Asas Penelitian Tindakan Kelas Menurut Winter (1999)


Asas Penelitian Tindakan Kelas Menurut Winter (1999)


Winter (1999) mengemukakan enam asas yang mendasari pelaksanaan penelitian tindakan kelas, yaitu asas kritik reflektif; asas kritik dialektis, asas sumber daya kolaboratif, asas risiko; asas struktur majemuk; dan asas teori, praktik, transformasi

1. Asas Kritik Reflektif

Refleksi merupakan proses berpikir yang memerlukan kemampuan untuk berpikir bolak-balik antara induksi-deduksi. Dalam berpikir reflektif lebih menuntut kecerdasan dan kecakapan dalam menangkap makna dan esensi dari sesuatu. Hasil kerja refleksi yang bermutu biasanya cenderung lebih dalam kebermaknaannya daripada kerja induksi atau deduksi. Oleh karena itu, asas kritik refleksif dalam penelitian tindakan kelas adalah bahwa dalam melakkukan penelitian tindakan kelas seorang guru harus mampu mencermati, merenungkan, dan menganalisis secara cerdas terhadap tindakan yang telah dilakukan dalam proses pembelajarannya sehingga ditemukan aspek-aspek yang masih perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitasnya pada tindakan berikutnya Pada dasimya, prosodur melakukan kritik reflektif itu ditempuh melalui tiga langkah, 

a. mengumpulkan catatan-catatan yang telah dibuat oleh peserta penelitian tindakan atau oleh pihak yang berwenang, seperti catatan pengamatan, transkrip wawancan pernyataan tertulis dari peserta atau dokumen resmi 

b. menjelaskan dasar pembuatan refleksi terhadap catatan-catatan tersebut.

c. mentransformasikan catatan-catatan yang telah dibuat kritik refleksinya itu menjadi pernyataan dan sederet alternatif yang mungkin dapat disarankan yang sebelum melakukan kritik reflektif tidak terpikirkan sebelumnya.

Semua data yang berupa catatan atau rekaman yang telah dikumpulkan dan berbagai sumber menjadi acuan bagi empiri yang diteliti. Empiri itu dianggap sebagai gambaran pola mapan tentang kenormalan dan penyimpangan dalam situasi tersebut Bisa saja data tersebut menunjukkan sejumlah sebab yang dapat menjelaskan empin ini beserta masalah-masalah lain yang relevan meskipun bukan merupakan bagiannya Oleh sebab itu, data mentah sesungguhnya sangat membantu seseorang mampu untuk memahami empiri tersebut. Artinya, seseorang mampu menilai kenormalan, keterkaitan, relevansinya, dan faktor-faktor penyebabnya. Sejumlah data diperoleh berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkat pelatihan, pendidikan formal, bocaan, dan pengalaman seseorang yang panjang.

Guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas hendaknya memiliki sikap yang berbeda terhadap data dibandingkan dengan peneliti tradisional Peneliti tradisional cenderung memandang bahwa data harus cocok dengan empiri, dan data yang sama akan didapatkan oleh siapapun yang ditugaskan untuk mengamati gejala yang terkait. Sebaliknya, guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas harus berpegang pada analisis dan refleksinya. Dengan cara demikian, guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

a. Apakah data benar-benar cocok dengan fakta, tanpa berprasangka bahwa data itu salah?

b. Apakah generalisasi yang dibuat itu benar dengan memperhatikan serentetan dugaan dan penilaian yang mendasan penafsiran?

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan guru sebagai peneliti membuat sejumlah pernyataan atau pertanyaan alternatif yang relevan. Kemampuan guru melakukan kritik reflektif dalam penelitian tindakan kelas akan membuka kesempatan bagi guru tersebut untuk mampu mengemukakan berbagai argumentasi dan diskusi tentang tindakan yang telah dilaksanakannya guna perbaikan dan peningkatan kualitas tindakan-tindakan selanjutnya.

2. Asas Kritik Dialektis

Paradigma penelitian positivistis mengajarkan bahwa seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian hendaknya mengamati gejala-gejala secara menyeluruh dan membuat batas-batas secara pasti agar memudahkan dalam mengidentifikasi hubungan sebab dan akibat dari gejala tersebut. Paradigma dialektis mengajarkan agar peneliti mampu untuk melakukan kritik terhadap gejala-gejala yang ditelitinya. Cara kerja paradigma dialektis seperti ini memerlukan pemerikasaan terhadap dua hal penting yaitu:

a konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu kesatuan meskipun sesungguhnya ada pemisahan dan pemilahan yang jelas, 

b. struktur kontradiksi internal yang ada di balik sistem gejala yang diteliti yang sebenarnya merupakan sesuatu yang jelas sehingga memungkinkan terjadinya kecenderungan untuk berubah meskipun memiliki sifat yang stabil.  

Dalam kritik dialektis, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengumpulkan catatan-catatan atau rekaman tentang gejala-gejala yang diperoleh berdasarkan empiris yang diteliti. Catatan-catatan atau rekaman itu bisa berupa pernyataan pendapat yang tertuang di dalam transkrip, atau catatan hasil wawancara tentang kejadian (misalnya di ruang kelas, nang guru, ruang kerja), atau bisa juga berupa data statistik tentang gejala gejala tersebut, yaitu penyebaran sikap atau peristiwa. Langkah awal yang merupakan titik awal analisis ini menghasilkan serangkaian gejala yang akan dikritik atau dianalisis secara dialektis

Dalam melakukan kritik dialektis, guru sebagai peneliti dapat memusatkan perhatian pada salah satu atau tiga karakteristik dari gejala-gejala yang diteliti, yaitu:

a. terpisah tetapi masih tetap dalam konteks hubungan antar-gejala yang ada,

b. gejala-gejala yang merupakan satu kesatuan yang mengandung unsur-unsur yang sama, tetapi sesungguhnya di dalamnya mengandung variasi perbedaan gejala yang telah diteliti:

c. gejala yang cenderung berubah-ubah.

Karakteristik pertama menuntut guru sebagai peneliti untuk mampu menafsirkan data tertentu dengan mengingat konteks hubungannya dengan data yang lain. Contoh: ketika guru menganalisis data tentang rendahnya prestasi siswa perempuan dalam pelajaran sains, guru hendaknya juga menganalisis data tentang prestasi gemilang yang diperoleh siswa perempuan dalam pelajaran bahasa serta rendahnya prestasi siswa laki-laki pada mata pelajaran kesenian. Dengan cara demikian, guru sebagai peneliti akan lebih memahami kenyataan atau gejala-gejala yang diteliti itu dalam konteksnya yang lebih luas atau lebih komprehensif. 

Karakteristik kedua menuntut guru sebagai peneliti untuk menganalisis kategori kategori yang berbeda yang terkandung dalam gejala-gejala yang diteliti agar dapat menemukan kesamaan yang tersembunyi di balik perbedaan yang tampak jelas, serta kontradiksi atau perbedaan yang tersembunyi di balik kesamaan yang tampak jelas Contoh: guru membedakan dua kelompok siswa berdasarkan kategori "pembangkang" dan setia" terhadap peraturan sekolah. Untuk itu, guru dituntut untuk tidak menutup pemikiran bahwa ada kemungkinan pada dua kelompok itu memiliki unsur-unsur kesamaan dan kemungkinan juga memiliki unsur-unsur yang berbeda atau bahkan berlawanan. Unsur-unsur kesamaan yang terkandung di dalamnya, misalnya, baik kelompok pembangkang" maupun setia" pada dasamya sama-sama ingin menarik perhatian guru

Karakteristik ketiga menuntut guru sebagai peneliti menangkap isyarat bahwa suatu gejala dapat berubah-ubah dimasa mendatang Contoh: pembedaan kelompok siswa kategori "pandai" dan "tidak pandai", guru sebagai peneliti hendaknya mampu menangkap isyarat bahwa ada kemungkinan suatu saat di masa mendatang siswa dari kelompok "tidak pandai" itu bisa berubah menjadi siswa yang "pandai" Ini mengisyaratkan kepada guru sebagai peneliti bahwa dalam penelitian tindakan kelas dia harus dapat melakukan analisis proses tindakan yang dilakukannya mengarah kepada penemuan cara-cara tindakan baru yang mungkin dapat ditempuh untuk mengubah gejala-gejala dalam proses pembelajaran yang dilakukan ke arah perbaikan dan peningkatan kualitas yang diinginkan. Singkatnya, pemahaman dialektis seorang guru terhadap proses perubahan akan memungkinkan guru itu sebagai peneliti untuk merumuskan tindakan-tindakan yang efisien dan efektif sebagai kriteria pemahaman yang sahih untuk menuju perbaikan dan peningkatan kualitas yang diinginkan.

3. Asas Sumber Daya Kolaboratif

Proses berpikir yang penting untuk dikembangkan berkenaan dengan asas ini adalah guru sebagai peneliti harus senantiasa mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendin seperti berikut:

a. Apa peran saya sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas yang saya lakukan?

b. Hubungan macam apa yang harus saya ciptakan dan kembangkan dengan kepala sekolah, siswa, teman sejawat, dan pihak-pihak yang akan menjadi sumber data sehingga memudahkan saya dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas?

c. Bagaimanakah saya berusaha agar bisa bersifat objektif sehingga proses tindakan yang saya lakukan bisa lancar, efisien, dan efektif serta data yang saya peroleh berguna untuk perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa?

Guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas hendaknya selalu sadar bahwa dirinya adalah bagian dari sesuatu yang diteliti. Dia bukan seorang pengamat yang berada di luar sistem yang diteliti, tetapi juga terlibat langsung dalam proses situasi yang diteliti. Kolaborasi di antara keanggotaan situasi itulah yang memungkinkan proses penelitian tindakan kelas berlangsung lancar, efisien, dan efektif. Kolaborasi disini mengandung makna sebagai suatu pemikiran positif atau sudut pandang positif dari guru bahwa setiap orang yang berkaitan dengan proses penelitian tindakan kelas yang dia lakukan akan memberikan andil terhadap pemahaman, pencermatan, pengayaan data yang diperlukan. dan pemaknaan terhadap hasil tindakannya.

Agar dapat terciptanya kolaborasi yang harmonis dengan unsur-unsur yang ada dalam sistem penelitian tindakan kelas, maka guru sebagai peneliti harus memulai pekerjaannya dengan mengembangkan dan mengumpulkan berbagai sudut pandang yang mampu memberikan struktur dan makna awal pada situasi yang diteliti. Namun, perlu ditegaskan di sini bahwa bekerja secara kolaborasi tidak berarti memadukan semua sudut pandang ini untuk mencapai satu kesepakatan saja. Ragam perbedaan sudut pandang yang bersifat positif dan kontributif justru menjadi sumber daya yang kaya bagi guru. Dengan menggunakan sumber daya berupa keragaman dan kekayaan sudut pandang inilah analisis dan refleksi guru sebagai peneliti akan berkembang ke arah lebih luas dan lebih kaya juga. Jadi, sudut pandang siapa pun dalam sistem sekolah atau kelas yang dijadikan wilayah penelitian tindakan kelas, termasuk dan bahkan terlebih sudut pandang siswa harus dipahami, dicermati, dan dipikirkan secara serius

Ada suatu pertanyaan menarik berkenaan dengan keterlibatan guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas, yaitu: "Kalau dalam penelitian tindakan kelas, guru penelitinya terlibat secara langsung ke dalam proses pembelajaran yang diteliti. bagaimanakah menjaga objektivitas yang senantiasa dituntut dalam suatu penelitian? Dalam konteks asas sumberdaya kolaboratif ini, objektivitas memiliki empat makna, yaitu sebagai berikut.

a. Proses kolaboratif berfungsi sebagai tantangan terhadap objektivitas guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas 

b. Proses kolaboratif melibatkan pemeriksaan terhadap hubungan antardata yang disediakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian. Oleh sebab itu, keluasan data perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan ketersediakannya oleh struktur situasi penelitiannya. 

c. Keluaran proses kolaboratif tersebut adalah sekumpulan analisis yang didasari oleh hubungan yang harmonis dan saling menunjang antar berbagai unsur yang ada di dalamnya, baik hubungan logis maupun empiris. Analisisnya dapat memperkaya hasil penelitian, tetapi analisis itu bukan hanya sekedar pendapat dan dapat memberikan penjelasan terhadap sederet situasi yang strukturnya sejenis dengan objek yang ditelitinya.

d. Keluaran proses kolaboratif tersebut berupa usulan praktis Apakah usulan itu didasari oleh pemikiran objektif atau sekedar penilaian pribadi, akan tampak ketika usulan itu dilaksanakan Usulan itu memang bukan satu-satunya usulan yang terbaik, tetapi merupakan usulan yang muncul dan didasarkan pada hasil analisis dan refleksi sebagai suatu strategi yang secara teoretis memungkinkan untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu, penilaian praktis guru sebagai peneliti dan sebagai praktisi yang terlibat langsung dalam penelitian yang akan menjadi penilaian terhadap kelayakan strategi tindakan 

4. Asas Risiko

Asas risiko mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas harus berani mengambil risiko melalui proses penelitianya. Salah satu risikonya adalah kurang tepatnya hipotesis tindakan setelah diterapkan sebagai tindakan nyata dalam proses pembelajaran. Risiko lain adalah kemungkinan adanya tuntutan untuk melakukan perbaikan tindakan dengan menyusun rencana tindakan baru. Berikut ini beberapa aspek yang mungkin dilakukan perbaikan.

a. Penafsiran sementara guru sebagai peneliti tentang situasi pembelajaran yang dilaksanakannya.

b. Keputusan guru sebagai peneliti yang terkait dengan persoalan yang dihadapi yakni berkenaan dengan relevan atau tidaknya persoalan tersebut dengan tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Antisipasi guru sebagai peneliti terhadap urutan kejadian dan urutan tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian.

Jadi, melalui keterlibatan langsung dalam proses penelitian, mengalami perubahan pandangan karena dapat melihat sendiri secara langsung berbagai aspek yang sesuai maupun yang bertentangan dengan tindakan yang dilakukan untuk mencapai perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Sifat kolaboratif penelitian tindakan kelas menuntut guru sebagai peneliti untuk meyakinkan semua pihak yang akan dilibatkan dalam penelitian bahwa hal-hal yang sama pada hakikatnya akan terjadi pada semua yang terlibat dalam penelitian tersebut. Mereka semua akan memperoleh manfaat yang sama dan mengalami hal-hal yang sama Misalnya saja bahwa proses dan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan itu sangat boleh jadi akan mengubah pemikiran yang selama ini diyakininya, dan proses pelaksanaan penelitian akan menyita waktu dan tenaga mereka. Oleh sebab itu, guru sebagai peneliti hendaknya melakukan dengan sungguh-sungguh rencana tindakan yang telah dipersiapkan. Guru harus mengamati dengan cermat setiap perubahan yang diakibatkan oleh tindakan kelas yang dilakukannya, baik dalam proses pembelajaran maupun perubahan tingkah laku siswa. Guru juga harus secara serius menganalisis pekerjaan siswa, saling tukar pikiran dan tafsiran dengan teman sejawat, dan memperbaiki praktik pembelajarannya sesuai dengan hasil tindakan yang dilakukan 

5. Asas Struktur Majemuk

Asas strukur majemuk membawa keharusan bahwa laporan penelitian tinde kelas seyogianya memiliki struktur majemuk. Struktur majemuk ini berhubungan deng gagasan bahwa gejala yang diteliti, dianalisis, dan dilaporkan harus mencakup selund unsur pokok yang terkait dengan objek penelitiannya agar bisa bersifat menyelund Asas seperti ini berhubungan erat dengan sifat penelitian tindakan kelas yang bersifa dialektis, reflektif, kritis, dan kolaboratif Contoh jika situasi atau proses pembelajara yang diteliti, maka situasinya paling tidak harus mencakup kinerja guru, aktivitas siswa interaksi pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran, penggunaan media atau al bantu pembelajaran atau alat peraga, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Jadi, peristiwa proses pembelajaran harus dimaknai dalam kaitannya dengan data yang berhubungan dengan semua unsur-unsur tersebut karena masing-masing unsur itu hanya dapat dimaknai dalam konteks yang diciptakan oleh unsur-unsur yang lain yang saling berkaitan

6. Asas Teori, Praktik, dan Transformasi

Penelitian tindakan kelas menjembatani antara teori dan praktik pembelajaran yang dicermati, dianalisis, dan diperbaiki melalui proses penelitian. Penelitian tindakan kelas menekankan bahwa teon dan praktik bukanlah dua dunia yang berbeda, melainkan dua tahapan yang saling bergantung dan mendukung terjadinya proses perubahan dan perbaikan Jadi, dalam penelitian tindakan kelas, teori dilibatkan ke dalam serentetan kegiatan praktis, sebagai landasan dan pemandu kontak dengan teman sejawat, serta menuntun dalam menemu-kenali dan memilih materi atau permasalahan yang hendak diteliti Guru sebagai aktor praktis melakukan kegiatan penelitiannya dengan bantuan pemahaman teoretis yang mencakup pengetahuan profesional di bidangnya. Jadi, dalam penelitian tindakan kelas sangat ditekankan bahwa teori dan praktik bukan merupakan jurang tak dua dunia yang berbeda yang bertentangan satu sama lain yang melintasi terjembatani. Namun, teori mengandung unsur-unsur praktik, demikian juga sebaliknya praktik juga membutuhkan landasan teoritik yang kokoh dan memadai

Pertanyaannya adalah bagaimanakah guru sebagai peneliti mengelola proses formal yang menghubungkan antara teori dan praktik dalam kegiatan penelitian tindakan kelas? Guru dapat memulai dengan meneguhkan pemikiran serta mencatat bahwa hubungan antara kegiatan praktik dan pemahaman teoretis selalu bersifat tidak kaku dan sifatnya sementara Artinya, kegiatan praktik tidak pernah sepenuhnya kekurangan landasan dan pembenaran teoretis, demikian juga landasan teoretis tidak selalu menunjukkan pembenaran yang mutlak terhadap kegiatan praktik karena tidak pernah sepenuhnya mencapai tingkatan yang lengkap. Wilayah pertimbangan yang ada yang berkaitan dengan wilayah penelitian sesungguhnya sangat luas dan beragam, sehingga guru tidak mungkin secara serempak mempertimbangkannya dalam satu tindakan. Setiap tindakan yang dirancang oleh guru dalam penelitian tindakan kelas mau tidak mau tentu ada faktor faktor tertentu yang secara teoretis diabaikan agar tindakan itu tidak terlalu rumit dan dapat menanggapi secara cermat terhadap tindakan yang lain.

Jadi, meskipun tindakan dalam penelitian tindakan kelas selalu bersifat reflektif, tetapi sesungguhnya landasan refleksinya juga harus siap dipertanyakan atau didiskusikan. Dengan demikian, peran refleksi teoretis dengan mengikat tindakan praktis sebenamya bukan untuk mengenalkan konsep-konsep baru dan berbeda dari luar dan juga bukan untuk menyajikan kesimpulan yang cenderung memaksakan berdasarkan pernyataan yang seolah-olah telah mengumpulkan semua fakta. Padahal, bagaimanapun cermat dan telitinya suatu penelitian, tentu masih ada saja fakta-fakta empiri yang terlewatkan sehingga tidak mungkin berasumsi bahwa penelitian itu telah mampu mengumpulkan semua fakta secara lengkap. Singkatnya, tujuan refleksi adalah untuk mempertanyakan landasan berpikir dari tindakan praktis yang telah dirancang dan dilakukan, menawarkan kritik reflektif dan dialektis yang pengaruhnya akan mengingatkan kembali kepada guru sebagai peneliti mengenai kemungkinan adanya hal-hal yang tidak dapat terangkum. baik secara sengaja maupun tidak disengaja.

Mencermati uraian pendapat para ahli tersebut di atas, sesungguhnya ada sejumlah asas atau prinsip dasar yang melandasi kegiatan penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai berikut.

1. Tugas utama guru/pendidik dan tenaga kependidikan adalah menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Oleh sebab itu, guru sebagai pendidik harus memiliki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajarannya secara berkelanjutan. Artinya, jika guru dalam menerapkan suatu tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajarannya masih tidak atau kurang berhasil, maka tetap harus berusaha keras mencari altematif tindakan lain yang lebih baik

2. Guru/pendidik harus menggunakan pertimbangan dan tanggungjawab profesionalnya untuk senantiasa mengupayakan perbaikan-perbaikan terhadap permasalahan pembelajaran yang dihadapinya. Ini mengisyaratkan bahwa penelitian tindakan kelas pada dasarnya merupakan suatu cara yang dilakukan berkelanjutan dan bersiklus untuk mengupayakan terjadinya perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa

3. Kegiatan penelitian tindakan kelas bagi guru merupakan kegiatan integral atau kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembelajaran dan tidak Menuntut waktu secara khusus, spesifikasi penarikan sampel, maupun validasi secara ketat teknik pengumpulan datanya.

4. Tahapan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru sesungguhnya selaras dengan tahapan pelaksanaan pembelajaran itu sendiri, yaitu:

a. pembuatan rencana atau persiapan program (planning): 

b. pelaksanaan pembelajaran atau pelaksanaan tindakan (action):

c. pengamatan kegiatan pembelajaran (observation); 

d. evaluasi terhadap kegiatan pembalajaran (evaluation):

e. mencermati, merenungkan, dan menganalisis proses dan hasil pembelajaran (reflection).

5. Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, meskipun terintegrasi dan selaras dengan kegiatan pembelajaran, harus tetap mendasarkan kegiatan penelitiannya pada alur dan kaidah-kaidah ilmiah. Alur penelitian secara ilmiah yang dimaksudkan adalah mulai dari: 

a identifikasi dan perumusan masalah;

b. perumusan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan faktor penyebabnya:

c. perumusan hipotesis tindakan secara tepat;

d. penetapan skenario tindakan; 

e penetapan prosedur pengumpulan data; fanalisis data dan refleksi 

g penyimpulan hasil penelitian. 

Selain itu, objektivitas, validitas dan reliabilitas data maupun proses penelitian harus tetap dijaga dan dipertahankan selama penelitian dilaksanakan. 

6. Masalah yang diteliti adalah masalah-masalah pembelajaran nyata yang ditemui di kelas yang merisaukan tanggungjawab profesional guru terhadap kualitas pembelajaran tersebut. Jadi, diagnosis masalah penelitian harus berdasarkan pada kejadian nyata yang berlangsung dalam pembelajaran yang sesungguhnya di kelas. 

7. Guru harus memiliki konsistensi sikap dan kepedulian yang kuat untuk berusaha keras memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Ini penting karena upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa itu bukan pekerjaan mudah melainkan memerlukan keseriusan dan berkelanjutan. 



Src: Mohammad Asrori, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, 2016, wacana prima. h. 26 

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar