Refleksi Paradigmatik Penelitian Tindakan
1. Berpikir Reflektif
Para guru yang berpendidikan dan berwawasan, apalagi berpendidikan tinggi perlu memiliki kepedulian terhadap kesempurnaan kerja yang dilakukannya. Untuk itu harus selalu ada upaya berpikir reflektif, ada kejemihan berpikir untuk melakukan pengenalan kembali terhadap rincinya kegiatan yang dilakukan agar dapat menyempurnakan pekerjaannya. Guru yang berpendidikan dan profesional harus memiliki kepedulian dan keseriusan terhadap bidang tugasnya, rasa sayang dan berbahagia atas keberhasilan siswanya, serta sabar dan ulet dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang di kelasnya.
Upaya untuk mencari terus agar lebih berhasil dalam kerjanya, menurut Killion dan Todnem (Noeng Muhadjir, 1999) merupakan kegiatan yang diistilahkan dengan "reflection on action, in action, dan for action". Reflection on action terjadi ketika tindakan telah buat dan ditelaah kembali. Reflection in action terjadi pada saat tindakan dikerjakan atau diadakan telaah. Reflection for action terjadi pada saat memikirkan tindakan di masa mendatang dengan melakukan refleksi terhadap tindakan ya yang sedang berlangsung, dan diprakirakan untuk yang akan datang. Siklus spiral berkelanjutan dalam penelitian tindakan kelas sesungguhnya merupakan upaya berpikir reflektif semacam ini. Cara berpikir dan bekerja semacam ini seharusnya mempribadi pada diri guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Jika ini sudah dimiliki oleh guru, maka akan memudahkan guru untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas secara mandiri.
2. Fungsi Guru dalam Penelitian Tindakan Kelas
Sifat dasar peneliti tindakan adalah bahwa orang yang bersangkutan merupakan pengelola dan sekaligus pelaksana rutin sesuatu kegiatan. Peneliti semacam ini bisa berupa guru dalam menjalankan proses pembelajaran, pekerja produksi di pabrik, pemberi jasa sosial, dan sejenisnya. Tugas utama peneliti tadi adalah mengupayakan proses pembelajaran berjalan dengan baik dan berkualitas, membuat pabrik tetap berproduksi, dan membuat kantor tetap buka untuk melayani publik. Jika semua itu dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional berpendidikan tinggi yang memiliki kepedulian, perhatian serius, dan usaha keras untuk terus meningkatkan prestasi kerjanya, maka akan terjadi proses berkelanjutan untuk melakukan perbaikan-perbaikan atau penyempurnaan terhadap kegiatan rutinnya itu. Dengan demikian, tugas utama seorang pekerja terdidik dan profesional adalah mengerjakan tugas rutinnya selalu disertai dengan upaya untuk meningkatkan kualitas kinerjanya. Jika guru mampu menjalankan proses pembelajaran disertai dengan kepedulian terhadap kualitas kinerjanya serta dilengkapkan dengan sifat seseorang peneliti yang selalu melakukan evaluasi terhadap kinerjanya, maka lengkaplah sudah guru tersebut memiliki sifat sebagai seorang yang selalu berupaya melakukan refleksi paradigmatik dalam model berpikir penelitian tindakan kelas.
Kegiatan refleksi itu dikatakan paradigmatik karena apapun yang dipikirkan dan dikerjakan serta apapun tujuan dan fungsi kegiatannya selalu saja mengacu pada pola menjalankan kegiatan rutin, meneliti kegiatan, mengevaluasi kegiatan, dan memperbaiki kegiatan. Keempat kegiatan tersebut dikerjakan secara simultan atau serempak, setidaknya dilakukan dalam dua siklus yang bersifat interaktif, bukan bergantian, tetapi reflektif berkelanjutan. Dikatakan reflektif karena proses mengobservasi fakta empiris dan proses berpikimya berlangsung mondar-mandir secara cepat kadang-kadang berpikir secara vertikal dan kadang-kadang secara horizontal.
Dengan demikian, refleksi paradigmatik dalam penelitian tindakan kelas adalah proses observasi, proses membuat abstraksi, proses merancangkan kegiatan atau tindakan, serta menjalankan kegiatan itu dalam proses cepat yang meramu sekaligus keempat acuan, yaitu: mengerjakan rutin, meneliti kegiatan, mengevaluasi kegiatan, dan memperbaiki kegiatan.
3. Identifikasi Masalah sampai Hipotesis Tindakan
Ada banyak masalah yang bisa dijadikan fokus masalah dalam penelitian tindakan kelas. Misalnya; minat baca rendah atau prestasi belajar merosot. Pertanyaannya adalah apakah benar masalah itu disebabkan karena mutu bacaan yang tidak menarik sehingga perlu diberi banyak gambar, perlu disajikan cerita lucu, cerita lokal, dan sejenisnya. Ataukah barangkali penyebabnya ada dibalik itu semua. Sangat boleh jadi, rendahnya minat baca tidak disebabkan oleh mutu bacaannya yang kurang baik, tetapi karena sebab lain. Misalnya: banyak waktu yang dimilliki siswa tersita oleh kegiatan lain yang menganggu, seperti menonton TV berkepanjangan, atau memang buku bacaannya yang langka. Oleh karena itu, perlu hati-hati mengidentifikasi masalah agar perumusan masalahnya tepat sehingga perumusan hipotesis tindakannya juga tepat.
Di sini perlu ditekankan pentingnya memilih masalah yang dapat disiklus-spiralkan Artiya, masalah dalam penelitian tindakan kelas itu perlu dipilih yang dapat diperbaiki dengan modifikasi atau ekstensi/perluasan. Selain itu, masalah dalam penelitian tindakan kelas perlu dipilih yang mengandung unsur dapat diperbaiki dengan upaya tindakan. Tidak kalah pentingnya adalah perlu dipertimbangkan adanya refleksi paradigmatik penelitian tindakan kelas, Maksudnya, sekaligus dipikirkan bahwa guru tetap menjalankan tugas rutin, guru mempunyai kepedulian untuk memperbaikinya, guru memiliki motivasi yang kuat untuk untuk meneliti, dan mengevaluasi.
Berdasarkan pencermatan tersebut, guru dapat membuat langkah selanjutnya, yaitu: merumuskan hipotesis tindakan, yang memuat rutin pembelajaran sesuai dengan silabus, ada upaya memperbaiki pembelajaran, dan upaya tersebut ditindaki, dan tindakan itu secara berkelanjutan diperbaiki, dan upaya perbaikan tersebut dipantau dan dievaluasi secara berkelanjutan.
src. Mohammad Asrori, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, 2016, wacana prima H. 132
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar