Kisah Sejarah Sultan Sultan Dompu part 2


 

Kisah Sejarah Sultan Sultan Dompu part 2

11. Sultan Abdul Kadir (Ma Wa'a Alus).

la adalah putra Sultan Abdul Rasul I (Manuru Laju), adik dari Sultan Ahmad Alaudin Johansyah (Manuru Kambu) dan memiliki saudara juga bernama Sultan Usman (Manuru Goa). Menikah dengan putra Sultan Abdul Kahar, diberi gelar Ma Wa'a Alus.

Ia juga pernah mengadakan peperangan melawan Sultan Bone yang dibantu Belanda melawan Sultan Hasanuddin di Makassar, dan berakhir dengan Perjanjian Bongaya. 

- Bertahta selama sembilan tahun, 1765-1774. Ia adalah Jeneli Hu'u (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

12. Sultan Abdul Rahman (Manuru Kempo). 

Merupakan putra Sultan Abdul Kadir (Ma Wa'a Alus), ibunya Raja Paduka. Sangat giat menyebarkan agama Islam di seluruh Sapaju Dana Dompu, agar masyarakatnya tidak terpengaruh oleh agama Kristen yang dibawa oleh Belanda sehingga seluruh masyarakat Dompu seratus persen beragama Islam.

la meninggal di Kempo, dimakamkan di Doro Cumpa dan kemudian diberi gelar Manuru Kempo.

- Bertahta pertama selama tiga belas tahun (1770-1775), kemudian digantikan oleh Sultan Abdul, Wahab Tureli Dompu yang bergelar Ma Wa'a Ca'u, kemudian kembali bertahta selama lima tahun, 1793-1798 (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

13. Sultan Abdul Wahab (Ma Wa'a Cau).

la adalah putra Sultan Abdul Rahman (Manuru Kempo). Tahun 1653 Masehi atau 1023 Hijriah, ia memimpin peperangan dengan Sultan Sumbawa yang membawa kekalahan besar bagi Sultan Sumbawa, maka dibuatlah perjanjian damai Kedemungan Ampang dan Plampang diserahkan pada Sultan Dompu sampai batas nisa Dompu dan terdapat barang rampasan berupa sebuah tambur yang diberi nama Lawata Kampo karena nyaring suaranya. Ia diberi gelar Ma Wa'a Ca'u (barang kesenangan tiada boleh dibantah), dan ia senang beristri. Karena kemenangan perang tadi ia diangkat sebagai Admiral Jendral. Dikala ia memerintah tidak memperhatikan agama, fatwa ulama dan orang cerdik pandai tiada mendapat dihatinya dan oleh sebab itu ia diberi gelar Ma Wa'a Ca'u (diktator). Mungkin karena kediktatorannya banyak masyarakat yang tidak suka terhadapnya sehingga tampuk kepemimpinan kembali di ambil alih oleh ayahnya, Sultan Abdul Rahman (Manuru Kempo) pada periode 1793-1798. 

- Ia adalah Tureli Dompu dan bertahta selama enam tahun, 1775-1793 (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

- Istri Raja Muda Abdul Wahab bernama Uma Amu. Ketika akan melahirkan seorang putra, maka seketika anak dalam kandungannya hilang, tapi dibelakang hari, putra sering mengunjungi ibundanya lewat kesurupan dan ia menyatakan bahwa ia bernama Lalu Dole (sumber Sekitar Kerajaan Dompu hal 39).

- Ibunya Tuan Ncuhi Tonda.

14. Sultan Abdullah I (Ma Ntau Kaca Saninu)

Anak Sultan Abdul Rahman (Manuru Kempo), suka bersolek maka dia diberi gelar Ma Wa'a Saninu.

- Bertahta selama setahun, 1798-1799. (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin). 

- ibunya dari Ngoco (Catatan Harian Istana Kesultanan Dompu).

15. Sultan Yacub (Daeng Pabela).

 Ia adalah putra Sultan Abdul Rahman (Manuru Kempo), diasingkan ke Mpuri karena menderita sakit ingatan. 

- la bertahta tidak sampai satu tahun (1798), kemudian di asingkan (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

16. Sultan Muhammad Tadjul Arifin I (Ma Wa'a Mbere). 

la adalah putra Sultan Abdul Wahab (Ma Wa'a Cau), dan memiliki saudara bernama Sultan Abdurrasul II (Ma Ntau Bata Bou). Di masa pemerintahannya banyak terjadi ketidakstabilan. Dalam menjalankan pemerintahan atas kekuasaan tidak dapat menmbantah kehendaknya sehingga diberi gelar Ma Wa'a Mbere. dan juga ia senang kawin sebagaimana ayahnya juga.

Ada juga tutur lisan orangtua mengatakan bahwa ia adalah putra dari istri selir ayahnya yang berasal dari Bali.

- Bertahta selama empat tahun, 1805-1809. (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

17. Sultan Abdul Rasul II (Ma Ntau Bata Bou). 

putra Sultan Abdul Wahab Ma Wa'a Ca'u, dan bersaudara dengan Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ma Waa Mbere). Memiliki anak bernama Sultan Salahuddin (Ma Wa'a Adi). Di masa pemerintahannya ia memindahkan istana dari Bata Ntoi yang sekarang menjadi Kelurahan Kandai Satu ke Bata Bou, yaitu lokasi Masjid Raya sekarang ini. Selain sebagai pemimpin pemerintahan dan juga sebagai pemimpin agama, ia sangat memperhatikan agama. Makamnya berlokasi di kantor Lurah Kandai I.

- Bertahta selama empat puluh delapan tahun, 1809-1857, Daeng Hau (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

- Pada saat setelah enam tahun kepemimpinan Sultan Abdurrasul II (Ma Wa'a Bata Bou), bersamaan dengan meletusnya Gunung Tambora yang berkekuatan maha dahsyat yang menguburkan dua kerajaan disekitarnya yaitu Kerajaan Papekat dan Kerajaan Tambora. Raja Tambora saat itu adalah Abd al-Gafar Daeng Mataram (1801-1815). Sementara Kerajaan Sumbawa dibawah kepemimpinan Sultan Muhammad Kaharuddin II (1795-1816) dan Kerajaan Bima di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah (1773-1817).

18. Sultan Muhammad Salahuddin (Ma Wa'a Adi). 

Putra Sultan Abdurasul II (Ma Wa'a Bata Bou) dan memiliki putra bernama Sultan Abdullah II (Ma Mbora Ba Ncihi Ncawa). Ia bertahta selama tiga belas tahun, saat ia memerintah membawa angin baru pula bagi kerajaan ini. Selain menanamkan ketahanan iman bagi umat Islam, ia tampil pula dengan menggunakan syariat Islam sebagai hukum dalam menata kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan di dana Dompu. Dengan demikian ia diberi gelar Ma Wa'a Adi atau yang membawa keadilan.

Pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin, Syekh Abdul Gani kembali ke Mekkah, beliau diangkat oleh sultan sebagai syekh yang mengajarkan Islam di seluruh wilayah Sapaju Dana Dompu. Sultan Muhammad Salahudin ini mangkat pada 23 Agustus 1870 dan bergelar Ma Wa'a Adi.

- Bertahta selama tiga belas tahun, 1857-1870. (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

- Sebagai rasa terimakasih Sultan Salahuddin kepada gurunya Syekh Abdul Gani yang telah mengajarkan agama Islam kepada keluarga raja dan rakyat Dompu, sultan mewakafkan tanah sawah yang terletak di So Jado, dan termuat dalam naskah pada tahun 1281 H atau 1864 M. pada 21 hari bulan Rabi'ul Awal, hari Kamis (Muhammad Chaidir, 2008: 78-79).

19. Sultan Abdullah II (Ma Mbora Ba Ncihi Ncawa). 

Putra Sultan Salahuddin-Ma Wa'a Adi, dan memerintah tidak lama karena meninggal dunia akibat menderita sakit kencing. Dengan demikian ia diberi gelar Ma Wa'a Ncihi Ncawa. Ia bertahta selama dua belas tahun, 1870-1882. (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin). 

20. Sultan Muhammad Sirajuddin (Manuru Kupa)

Putra Sultan Abdullah (Ma Wa'a Ncihi Ncawa). Dinobatkan menjadi sultan tanggal 21 Oktober 1882. Selama duduk di singgasana kesultanan, ia dikenal rajin membantu perkembangan agama Islam. Dan sikap sultan terhadap pemerintah Belanda menunjukkan rasa tidak senangnya walaupun dalam perjanjian kontrak sultan harus taat kepada Belanda, tenyata selama bertahta ia justru tidak pernah mau taat terhadap Belanda.

Usaha Belanda untuk menaklukkan Kesultanan Dompu dengan kekerasan tidaklah berani dilakukan mengingat rakyat Dompu yang gigih dan berani, saat itu sudah siap angkat bendera perang dalam menyambut kedatangan Belanda. Dan lagi pula di saat itu juga telah banyak korban meninggal di pihak Belanda waktu menaklukkan kesultanan Bima.

Akhirnya dengan segala taktik dan tipu muslihat Belanda, maka ia dibuang ke Kupang pada tahun 1934 karena dengan alasan Kesultanan Dompu tidak mau menyerah dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Selama di pengasingan, di Kampung Air Mata, Kupang, ia juga melakukan penyebaran Agama Islam. Ia akhirnya meninggal dunia di Kupang pada tanggal 14 Februari 1937 dan kemudian di beri gelar Manuru Kupa.

- Bertahta selama lima puluh dua tahun, 1882-1934. Turun tahta tanggal 11 September 1934 dan wafat tanggal 14 Februari 1937 (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin).

- Salah satu putri ia bernama Siti Aisyah (Ruma Tau), menikah dengan Sultan Bima, Sultan Muhammad Salahuddin (1915 1951). Dari rahim ialah lahir Abdul Kahir dan Siti Mariam Salahuddin (Ina Ka'u Mari). Siti Aisyah (Ruma Tau), putri Sultan Muhammaad Sirajuddin Dompulah yang melahirkan pemimpin Bima (Moh. Kisman Pangeran, 2013). 

21. Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin (Ma Wa'a Sama/Kasapahu), 

Putra Raja Muda Abdul Wahab, cucu dari Sultan Muhammad Sirajuddin (Manuru Kupa). Dinobatkan menjadi sultan tahun 1947 berdasarkan SK Residen Timur No. La tanggal 12 September 1947, karena Kerajaan Dompu telah dikembalikan statusnya setelah digabungkan dengan Bima. Ia meninggal dunia tanggal 12 September 1964 dan diberi gelar Ma Wa'a Sama/KaSapahu.

- Bertahta selama delapan tahun, 1947-1955. (Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda. Disusun oleh: Abdul Aziz Siradjuddin).

Catatan:

Dari beberapa orang sultan yang telah dilukiskan di atas maka ada tiga di antaranya yang perlu diteliti secara mendalam dan dicarikan keterangan tentang riwayat hidupnya, mengingat identitasnya untuk di angkat sebagai orang yang paling berjasa di daerah ini yaitu:

- Sultan Abdul Wahab dengan gelar Ma Wa'a Ca'u

- Sultan Salahuddin dengan gelar Ma Wa'a Adi. 

- Sultan Muhammad Sirajuddin dengan Gelar Manuru Kupa,


>>>Kisah Sejarah Sultan Sultan Dompu part 1

Israil M. Saleh, Sekitar Kerajaan Dompu,2020, buku litera, Yogyakarta h. 55


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar