Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia


 

Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia

Pancasila sebagai ideologi bangsa, yang artinya Pancasila sebagai cita-cita bangsa   atau  cita-cita   yang  menjadi  basis   bagi  suatu   teori  atau  sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia tidak terlepas dari kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia. Keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia merupakan suatu realitas yang tidak bisa bantah sebagai suatu bentuk perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak masyarakat Indonesia ada, mulai memproklamirkan kemerdekaannya, hingga saat sekarang ini dalam menuju terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan.

Makna Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai-nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini secara tegas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang bunyinya “…membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi  segenap  bangsa  Indonesia  dan  seluruh  tumpah  darah  Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut  melaksanakan  ketertiban  dunia  yang  berdasarkan  kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”  berdasarkan Ketuhanan Yang Maha 

Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dalam mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

a. Pengertian dan fungsi ideologi.

1) Pengertian Ideologi

Istilah Ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan di Perancis, kemudian dikembangkan oleh Karl Marx, yang menggunakan istilah ini untuk mengembangkan pemikirannya di bidang sosial, politik maupun ekonomi

Secara harfiah ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham (Kaelan, 2003),

Dalam Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, ideologi adalah sistem dasar seseorang/sekelompok masyarakat tentang nilai-nilai dan tujuan- tujuan serta  sarana-sarana pokok  untuk mencapainya.maka artinya    ideologi adalah kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya baik yang individual maupun sosial. Jadi termasuk kehidupan bernegara (Heuken, 1991:122)

Dengan demikian makna dari ideologi negara adalah cita-cita negara atau cita- cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri: (a) mempunyai derajad yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan, (b) oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban (Kaelan, 2003).

Ideologi merupakan seperangkat ide asasi, bukan sembarangan ide atau pengertian melainkan ide pokok, ide yang fundamental, yang mendasar, yang menyangkut hakikat manusia. Ideologi merupakan prinsip fundamental sebagai prinsip dinamika, sebab menjadi pedoman dan cita-cita hidup, terutama dalam perjuangan. 

2)   Fungsi ideologi

Fungsi ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah : (a) sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual, (b) membantu manusia dalam upaya untuk melibatkan diri di berbagai sektor kehidupan masyarakat, (c) memberikan wawasan umum mengenai eksistensi manusia, masyarakat dan berbagai institusi yang ada dalam masyarakat, (d) melengkapi struktur kognitif manusia, (e) menyajikan suatu formulasi yang berisi panduan untuk mengarahkan berbagai pertimbangan dan tindakan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, (f) sebagai sarana untuk mengendalikan konflik (fungsi integratif), (g) sebagai lensa dan cermin bagi individu untuk melihat dunia dan dirinya, serta sebagai jendela agar orang lain bisa melihat dirinya, (h) sebagai kekuatan dinamis dalam kehidupan individu maupun kolektif, memberikan bekal wawasan mengenai misi dan tujuan, dan sekaligus mampu menghasilkan komitmen untuk bertindak.

b. Pancasila sebagai ideologi nasional yang bersifat terbuka.

Sebelum membahas Pancasila sebagai ideologi terbuka, terlebih dahulu memahami pengertian ideologi terbuka dan ideologi tertutup.

Hal ini dapat dilihat dalam uraian mengenai ideologi yang dikemukakan oleh Ward.  Ia  menyimpulkan bahwa  dewasa  ini ada  empat  ideologi yang  sangat berpengaruh, yaitu   Liberalisme, Sosialisme, Komunisme dan Fasisme (Ward,1986). Diantara ideologi-ideologi itu selalu ada variasi dalam rangka penempatannya pada kehidupan yang nyata.

Oleh karena itu, ideologi itu dicetuskan dalam suatu saat dan kemudian diterapkan pada kehidupan nyata dalam sosio-budaya  di antara negara-negara yang berkepentingan, maka dapat terjadi bahwa ideologi itu akan ditafsirkan oleh pengikut ideologi itu. Hal ini berkenaan dengan kenyataan perkembangan masyarakat yang memerlukan penguraian antara ide dan kenyataan. Ada kemungkinan  kalau  ideologi  itu  tidak  ditafsirkan  atau  disesuaikan  dengan keadaan yang baru, maka ideologi itu akan steril. Akibatnya tidak memuaskan banyak pihak, sehingga diganti oleh ideologi lainnya (Departemen Dalam Negeri,1978:14). 

Dengan adanya perbedaan penafsiran kemudian dapat terjadi perpecahan  antara penganut  ideologi itu.  Di satu  pihak  ada  yang menyebut dirinya sebagai pendukung ideologi semula dan pihak lain pendukung reformasi. Penafsiran terhadap ideologi tergantung pada kenyataan kekuatan politik yang ada. Bila penafsiran yang satu mempunyai pengikut yang kuat, maka tafsirannya itulah yang dianggap benar dan yang lainnya salah. Tinjauan histories menunjukkan adanya perbedaan penafsiran terhadap ideologi komunisme antara Lenin dan Berenstein (1919), antara Stalin dan Trotzky (1940). Perbedaan penafsiran ini mengakibatkan pertentangan dan pertumpahan darah. Demikian pula dengan penafsiran yang dilakukan oleh Gorbachev (1990) yang kemudian mengakibatkan ambruknya Uni Soviet (akhir 1991).

Pengertian ideologi terbuka dan tertutup berkaitan erat dengan penafsiran para pendukung ideologi itu sendiri. Bila pendukung ideologi itu menafsirkan, bahwa ideologinya  dapat  berinteraksi  secara  dinamis  dengan  perkembangan masyarakat atau lingkungan sekitarnya, maka ideologi itu dapat disebut ideologi terbuka. Ideologi tertutup mempunyai pengertian, bahwa pendukung ideologi itu merasa sudah punya seluruh jawaban terhadap kehidupan ini, sehingga yang perlu dilaksanakan oleh pendukung ideologi itu hanyalah melaksanakan secara dogmatic (Moerdiono, 1989:399-400).

Berdasarkan penafsiran ini, maka Pancasila sebagai ideologi terbuka, artinya peka terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak menutup diri terhadap nilai dan pemikiran yang positif bagi pembinaan budaya bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi sebagai gejala wajar (Soerjanto, 1989:12). Acuan Dasar Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki acuan dasar berupa Pembukaan UUD 1945 telah mempunyai pemikiran yang jauh ke depan. Hal ini dapat dilihat pada Penjelasan UUD 1945, pada Romawi VI menyebutkan antara lain sebagai berikut:

“… maka telah cukup kalau UUD 1945 hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-gais besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan  negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut.” (UUD dan Amandemennya, 2000:19).Penjelasan di atas perlu dikaitkan dengan penjelasan di bawah ini:

“Kita harus senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah…”. (UUD 45 dan Amandemennya, 2000:19)

Jadi, yang paling penting ialah semangat UUD 1945, sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada Undang-Undang”. (Panyarikan, dkk, 1993/1994:18).

Ketentuan-ketentuan di atas tersebut merupakan acuan dasar Pancasila sebagai ideologi   terbuka.   Kajian   terhadap   ketentuan-ketentuan   di   atas   itu   dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut.

1) Pembukaan  UUD  1945  membedakan  antara  hukum  dasar  tertulis  yang memuat aturan-aturan pokok dengan undang-undang yang memuat aturan penyelenggaraannya;

2) Hanya aturan-aturan  pokok saja  yang harus ditetapkan  dalam  UUD akan dapat mengantisipasi dinamika masyarakat dan negara Indonesia;

Pembukaan  UUD  menegaskan,  bahwa  yang  paling  penting  dalam  hal jalannya negara adalah semangat dari penyelenggara negara atau pemimpin pemerintahan, sebab semangat itu hidup atau dinamis. Di sini terlihat, bahwa faktor  manusia  dengan  semangat  yang baik  sangat  menentukan jalannya negara untuk mewujudkan tujuan sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945.

Pancasila sebagai ideologi terbuka termuat pada TAP No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan persatuan dan kesatuan nasional Bab IV arahan kebijakan point 2 dinyatakan: ”Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka  wacana  dan  dialog  terbuka  di  dalam  masyarakat  sehingga  dapatmenjawab tantangan sesuai dengan visi Indonesia masa depan”.

c. Implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka.

Pancasila sebagai ideologi terbuka tampaknya telah diterima oleh masyarakat kita (Soerjanto, dalam Moerdiono, 1992:41). Implementasi penerimaan Pancasila sebagai ideologi terbuka, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara  dapat  dilaksanakan  terhadap  fungsi  Pancasila  dengan  tinjauan historis, kultural dan politis (Panyarikan, dkk, 1993/1994:15).

Tinjauan historis, menampilkan Pancasila merupakan pencerminan puncak perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaannya. Perjuangan Bangsa Indonesia dengan menggunakan organisasi modern yang diawali oleh Budi Utomo 20 Mei 1908 dan kemudian disusul oleh organisasi lainnya dalam rangka melepaskan diri dari penjajah. Perjuangan ini jelas memperlihatkan dinamika bangsa Indonesia dan ini memberikan corak khas kepada Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang mendambakan kemerdekaan dan kemandirian (Soerjanto, 1989:5). Tinjauan cultural, menempatkan nilai-nilai Pancasila yang pada hakikatnya bertumpu pada budaya bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Berkat jasa para pendiri negara yang dengan daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk menjadi pegangan hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya dalam masa yang akan datang.

Daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang dari para pendiri negara dapat dilihat dalam rumusan pasal 18 dan 32, pasal 18 UUD 1945.

Dalam pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945 dinyatakan:

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang  dan  mengingati  dasar  permusyawaratan  dalam  sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. (UUD 1945 hasil amandemen). 

Nilai-nilai ini sebagian diangkat dari khasanah budaya bangsa di daerah-daerah melalui pasal 18 UUD 1945; dan sebagian lagi berdasar peluang yang dimungkinkan  oleh  pasal 32  UUD  1945  dengan  mengakulturasi kebudayaan bangsa dengan kebudayaan asing (Moerdiono, 1992:411).

Berdasarkan   tinjauan   politis   ini,   maka   persatuan   dan   kesatuan   bangsa merupakan suatu keharusan. Nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah nilai fundamental Pancasila. Wujudnya dalam kehidupan bernegara dapat dilihat dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi: “Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.

Negara kesatuan yang dianut oleh Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi sebagaimana diatur dalam UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

Di   samping   pendalaman   nilai-nilai   fundamental   Pancasila   seperti   telah disebutkan di atas, maka pendalaman nilai-nilai fundamental Pancasila suatu keharusan pula. Hal ini disebabkan pembentukan UUD membatasi nilai-nilai fundamental Pancasila itu pada “aturan-aturan pokok” saja. Sebagaimana dinyatakan Moerdiono, pendalaman nilai-nilai instrumental Pancasila antara lain dalam bentuk wawasan, doktrin, kebijakan, strategi (Moerdiono, 1992:411-413). Wawasan di sini dimaksudkan, bahwa nilai-nilai instrumental Pancasila harus dipandang  dari  keseluruhan  kepribadian  terhadap  lingkungan  sekitar  kita. Dengan demikian sifatnya adalah subjektif.

Doktrin di sini dimaksudkan bahwa nilai-nilai  instrumental Pancasila didalami melalui doktrin, yakni suatu pedoman untuk bertindak, ajaran yang sifatnya kaku (Panyarikan, dkk, 1993/1994:16).

Sedangkan kebijakan di sini dimaksudkan adalah suatu keputusan yang diambil oleh seseorang (pemimpin pemerintahan/penyelenggara negara) dalam usaha memilih  tujuan-tujuan  dan  cara-cara  untuk  mencapai tujuan  itu,  berdasarkan wawasan  atau doktrin yang telah ditetapkan. Pancasila sebagai sumber nilai dan paradigma pembangunan.

Untuk  mewujudkan  cita-cita  dari  sekelompok  masyarakat  bangsa  (ideologi) dibentuklah  suatu  kekuatan  bersama  dalam  suatu  organisasi  (negara)  atau kekuatan sosial politik. Mereka terikat oleh suatu keyakinan bahwa ideologi yang mereka anut dianggap benar dan baik dalam rangka mencapai tujuan lahiriah dan batiniah. Ideologi bangsa Indonesia yang diyakini akan membawa kebaikan adalah Pancasila.

Oleh karena itu, ideologi Pancasila yang diyakini tersebut terus diperjuangkan oleh sekelompok masyarakat yaitu bangsa Indonesia, karena ideologi yang mereka anut dianggap membawa kebenaran dan nilai-nilai luhur. Nilai keyakinan yang terkandung di dalam ajaran ideologi itu disebut “nilai dasar” (basic value, weltanschauung; grundnorm) dan nilai-nilai itulah yang menjadi asas perjuangan, bahkan mampu memberi motivasi kuat; mampu menggugah dan memberi semangat untuk bangkit dan membina diri. Tidak jarang mampu mendobrak dan menghancurkan setiap rintangan yang mereka hadapi dalam upaya memperjuangkan ideologi yang mereka anut.


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar