gejala-gejalanya, baik berupa terjadinya pergantian, pemindahan, pembuangan atau perubahan syakal (harakat yang bukan
pada akhir kata).[3]

       Menurut Acep Hermawan sharaf adalah ilmu yang mempelajari tentang asal usul kata, sehingga dapat mengetahui arti suatu kata. Ilmu sharaf dikenal sebagai sistem morfologi dalam bahasa Arab. Kata lain   dari ilmu sharaf adalah ilmu tashrif. tashrif yaitu perubahan bentukan kata tertentu ke dalam bentukan-bentukan lain berdasarkan pola-pola yang sudah baku. tashrif dalam bahasa Arab umumnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu tashrif lughawi dan ishtilahi. tashrif lughawi adalah perubahan bentukan kata berdasarkan kata ganti (dhamir)  yang jumlahnya ada 14, sedangkan tashrif ishtilahi adalah perubahan kata berdasarkan jenis bentukan (shighah)[4]

       Sementara  al-Kailani mendefinisikan ilmu sharaf sebagai suatu bentuk asal menjadi macam-macam bentuk untuk tujuan makna yang hanya terjadi karenanya. Dalam bahasa Arab morfologi itu disebut ilmu al-sarf, yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata dalam bahasa Arab. Al-Ghalayaini memaparkan definisi ilmu al-sarf sebagai ilmu yang mengkaji akar kata untuk mengetahui bentuk-bentuk kata Arab dengan segala hal-ihwalnya di luar I’rab dan bina’, lebih lanjut dia berkata: sharaf adalah ilmu untuk mengetahui bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab berikut hal ihwalnya selain   I’rab dan bina’. Dalam ilmu sharaf, kata-kata dibahas dari sisi perubahan bentuknya, i’lal, idgham dan ibdal juga 
hal-hal yang harus terjadi dalam pembentukan kata sebelum menjadi kalimat. 
       Ilmu sharaf adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang harus diketahui pertama kali oleh para pelajar agama terutama para pelajar madrasah atau pondok pesantren karena ilmu sharaf merupakan induk segala ilmu, sebab ilmu sharaf itu melahirkan bentuk setiap kalimat. Sedangkan kalimat itu menunjukan bermacam-macam ilmu. Dengan mempelajari ilmu sharaf ini bertujuan untuk memahami dan mengkaji makna al-Qur’an dan Hadits.[5]

       Satu kata itu juga mengandung sifat sahih, mudho’af  (berganda huruf) atau ‘illat, tergantung huruf yang dikandungnya.[6]

        Ilmu sharaf juga disebut morfologi bahasa Arab. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Morfologi dibagi menjadi dua tipe analisis, yaitu Morfologi sinkronik dan Morfologi diakronik. 

       Morfologi sinkronik menelaah morfem-morfem dalam satu cakupan waktu tertentu, baik waktu lalu maupun waktu kini. Pada hakikatnya, morfologi sinkronik adalah suatu analisis linear, yang mempertanyakan apa-apa yang merupakan komponen leksikal dan komponen sintaktik kata-kata, dan bagaimana caranya komponen-komponen tersebut menambahkan, mengurangi, atau mengatur kembali dirinya di dalam berbagai ragam konteks. Morfologi sinkronik tidak ada sangkutpautnya atau tidak menaruh perhatian pada sejarah atau asal-usul kata dalam 
bahasa. 

      Morfologi diakronik menelaah sejarah atau asal-usul kata,  dan mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata kini berbeda dengan pemakaian kata pada masa lalu. 

      Adapun proses morfologis, pengertian yang diberikan oleh M. Ramlan ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain   yang merupakan bentuk dasarnya.   











-----------------------------                                                          

1 W.J.S Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PPPB,1976), h.528
2 Ahmad Warson Munawwir, AL-MUNAWWIR KAMUS ARAB-INDONESIA, (Surabaya :Pustaka Progresif, 1997), h.774
3 Ahmad Fauzan Zein Muhammad, al-qowa’id al-shorfiyyah, (Kudus : menara Kudus, tt), h.2
4 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya offset, 2011), h.69-70
5 H.M. Abdul Manaf Hamid, Pengantar Ilmu Shafar isthilahi lughawi, (Surabaya : PP. Fathul Mubtadiin,1993), h.iii 
6 A. Idhoh Anas, ILMU SHOROF LENGKAP (Morphologi Bahasa Arab), (Pekalongan :Penerbit Al-Asri, 2009), cet.2, h.2 
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar