masalah Konflik Dan Multikulturalisme Di Indonesia


Sumber masalah Konflik Dan Multikulturalisme Di Indonesia
Sumber masalah Konflik Dan Multikulturalisme Di Indonesia



Banyak definisi tentang konflik. Ada yang berpendapat konflik adalah "segala macam pertentangan" atau disebut pula interaksi yang antagonis."

Jadi, berdasarkan definisi di atas, dalam pengertian yang luas konflik pada hakikatnya mengandung arti "segala macam bentuk hubungan antara manusia yang mengandung sifat berlawanan." Dan dalam kehidupan organisasi yang di dalamnya melibatkan interaksi antara berbagai manusia, baik secara individual maupun masalah konflik merupakan fakta yang tidak bisa dihindarkan. Dan konflik itu sendiri pada hakikatnya merupakan proses dinamis yang dapat dilihat, diuraikan, dan di analisa.

Ciri ciri suatu konflik

konflik terjadi, apabila dalam kenyataan menunjukkan diantaranya berbagai ciri sebagai berikut: 

1. Paling tidak ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling berlawanan. 

2. Saling adanya pertentangan dalam mencapai tujuan, dan atau adanya suatu norma atau nilai-nilai yang saling berlawanan

 3. Adanya interaksi yang ditandai dengan perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain untuk memperoleh kemenangan seperti: status, tanggung jawab, pemenuhan berbagai kebutuhan dan sebagainya. 

4. Adanya tindakan yang saling berhadap-hadapan akibat perten tangan. 

5. Adanya ketidakseimbangan akibat usaha masing-masing pihak yang berkaitan dengan kedudukan atau kewibawaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Sumber konflik

ada tiga faktor penting dalam setiap organisasi. Masing-masing yaitu: sumber daya manusia dengan segala tingkah lakunya, struktur organisasi. yang mengatur bagaimana tugas, dan mekanisme segala sumber berperilaku dan dimanfaatkan. Dan faktor yang terakhir ialah masalah komunikasi, yaitu bagaimana manusia yang berperan penting dalam organisasi, baik secara perseorangan, kelompok maupun organisasi mengadakan dan mengatur komunikasinya. 

Oleh sebab itu, apabila yang dimaksud dengan konflik tersebut, adalah "segala macam pertentangan" atau "interaksi yang antagonis atau lebih jelas lagi dirumuskan "segala macam bentuk hubungan antara manusia yang mengandung sifat berlawanan. maka secara singkat dapat disimpulkan bahwa sumber konflik dalam suatu organisasi tidak lain ialah:

 1. Manusia dan perilakunya. 

2. Struktur organisasi.

 3. Komunikasi. 

Masing-masing menjadi sumber terjadinya suatu konflik apabila di dalam ketiga hal tersebut terjadi ketidakserasian atau menyangkut berbagai situasi 

1. Manusia dan perilakunya Manusia dan perilakunya,

 dikatakan sebagai salah satu sumber konflik, sebab manusia dengan latar belakang pendidikan, sifat-sifat pribadi, berbagai naluri (instinct), baik secara perseorangan maupun kelompok, tidak dapat melepaskan dari berbagai gejala dan kepentingan-kepentingan sebagai berikut: 

Berbagai atribut yang bertalian dengan pangkat, 

kedudukan lambang, dan sebagainya.

 Sistem nilai yang tidak sama di antara sesama bawahan, maupun antara atasan dengan bawahan 

Adanya bermacam-macam harapan (expectations), 

Gaya kepemimpinan. 

Berbagai sifat atau kepribadian. 

Semangat dan ambisi.

2. Struktur organisasi. 

Struktur organisasi sebagai salah satu sumber konflik, apabila di dalam praktek kehidupan organisasi terjadi ketidakserasian dalam berbagai segi yang menyangkut: 

Tugas pokok dan fungsi.

Hubungan dan tata kerja, arus pelaksanaan kerja 

 Perencanaan dan pelaksanaannya. 

Kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab. 

Sistem reward dan punishment. 

Sistem karir dan prestasi kerja. 

3. Komunikasi. 

Terjadinya konflik yang bersumber pada komunikasi, bisa antara lain oleh: 

Perintah yang tidak jelas 

Berbagai hambatan sarana komunikasi

Lingkungan komunikasi yang tidak mendukung. 

Sistem komunikasi (managementinformationsystem).

Dari pelbagai peristiwa berdarah yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dikatakan bahwa ada bagian fungsi pendidikan yang dalam pelaksanaannya mengalami kendala. Fungsi pendidikan yang diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat mengalami penyimpangan, tidak sesuai sebagaimana yang diharapkan. Sebagian masyarakat ternyata kurang toleran terhadap perbedaan suku, ras, maupun golongan yang berbeda. dengan dirinya. Sedikit saja perbedaan pendapat, harapan, atau prakarsa mudah sekali menimbulkan percekcokan bahkan pembunuhan. Peristiwa tawuran antarwarga kampung.

Pada sikap hidup, hampir setiap golongan masyarakat mengedepankan kepentingan pribadi dan golongannya. Beragam perbedaan pendapat yang muncul ke permukaan lebih sering mengatasnamakan golongan atau partainya, bukan atas nama masyarakat Indonesia secara utuh.. Sungguh suatu hal yang sulit apabila hal tersebut tidak di tangani secara sungguh-sungguh oleh pemerintah serta semua pihak karena sejatinya Indonesia terlahir dengan segala keberagamannya. Beragam perbedaan yang tadinya menjadi kebanggaan karena kekayaan kultur budaya, bahasa, agama, dan keyakinan, menjadi bagian yang sangat berpotensi bagi kemungkinan perbedaan, perdapat, percekcokan, peperangan, dan akhirnya perpecahan. Berdasarkan kondisi itu diharapkan adanya suatu upaya yang sistematis yang mampu mengubah seluruh unsur dan tatanan dalam masyarakat maupun pemerintahan bahwa segala perbedaan merupakan kekayaan, bukan sebagai permasalahan.

Pemahaman Multikultural

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002), akar kata dari mulkulturalisme yaitu kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. 

Sementara itu, Komarudin Hidayat (2004) menyatakan bahwa istilah multikultural tidak hanya merujuk pada kenyataan sosial antropologis adanya pluralitas kelompok etnis, bahasa, dan agama yang berkembang di Indonesia tetapi juga mengasumsi kan sebuah sikap demokratis dan egaliter untuk bisa menerima keragaman budaya.

 Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar (2004), pernah mengatakan pentingnya pendidikan multikulturalisme, di Indonesia. Menurutnya, pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuhkembangkan karena potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi, serta demografis sangat luar biasa. Baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Menurutnya, jalur pendidikan mempunyai peran besar untuk mengatasi hal ini. Penanaman pemahaman multikulturalsebaiknya dilaksanakan sedini mungkin, sehingga terus akan terkonstruksi dalam kognisi anak, rasa kepemilikan dan kebanggaan akan budaya bangsa hingga ia dewasa nanti. 

             Berdasarkan observasi, untuk menanamkan kecintaan budaya lokal miliknya sendiri cukup sulit. Telah ada mata pelajaran Muatan Lokal yang memuat cerita-cerita rakyat daerah setempat, namun dirasakan juga kurang efektif untuk menanamkan cinta budaya sendiri. Apalagi jika harus mempelajari dan mencintai budaya luar daerahnya yang tidak terlalu familiar bagi peserta didik. Pengentasan dalam penyampaian informasi turut berperan penting dalam keberhasilan transfer pemahaman ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri dibangun dalam beragam perbedaan suku dan bahasa. Yang menjadikan negara ini kaya akan kebudayaan dan punya karakteristik dibandingkan negara-negara lain. Indonesia dikenal luas sebagai bangsa yang terdiri dari 3.000 suku bangsa, yang masing-masing mempunyai identitas kebudayaan sendiri.

Di Indonesia, penyadaran dan paham multikultural sangat penting dilakukan bersamaan dengan derasnya arus globalisasi informasi dan mobilitas penduduk, sehingga perjumpaan dengan orang lain (encounterwithothers) makin intens terjadi. Di pelbagai perguruan tinggi ternama, makin terasa perjumpaan lintas budaya dan agama. Dengan demikian, perguruan tinggi tersebut merupakan miniatur Indonesia dari segi agama dan budaya. Setingkat lebih tinggi dari itu, pada hampir sebagian negara berkembang, multikulturalisme merupakan konsep sosial yang diintroduksikan ke dalam pemerintahan agar pemerintahan dapat menjadikannya sebagai kebijakan. Dengan dasar itu, pemerintah wajib memfasilitasi beragam kemungkinan bagi terjadinya pertemuan antar budaya Lokal yang memperluas pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran keanekaragaman.

Untuk dapat menghargai keragaman etnis, budaya, dan agama diperlukan beberapa prasyarat. Komarudin Hidayat (2004) menyampaikan setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan agar sikap bijak terkait pemahaman keragaman ini bisa dicapai. 

Pertama, secara teologis-filosofis diperlukan kesadaran dan keyakinan bahwa setiap individu dan kelompok etnis itu unik, sehingga tumbuh pula keyakinan bahwa dalam keunikannya masing-masing memiliki kebaikan universal yang terbungkus dalam wadah budaya, bahasa, dan agama yang beragam dan bersifat lokal. 

Kedua, orang secara psikologis memerlukan pengkondisian agar mempunyai sikap inklusif dan positif terhadap orang lain atau kelompok yang berbeda. Cara paling mudah menumbuhkan sikap demikian adalah melalui contoh keseharian yang ditampil kan oleh orang tua, guru di Sekolah, dan pemuka agama di masyarakat. 

Ketiga, desain kurikulum pendidikan dan kultur sekolah harus dirancang sedemikian rupa, sehingga anak didik mengalami secara langsung makna multikultural dengan panduan guru yang siap dan matang.

 Keempat, pada tahap awal hendaknya diutamakan untuk mencari persamaan dan nilai-nilai universal dari keragaman budaya dan agama yang ada, sehingga aspek-aspek yang dianggap sensitif dan mudah menimbulkan konflik tidak menjadi isu yang dominan. 

Kelima, dengan pelbagai metode kreatif dan inovatif nilai-nilai luhur Pancasila disegarkan kembali dan ditanamkan kepada masyarakat, dan peserta didik khususnya agar senseofcitizenship dari sebuah negara-bangsa semakin kuat.



M. Sukardjo&Ukim Komarudin, landasan pendidikan, Jakarta: rajawali pers, 2010

Wahjosumidjo, kepemimpinan dan motivasi, Jakarta , ghalia Indonesia, 1994


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar