Daftar Susunan dan Urutan Sangaji Dompu


Daftar Susunan dan Urutan Sangaji Dompu

Sebutan lain Sangaji adalah Hawo Ra Ninu. Hawo ra Ninu berarti  Pengayom atau Pelindung.   Dalam kata lain, bahwa seorang Raja adalah tempat rakyatnya Berlindung dan Bernaung. Sebutan ini adalah pengkultusan dari rakyat yang mencintai dan meletakkan beberapa harapan kepada Pemimpinnya.

Sebagai seorang Pengayom dan Pelindung rakyatnya, Hawo Ra Ninu harus memiliki sikap prilaku sebagai berikut :

1)Saninu dodo ba dou ma mboto. Artinya : cermin bagi orang banyak
Sebagai Hawo ra Ninu, dalam penampilannya sebagai Saninu di dodo ba dou, maka Sangaji harus memiliki sikap :

- Ma Ulu Wea Ncai
- Ma Kangowo Wea Ngawa
- Ma Dundu Wea Kontu

2)Busi ra mawo watu sara'. 
Mengandung makna bahwa ketentraman, kebahagiaan, kesejateraan, serta kerukunan hidup dari masyarakat bergantung sungguh dari yang Memerintah (Sara').

3)Nggusu Waru.
Nggusu Waru adalah Syarat-Syarat Kepemimpinan yang juga harus dimiliki Sangaji Dompu. Syarat-Syarat itu adalah:

1. Ma To'a di Ruma La o Rasu (Ta'at Kepada Allah dan Rasul),
 artinya seorang Raja   haruslah orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk dapat  menegakkan keadilan, kebenaran, dan kejujuran dengan benar karena takutnyakepada Tuhan

2. Ma Loa Ra Bade (Yang Bijaksana),
 artinya seorang Raja harus pintar dan cerdas, mempunyai pandangan yang jauh, memiliki cita-cita dan kesadaran yang tinggi, bahwa di atas pundaknya melekat tugas dan tanggungjawab sehingga menimbulkan tekad " Ka lampa nggahi sara karu wi i ana di sari". Dalam menjalan tugas memiliki semboyan "Mu hade si sawa, bodomu ai na mbala kai dana ai na mpoka kai wobo"

3. Ma Ntiri Nggahi Kalampa (Yang Jujur),
 artinya sorang Raja harus berani menegakkan keadilan dan kebenaran dalam segala urusan, dan apa yang diucapkannya adalah benar

4. Mo Poda Nggahi Paresa (Yang Benar),
 artinya seorang Raja harus berlaku jujur, ikhlas, serta penuh pengabdian dalam menjalankan tugasnya

5. Ma Mbani Ra Disa (Yang Berani),
artinya seorang Raja harus berani bertanggungjawab atas segala keputusan yang diambil

6. Ma Tenggo Ra Wale (Yang Kuat),
 artinya seorang Raja harus mampu jasmani, rohani dan ekonominya

7. Ma Bisa Ra Guna ( Yang Berwibawa),
artinya bahwa Raja harus memiliki kewibawaan dan kesaktian

8. Londo Dou Taho,
 artinya seorang Raja haruslah berasal dari keturunan yang baik-baik

Kedua kalimat (Saninu di dodo ba dou dan Busi ra mawo watu sara')  merupakan kata-kata hikmah yang mengandung niai-nilai kepribadian masyarakat Dompu di masa itu dalam hal memberikan kepercayaan kepada seorang Raja yang memerintah dan menjiwai kehidupan masyarakat Dompu.

 URUTAN SANGAJI DOMPU

 1) Dewa Sang Kula
Sumber lisan mengatakan, bahwa konon Dewa Sang Kula berasal dari Negeri Yang Jauh. Kedatangannya melalui teluk Cempi dengan menggunakan sebuah Perahu yang terbuat dari bambu Betung (Bambu Kuning). Mendarat di Riang Ria atau Riwo, kemudian menetap di Ria atau  Riwo. Setelah melewati mufakat antara semua Ncuhi, Sang Kula akhirnya  diangkat menjadi Sangaji Pertama Dompu

 2) Dewa Tulang Bawang
Dewa Tulang Bawang berasal juga dari Negeri Yang Jauh. Putra dari Raja Tulang Bawang dari Bukit Siguntang, Sumatra. Dalam pengembaraannya mencari pelabuhan yang menghadap matarahi terbit, Tulang Bawang terdampar di Teluk Cempi. Perahu yang digunakannya terhempas ke darat kemudian membatu dan dinamakan Wadu Lopi. Tulang Bawang kemudian menikah dengan putri dari Dewa Sang Kula bernama Indra Kumala, dan diangkat menjadi Raja Dompu yang kedua

 3) Dewa Indra Dompu. Putra dari Dewa Tulang Bawang

 4) Dewa Ma Mbora Bisu
Saudara dari Dewa Indra

 5) Dewa Mbara Balada. Saudara dari Dewa Indra

 6) Dewa Kuda, putra dari Dewa Mbara Balada

 7) Dewa Ma Wa'a Taho
Dewa Ma Wa'a Taho adalah putra Dewa Kuda. Pada masa kekuasaannya terjadi misi penaklukan oleh pasukan Kerajaan Majapahit, tahun 1340, yang berakhir dengan kemenangan pasukan Kerajaan Dompu. Sisa pasukan yang masih hidup tidak kembali ke Majapahit, tetapi tinggal dan menetap di sekitar teluk Cempi. Barulah pada penyerangan yang kedua tahun 1357, pasukan Majapahit menang dengan cara perang tanding antara masing-masing pimpinan pasukan, yang berakhir dengan kemenangan Panglima dari Kerajaan Majapahit, sehingga Kerajaan Dompu dinyatakan takluk di bawah kekuasan Majapahit.

 8). Dewa Dadala Nata
Dewa Dadalanata adalah pimpinan pasukan bantuan dari Bali yang membantu penyerangan Majapahit. Setelah Kerajaan dompu takluk, Dadala Nata mengangkat dirinya menjadi Raja Dompu yang ke-8.

 9) Sultan Syamsuddin
Sultan Syamsuddin adalah putra dari Dewa Ma Wa'a Taho. 
Sebagai orang pertama yang memeluk Agama Islam sekaligus sebagai Raja pertama yang menyandang gelar Sultan, mulai memeluk Islam diperkirakan bersamaan dengan saat pertama mulai masuknya Agama Islam di Dompu, yaitu sekitar tahun 1520.

Sultan Syamsuddin dikenal sebagai Pemimpin yang sangat unggul dalam menjalankan pemerintahan dan dalam usahanya mengenalkan ajaran Agama Islam kepada rakyatnya yang masih kental dengan paham Animisme dan Kepercayaan Hindu sisa pengaruh  Kerajaan Majapahit. Itu sebabnya Sultan Syamsuddin diberi gelar Ma Wa'a Tunggu (Unggul).

Mendirikan Istana Bata yang dikenal sebagai Situs Doro Bata di Kandai I dan juga mendirikan Masjid pertama di Dompu. Masjid yang saat sekarang hanya tinggal puing-puing karena dirubuhkan sejak tahun 1962, letaknya di Kampung Sigi, tepatnya di lokasi Kantor Kelurahan Karijawa.
Hasil laporan team survey :
Sigi adalah sebuah Kampung di Desa Karijawa,  tempat di mana Masjid pertama Dompu didirikan. Sigi berasal dari kata Mesigit (Masjid).

Bangunan masjid berukuran 25 m x 15 m, terbuat dari Kayu Jati. Bata bahan bangunannya berukuran lebar 26 cm dengan ketebalan 8 cm. Ukuran tegel lantainya 54 x 48 cm, ketebalan 3,5 cm. Masih ditemukan sisa bongkaran tegelnya di sekitar lokasi dan ada juga yang telah dimanfaatkan oleh warga.

10) Sultan Jamaluddin
Dari Sumber tutur lisan, Sultan Jamaluddin adalah adiknya Sultan Syamsuddin.  Sebelum diangkat menjadi Sultan , menggantikan Sultan Syamsuddin yang telah wafat, jabatannya adalah Wazir (Perdana Mentri).

11) Sultan Sirajuddin
Putra Sultan Syamsuddin. dinobatkan menjadi Sultan pada usia yang masih sangat muda, sehingga untuk sementara kendali pemerintahan diserahkan kembali kepada pamannya, Sultan Jamaluddin. Sementara menunggu saat yang tepat untuk menerima tampuk Pemerintahan, Sultan Sirajuddin  menetap  di Makassar. Ketika tiba saatnya untuk kembali ke Dompu, mengambil alih kekuasaan, pamannya tidak bersedia untuk menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Sirajuddin. Sehingga Sirajuddin harus meminta bantuan pihak Belanda yang sudah mulai menancapkan taringnya di Kerajaan Dompu saat itu untuk merebut kembali tahta Kerajaan  dari tangan pamannya.

12) Sultan Akhmad
Putra Sultan Sirajuddin I dan menikah dengan putri Kerajaan Makassar, saudara dari  Sultan Hasanuddin. Adanya hubungan perkawinan ini menjadikan hubungan kedua Kesultanan menjadi erat.

Namun dalam perjalanannya kembali dari Batavia, memenuhi panggilan dari Belanda, Sultan Ahmad dibunuh oleh rakyatnya sendiri yang anti terhadap Belanda. Hasrat Belanda untuk menguasai Dompu harus betul-betul diantisipasi sedini mungkin, di samping untuk menjaga kedaulatan, yang lebih penting adalah menjaga aqidah. Kedatangan Belanda dikhawatirkan akan dibonceng oleh misi Kristenisasi, sehingga paham keIslaman yang sudah sedemikian melekat, akan terganggu.
Sultan Akhmad kemudian dikuburkan di Kilo, sehingga diberi gelar Manuru Kilo

13) Sultan Abdurrasul I
Putra Sultan Akhmad. Peristiwa terbunuhnya Sultan Akhmad membuatnya sangat berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. Sultan Abdurrasul I sangat hati-hati menjaga sikap dan prilakunya dalam menjalankan tugasnya sebagai Sultan.. Segala keputusan dan kebijakan ditetapkan setelah bermusyawarah dengan para Rato (Mentri-Mentri), sehingga Sultan Abdurrasul I dikenal sebagai Sultan yang sangat arif bijaksana.

Di masa kekuasaannya berdatangan mubaligh-mubaligh Islam antara lain Syekh Hasanuddin dari Sumatra. Beliau menikah dan meninggal di Dompu dan dimakamkan di Waro Kali (Waro = leluhur, Kali = Qhadi ). Kuburan ini dianggap keramat oleh warga sekitar. Kedatangan para Mubaligh ini tentu saja semakin memperkuat keyakinan beragama, meski tradisi nenek moyang masih belum bisa hilang sama sekali, seperti tradisi Toho ra Dore, meletakkan sesajian untuk persembahan.
Sultan Abdurrasul I sering melakukan perang dengan Kerajaan-Kerajaan yang ingin mengganggu kedaulatan kekuasaannya. Dimakamkan di Dorongao dan diberi gelar Manuru Dorongao.

14) Sultan Akhmad Syah
Sultan Akhmad Syah adalah putra dari Abdurrasul I.  Memerintah tidak lama, karena sekembalinya dari Goa (Makassar) untuk menghadap Belanda, beliau dibunuh oleh rakyatnya di Kambu. Diberi gelar Manuru Kambu dan dikuburkan di Paropa, Kilo.

15) Sultan Usman
Sultan Usman adalah saudara Sultan Akhmad Syah. Memerintah tidak lama karena meninggal di Goa, sehingga diberi gelar Manuru Goa. Ketika beliau naik tahta, saat itu sedang terjadi perang antara Makassar melawan Belanda tahun 1660-1670.

16) Sultan Abdul kahar
Sultan Abdulkahar adalah putra saudara perempuan Sultan Abdurrasul I. Beliau diangkat sementara karena putra Sultan Usman (Syamsuddin) masih sangat kecil, agar tidak terjadi kefakuman pemerintahan di Dompu.

Sultan Abdulkahar pernah berperang dengan Raja Bone. Dalam peperangan itu Sultan Abdulkahar berhasil merampas senjata pamungkas Kerajaan Bone yang di Dompu disebut dengan BALABA. Tawanan perang dari Kerajaan Goa oleh Sultan Abdulkahar ditempatkan di pemukiman khusus yaitu di Bada (Nama salah satu tempat di Sulawesi, di Kandai,berasal dari kata Kendari di Sulawesi, Mantro, berasal dari nama Maros. Oleh karena itu beliau diberi gelar Ma Wa'a Hidi.

17) Syamsuddin II
Setelah Sultan Abdulkahar wafat, tampuk pemerintahan diserahkan kembali kepada turunan Sultan Usman, yaitu Sultan Syamsuddin II. Masa pemerintahannya tidak lama, karena meninggal di usia muda, dan diberi gelar Ma Wa'a Sampela.

18) Sultan Abdulkadir.
Sultan Abdulkadir adalah saudara Sultan Akhmad Syah.  Menikah dengan putri Sultan Abdulkahar dan memiliki putra bernama Abdurrakhman. Beliau sangat hati-hati dan lemah lembut dalam menjalankan pemerintahan, serta selalu mengambil keputusan setelah melalui musyawarah terlebih dahulu. Sehingga beliau diberi gelar Ma Wa'a Alus

19) Sultan Abdurrakhman
Putra dari Sultan Abdulkadir. Wafat di Kempo, sehingga diberi gelar Manuru Kempo

20) Sultan Abdulwahab
Putra Sultan Abdulkadir. Tahun 1653 pernah memimpin perang dengan Kerajaan Sumbawa, yang berakhir dengan kekalahan besar-besaran di pihak Sumbawa, sehingga banyak rampasan perang yang berhasil dibawa termasuk sebuah Tambur yang disebut Tambu La Wata Kampo, karena suaranya yang nyaring ketika dipukul. Kemudian dilakukan perjanjian damai antara Sultan Abdulwahab dengan Sultan Kerajaan Sumbawa yang menyatakan bahwa wilayah Kedemungan Ampang sampai Nisa diserahkan menjadi wilayah kekuasaaan Kesultanan Dompu. Atas kemenangannnya tersebut, Sultan Abdulwahab diberi gelar Admiral Jenderal. Sultan Abdulwahab dikenal sebagai Sultan yang suka  beristri dan tidak serius menjalani perintah agama. Segala yang diinginkannya harus dipenuhi, sehingga rakyatnya memberinya gelar  Ma Wa'a Ca'u

21 Sultan Abdullah
Sultan Abdullah adalah putra Sultan Abdulwahab. Seperti ayahandanya, Sultan Abdullah tidak menjalankan ajaran Agama dengan baik, bahkan cenderung semaunya juga, senang hidup bermewah-mewahan dan suka bersolek, sehingga diberi gelar Ma Wa'a Saninu

22) Sultan Ya'kub
Putra dari sultan Abdullah. Masa pemerintahannya tidak lama, karena mengalami gangguan jiwa, sehingga harus diasingkan ke Mpuri-Bima

23) Sultan abdul Azis
Putra dari Sultan Abdullah dan tidak bergelar

24) Sultan Muhammad Tajul Arifin I
Putra dari Sultan Abdulwahab. Pada masa kekuasaannya sering terjadi ketidakstabilan, karena menjalankan pemerintahan semaunya sendiri tanpa boleh dibantah. Kesenangannya untuk kawin sama dengan Sang Ayah Sultan Abdulwahab.
Bergelar Ma Wa'a Mbere. Konon Sultan Muhammad Tajul Arifin I adalah anak dari selir yang berasal dari Bali

25) Sultan Abdurrasul II
Adalah saudara dari Muhammad Tajul Arifin I. Selain sebagai Sultan,  Abdurrasul II juga berperan sebagai Pemimpin Keagamaan. Kegiatan keagamaannya sangat baik. Sultan Abdurrasul memindahkan lokasi Istana dari Bata Ntoi (Kandai I) ke lokasi baru yang menjadi lokasi Masjid Baiturahman sekarang. Saat wafat Sultan Abdurrasul II dikuburkan di Bata, sehingga diberi gelar Manuru Bata.

Di masa pemerintahannya datang seorang Mubaligh dari Mekkah bernama Syekh Nurdin yang diangkat menjadi Tuan Syekh untuk mengajarkan agama Islam di lingkungan keluarga Sultan. Kemudian Syekh Nurdin menikah dengan putri Kerajaan bernama Khadijah. Putra mereka adalah Abdulgani dan Abdussalam serta 1 orang putri Jauharmani.

26) Sultan Salahuddin
Putra dari Sultan Abdurrasul II. Membawa perubahan besar bagi Kesultanan Dompu, karena Sultan Salahuddin menerapkan Syariat Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist sebagai Dasar Hukum Pemerintahaannya, sehingga Sultan Salahuddin diberi gelar Ma Wa a Adi (Yang Membawa Keadilan).  Wafat tanggal 23 Agustus 1870.

27) Sultan Abdullah
Putra dari Sultan Salahuddin. Meneruskan cita-cita ayahandanya untuk semakin mengembangkan dan memajukan agama Islam. Tidak lama masa pemerintahannya, kemudian wafat. Mendapat gelar Ma Wa'a Ncihi. Dinobatkan pada tanggal 3 Juni 1871

28) Sultan Muhammad Sirajuddin
Putra dari Sultan Abdullah. Dinobatkan sebagai Sultan pada tanggal 21 Oktober 1886. Selama masa pemerintahannya, Muhammad Sirajuddin turut aktif juga dalam pengembangan Agama Islam. Sikapnya yang mengulur-ngulur waktu untuk menempatkan personil Belanda dalam struktur  Pemerintahan    sesuai perjanjian,  dianggap  sebagai   sebuah  pembangkangan oleh Belanda. Inilah yang menyebabkan Sultan Muhammad Sirajuddin diasingkan dan kemudian wafat di Kupang, sehingga diberi gelar Manuru Kupang



29) Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin II
Setelah Sultan Muhammad Sirajuddin diasingkan ke Kupang, di Kesultanan Dompu terjadi kefakuman dalam pemerintahan sampai berakhirnya pendudukan Belanda, kemudian digantikan oleh Jepang.  Pada saat Penjajahan Jepang inilah, untuk mengatasi kefakuman, oleh Jepang Kesultanan Dompu digabungkan secara paksa dengan Kesultanan Bima sampai berakhirnya pendudukan Jepang. Setelah berakhirnya pendudukan Jepang, rakyat Dompu menuntut untuk dipulihkannya kembali Kesultanan Dompu.

Akhirnya  berdasarkan keputusan Resident Timur No. 1a pada tanggal 12 September 1947 Kesultanan Dompu dipulihkan kembali dan Muhammad Tajul Arifin II, cucu Sultan Muhammad Sirajuddin, diangkat menjadi Sultan yang ke 29 (Sultan terakhir).  Wafat pada tanggal 12 September 1964.

Masa Kesultanan kemudian berakhir dengan ditetapkannya Dompu sebagai daerah Swapraja berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Swatantra Tk. II. Kemudian dilanjutkan dengan Undang-Undang No. 69 tahun 1958 tentang pembentukan menjadi Daerah Kabupaten Tk. II Dompu.

Sebagai penutup, inilah urutan Kepala Daerah Tk. II Dompu (1958-1984).
1. Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin  (01-12-1958 s.d. 30-04-1960)
2. M. A. Rakhman Makhmud (30-04-1960 s.d. 3011-1966)
3. I Gusti Ngurah BA. (30-11-1966 s.d. 11-08-1967)
4. Suwarno Atmojo (11-08-1967 s.d. 24-09-1979)
5. Heroe Soegijo (24-09-1979 s.d. 24-08-1984)
6. H. Mohammad Yakub MT 29-091984 s.d. 1989)

Smoga informasi ini ada manfaatnya, aamiin.
Trimakasih telah berkunjung.

 Literatur : 
Harun Arrasyid (Bekas Rato Rasa Na'e) sebagai Sumber Lisan
H. Mohammad Ali (Douma Tua) sebagai Sumber Lisan
H. Ali Idrus (Bekas Tureli Adu) sebagai Sumber Lisan
A. Azis M. Saleh (Bekas Rato Parenta) sebagai Sumber Lisan
Syekh Mahdalli (Pemuka Agama Islam Dompu)
Bo Dana Dompu (Ruma Siwe St. Khadijah, Permaisuri Sultan MTA. Sirajuddin II)
Syair Kerajaan Bima (Henry Chambert Loir)
Sejarah Kerajaan Bima (Pemua Bima)

sumber : http://dompunyasejarah.blogspot.com
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar