Angket / kuesioner (Pengertian , Kegunaan , Tahap Penyusunan , Kelebihan dan Kelemahan Angket)


(1) Pengertian Angket 


Angket   atau   kuesioner   didefinisikan   sebagai   sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden, yang dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab oleh responden.

Skala psikologis menurut Azwar (2005: 3-4) sebagai alat ukur yang  memiliki karakteristik khusus 
(a)  cenderung digunakan untuk mengukur aspek afektif – bukan kognitif. 
(b) stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, 
(c) jawabannya lebih bersifat proyektif, 
(d) selalu berisi banyak item berkenaan dengan atribut yang diukur, 
(e) respon subyek tidak  diklasifikasikan sebagai  jawaban  “benar”  atau  “salah”, semua jawaban dianggap benar sepanjang sesuai keadaan yang sebenarnya, jawaban yang berbeda diinterpretasikan berbeda pula. Dari rumusan pengertian angket dan skala psikologis di atas dapat dipahami, dilihat dari bentuknya yang sama-sama tertulis memang hampir tidak ada perbedaan antara angket dengan psikolologis. Tetapi jika dilihat dari segi aspek yang diungkap, atribut yang diukur, sifat jawaban, dan skoringnya; bisa difahami bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara angket dan skala psikologis.

Secara lebih detail, perbedaan angket dan skala psikologis itu ditunjukkan oleh Saifudin Azwar (2005: 5) berikut: 
Data yang diungkap angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh subyek, sedangkan data yang diungkap oleh skala psikologis berupa konstrak atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu.
Pertanyaan  dalam  angket  berupa  pertanyaan  langsung yang terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap, yaitu mengenai data atau opini berkenaan dengan diri responden. Sedang pada skala psikologis, pertanyaan tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subyek yang biasanya tidak disadari responden.
Responden   pada   angket   biasanya   tahu   apa   yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa yang dikehendaki. Sedangkan responden terhadap skala psikologis, meskipun responden memahami isi pertanyaannya, biasanya mereka tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan simpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.
Jawaban terhadap angket tidak bisa diberi skor (dalam arti harga atau nilai) melainkan diberi angka atau coding sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap skala psikologi diberi skor melalui proses penskalaan.
Satu   angket   dapat   mengungkap  informasi   mengenai banyak hal, sedangkan satu skala psikologis hanya diperuntukkan guna mengungkap suatu atribut tunggal (unidimensional)
Data dari hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya, reliabilitas angket terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden akan menjawab dengan jujur apa adanya. Sedangkan hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikolometris, karena relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus pada skala pada skala psikologi lebih terbuka terhadap eror.
Validitas angket lebih ditentukan oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap, sedang validitas skala psikologi  lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologi yang hendak diukur dan operasionalisasinya.

(2) Kegunaan Angket 


Mc Millan (2001: 257) memandang kuesioner sebagai teknik yang banyak digunakan untuk menggali informasi dari subyek. Kuesioner dipandang relatif ekonomis, sebab dalam waktu singkat sejumlah pertanyaan atau pernyataan bisa dijawab oleh responden dalam jumlah yang banyak pula.

Seperti disajikan di atas, terdapat perbedaan penggunaan antara angket atau kuesioner dengan skala psikologi. Namun, angket dan skala psikologis dimungkinkan bisa digunakan secara bersama-sama, artinya  ketika  mengungkap data-data  faktual yang diketahui subyek bisa digunakan angket. Ketika mengungkap konstrak atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu, digunakan skala psikologis. Namun demikian perlu  diingat,  bahwa  skoringnya perlu dipisahkan lantaran jawaban angket tidak bisa diberi skor, sedang skoring terhadap respon skala psikologis diberi skor melewati proses penskalaan. 

(3) Tahap-tahap Penyusunan Item Angket


Millan, (2001: 258) menunjukkan tahap-tahap penyusunan kuesioner dalam diagram berikut:

Angket / kuesioner  (Pengertian , Kegunaan , Tahap Penyusunan , Kelebihan dan Kelemahan Angket)

Angket / kuesioner  (Pengertian , Kegunaan , Tahap Penyusunan , Kelebihan dan Kelemahan Angket)

Diagram di atas dijelaskan secara singkat berikut ini:

1)  Justifikasi

Sebelum melangkah lebih jauh, peneliti perlu mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan teknik yang hendak digunakan, sebab tidak ada teknik pengumpulan data yang paling sempurna, yang ada adalah sesuai atau tidak sesuai dengan variable, subyek, dan kondisi lingkungannya.

2)  Menetapkan tujuan

Pada tahap ini, peneliti menetapkan tujuan khusus yang ingin dicapai melalui kuesioner tersebut. Tujuan tersebut hendaknya    mendasarkan    pada    problem    riset    atau pertanyaan-pertanyaan yang hendak dijawab melalui penelitan.

3)  Menulis pertanyaan atau pernyataan

Setelah peneliti menetapkan tujuan, hal yang segera dilakukan adalah menyusun pertanyaan atau pernyataan. Agar peneliti bisa menyusun pertanyaan atau pernyataan yang efektif, Millan (2001: 258) menunjukkan rambu-rambu yang perlu diperhatikan berikut:

a)   Tulislah item dengan jelas; item dinilai jelas bila semua responden memiliki interpretasi yang sama.

b)  Hindari penggunaan pertanyaan atau pernyataan yang memiliki makna ganda (double –barreled question), yaitu pertanyaan atau pernyataan yang memiliki dua makna atau lebih.

c)   Responden harus mengetahui jawaban dan  memeiliki kewenangan (competent) untuk menjawab; hal ini dipandang penting agar responden memberikan jawaban yang benar-benar sesuai kemampuannya.

d)  Pertanyaan   harus   relevan.   Jika   responden   harus memberi respon terhadap pertanyaan atau pernyataan yang tidak penting bagi mereka, atau tentang suatu pemikiran yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan atau tugas mereka, maka mereka akan menjawab dengan sembarangan (carelessly) dan hasilnya bisa menyesatkan.

e)   Item yang pendek dan simpel adalah yang terbaik. Item- item yang terlalu panjang dan kompleks harus dihindari, sebab ia lebih sulit difahami, atau bisa jadi responden tidak ingin mencoba memahaminya. 

f) Hendaknya dihindari item  negatif,  sebab  hal  itu  bisa menyebabkan salah tafsir.

g)  Hindari penggunaan item-item atau istilah-istilah yang maknanya bisa menyimpang atau bias.

4)  Melihat kembali (review) item-item yang telah disusun.

Setelah peneliti menyusun item yaitu menyusun pertanyaan atau pernyataan, sebaiknya dilihat kembali apakah susunan kalimatnya sudah benar, bisa difahami responden, dan cetakannya sudah benar atau belum. Pada tahap ini Millan (2001:  260)  menyarankan agar  peneliti  bertanya  kepada teman, kolega, dan orang-orang ahli untuk melihat kembali item- item yang telah disusun dan problem yang mungkin muncul.

5)  Menyusun format keseluruhan.

Secara keseluruhan, kuesioner pada umumnya terdiri dari (1) pengantar, (2) identitas responden, (3) petunjuk cara memberikan respon terhadap item- item yang tersedia, dan (4) beberapa petunjuk teknis yang lain.

6) Setelah semua bagian tersusun dengan baik, sebelum kuesioner dikirim kepada responden yang sesungguhnya, sebaiknya peneliti melakukan pretes atau tryout preliminer.

7)  Atas dasar hasil tryout itu kemudian dilakukan perbaikan- perbaikan (revisi), dan  jika  masih dipandang perlu  tryout ulang hingga mencapai bentuk final. Format akhir inilah yang nantinya akan dikirim kepada responden yang sebenarnya.


(4) Kelebihan dan Kelemahan Angket

Menurut Komalasari (2016: 86-87) Kelebihan dan kelemahan angket adalah sebagai berikut:

kelebihan:

 (1) angket merupakan metode praktis karena dapat dipergunakan untuk mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat, 

(2) merupakan metode yang ekonomis dari segi tenaga yang dibutuhkan antara lain tidak membutuhkan kehadiran konselor, 

(3) setiap responden menerima sejumlah pertanyaan yang sama, 

(4) pada angket tertutup memudahkan tabulasi hasil bagi konselor, 

(5) pada angket terbuka responden mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan, 

(6) responden mempunyai waktu cukup untuk menjawab pertanyaan, 

(7) pengaruh subjektif dapat dihindarkan, 

(8) pengisian angket dapat dibuatkan anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab.

kekurangan dari angket antara lain: 

(1) responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulangi untuk diberikan kembali kepada responden, 

(2) sulit untuk mendapat jaminan bahwa responden akan memberikan jawaban yang tepat, 

(3) penggunaannya terbatas hanya pada responden yang bisa membaca dan menulis, 

(4) pertanyaan atau pernyataan dalam angket dapat saja ditafsirkan salah oleh responden, dan 

(5) sulit mendapatkan jaminan bahwa semua responden akan mengembalikan semua angket yang diberikan.


sumber :

Isrofin, Binti. 2019. Modul 1 Asesmen Kebutuhan Peserta Didik dan Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

jangan lupa menyelipkan link web ini juga :)

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar