Karakteristik Perairan Laut Indonesia : Laut Teritorial, ZEE, dan Landas Kontinen


Karakteristik Perairan Laut Indonesia

Berdasarkan Kovensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu: 

a. Laut Teritorial (Territorial Sea)

Perairan sepanjang 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan di mana Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut, dasar laut, subsoil, dan udara berikut sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Indonesia memiliki kewajiban untuk menjamin hak lintas damai, baik melalui alur kepulauan maupun tradisional untuk pelayaran internasional.

b. Zona ekonomi eksklusif (Exclusive Economic Zone)

Menurut UU Nomor 5 Tahun 1983 Pasal 2 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, ZEE adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia. Ini ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indoensia. Perairan meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam. Baik hayati maupun non hayati yang terkandung di perairan, dasar laut, dan subsoil, pendirian bangunan laut, penelitian ilmiah kelautan, dan perlindungan lingkungan laut. Perairan ZEE berstatus lepas, demikian juga status udara di atasnya. Di wilayah tersebut pelayaran dan penerbangan bebas untuk dilakukan.

c. Landas Kontinen (Continental Shelf)

Wilayah dasar laut termasuk subsoil yang merupakan keberlanjutan alamiah dari daratan pulau Indonesia.  Bila kelanjutan alamiah bersifat landai, maka batas terluar landas kontinen ditandai dengan continental slope atau continental rise. Namun, jika kelanjutan alamiah bersifat curam tidak jauh dari letak garis pangkal kepulauan, maka batas terluar landas kontinen berimpit dengan batas luar ZEE.

Perairan Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia berada dalam suatu sistem pola angin yang disebut sistem angin muson.  Angin muson bertiup ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup dengan arah yang berlawanan.   Terjadinya angin muson ini karena terjadi perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia (Wyrtki, 1961). Pada bulan Desember – Pebruari di belahan bumi utara terjadi musim dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas sehingga pusat tekanan tinggi di daratan  Asia  dan  pusat  tekanan  rendah  di  daratan  Australia.   

 Keadaan  ini menyebabkan angin berhembus dari daratan Asia menuju Australia.   Angin ini dikenal di sebelah selatan katulistiwa sebagai angin Muson Barat Laut. Sebaliknya pada bulan Juli – Agustus berhembus angin Muson Tenggara dari daratan Australia yang bertekanan tinggi ke daratan Asia yang bertekanan rendah.

Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan laut.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.  Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.

Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan memungkinkan salinitas menjadi homogen.  Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya salinitas permukaan perairan.

Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara horisontal. Adanya garam atau mineral terlarut dalam akan menyebabkan air mempunyai rasa. Rasa air dapat didasarkan pada kadar garam atau mineral terlarut yang disebut salinitas air.  Kadar garam yang terlarut dapat dinyatakan sebagai bagian perseribu yaitu banyaknya gram zat terlarut dalam 1000 gram pelarut/air. Ada juga yang menyatakan dalam bagian persejuta yaitu banyaknya zat dalam mgram setiap satu kilogram/liter larutan. Berdasarkan kelarutan/ kadar garam/ mineral dalam air maka air dapat dikelompokkan menjadi air tawar (Freshwater), air payau (Brackish water), air asin (Saline water), dan air sangat asin (Brine water). 


modul belajar mandiri pppk IPS geografi, Pembelajaran 2. Kondisi Alam Indonesia. Kemdikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar