Penerapan Azas dan Falsafah Olahraga dalam Pembelajaran PJOK


Penerapan Azas dan Falsafah Olahraga dalam Pembelajaran  PJOK


Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa Penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang.

Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik, sebab  berpeluang lebih  banyak dari  mata  pelajaran lainnya  untuk  membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.

Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani, yaitu: meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan peserta didik, meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta meningkatkan pengertian peserta didik dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.

Untuk meneliti aspek penting dari Penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut perlu dipertimbangkan:

a.   Kebugaran dan kesehatan

Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan jasmani yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ tubuh seperti jantung dan paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan akan bertambah baik dan efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya. Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh akan meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian juga dengan beberapa kemampuan motorik seperti kecepatan, kelincahan dan koordinasi.

Pendidikan jasmani juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan kesadarannya peserta didik akan mampu menentukan sikap bahwa kegiatan fisik merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa peserta didik pada kualitas hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan istilah wellness.

Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya. Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga mencakup juga  kesejahteraan mental, moral, dan  spiritual. Tanda- tandanya adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.

b.   Keterampilan fisik

Keterlibatan peserta didik dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

c.    Terkuasainya prinsip-prinsip gerak

Pendidikan jasmani yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat peserta didik mampu memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai contoh, peserta didik harus mengerti mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan ketika anak sedang berusaha menjaga keseimbangannya. Mereka juga diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan pemanasan sebelum berolahraga, serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran jasmani bila seseorang berlatih tidak teratur? 

Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani pun bukan hanya bersifat fisik semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati).

d.   Kemampuan berpikir

Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh peserta didik dalam pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik.

Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis peserta didik ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan nalar anak dalam hal membuat keputusan.

Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.

Dalam kegiatan pendidikan jasmani banyak sekali adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran peserta didik. Teknik gerak dan prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk  didiskusikan. Peraturan  permainan dan  variasi-variasi gerak  juga  bisa dijadikan rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.

e.   Kepekaan rasa

Dalam hal olahrasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu melibatkan peserta didik dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam  masyarakat banyak  norma  yang  harus  ditaati  dan  aturan  main  yang melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan diamalkan. 

Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan. Sesungguhnya ialah bahwa kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua keterampilan di atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain memilih istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).

f.    Keterampilan sosial

Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Anak-anak yang  rendah  kemampuan pengendalian  dirinya  biasanya  ingin  memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak merasa ragu untuk melanggar berbagai ketentuan.

Pendidikan jasmani menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan pembelajaran dalam permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan tentang apa sisi baik-buruknya suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara pembinaan moral yang efektif. Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab- sebab pertengkaran diteliti dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.

Demikian juga dalam setiap adegan proses permainan yang memerlukan kesiapan mentaati peraturan permainan. Di samping guru mempertanyakan pentingnya peraturan untuk ditaati, guru dapat juga mengundang peserta didik untuk melihat berbagai konsekuensinya jika peraturan itu dilanggar. Lalu guru dapat menanyakan pendapat peserta didik tentang tujuan permainan. Misalnya guru bertanya: ”Apakah memenangkan pertandingan dengan segala cara bisa dibenarkan?”, “Apakah kalah dalam suatu permainan benar-benar merugikan?” bahkan lebih jauh lagi mungkin guru bisa memilih topik di luar kejadian yang mereka alami sendiri, misalnya topik tentang tawuran antar pelajar dari sekolah yang berbeda. Topik ini menarik untuk dibicarakan dari sisi moral serta akibatnya terhadap kehidupan bermasyarakat.

g.   Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)

Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) peserta didik akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi stress.

Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti bisa”  atau  “  saya  paling  bagus”.  Tetapi  perlu  dinyatakan dalam  usaha  dan pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada peserta didik untuk membuktikannya. Ketika peserta didik berhasil mempelajari berbagai keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama seperti yang dicitrakannya. Bila peserta didik merasa gagal sebelum berusaha, keadaan  ini  disebut  perasaan negatif,  lawan  dari  perasaan positif.  Kejadian demikian yang berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terbentuk menjadi kepercayaan diri yang kuat. Karena itu penting bagi guru penjas untuk menyajikan tugas-tugas belajar yang bisa menyediakan pengalaman sukses dan menimbulkan perasaan berhasil (feeling of success) pada setiap peserta didik. Salah satu siasat yang dapat dikerjakan adalah ukuran keberhasilan belajar tidak bersifat mutlak. Tiap peserta didik memakai ukurannya masing-masing. 



Sumber. Noorwaahid, 2019. Penerapan Psikologi dan Kinesiologi dalam PJOK, Kelompok Kompetensi H, Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, Kemikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar