Konsep Dasar Konseling berorientasi Behavior


Konsep Dasar Konseling berorientasi Behavior

a) Hakikat Manusia berorientasi Behavior

Dalam pandangan behavior manusia pada hakikatnya bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya (Capuzzi & Gross, 2011).

Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan

peniruan. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

Manusia cenderung mengambil stimulus yang menyenangkan dan menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang salah atau tidak sesuai. Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu hanya mengambil sesuatu yang disenangi dan menghindar dari yang tidak disenangi. Mendasarkan beberapa konsep diatas, secara umum hakikat manusia menurut pendekatan konseling perilaku:

(1) Manusia bertingkahlaku melalui proses belajar

Semua perilaku manusia, tepat atau tidak, dikehendaki atau tidak diperoleh melalui proses belajar. Misalnya seorang siswa melanggar disiplin sekolah, maka ia akan memperoleh hukuman di sekolah. Namun selain ia sendiri merasakan ganjaran maka secara tidak langsung ia juga menjadi pusat perhatian teman-teman maupun gurunya. Siswa belajar cara-cara menarik perhatian, cara dan konsekuensi tentang aturan sekolah, dan sebagainya.

(2) Manusia berkembang melalui proses kematangan dan belajar

Sebagian perubahan perilaku yang dialami individu muncul karena proses kematangan dan hasil belajar dari peristiwa-peristiwa yang dialamioleh individu. Individu dalam berperilaku akan mengevaluasi dari waktu- kewaktu apakah perilakunya tepat maupun tidak sampai pada akhirnya individu belajar dari apa yang telah dilakukan karena mendapatkan respon dari lingkungannya.

(3) Manusia berinteraksi dengan lingkungannya

Lingkungan merupakan unsur penting dalam proses belajar individu. Melalui lingkunganlah manusia berinteraksi sekaligus belajar dari apa yang telah dilihatnya maupun dirasakannya. Lingkungan bisa bersifat fisik maupun sosial. Bagaimana kepribadian seseorang berkembang, bergantung interaksinya dengan lingkungan.

(4) Manusia bersifat unik

Manusia berbeda antara satu dengan lainnya. Manusia berbeda pula dalam pola tingkah lakunya. Individu dapat mengartikan situasi secara berbeda dari hasil belajarnya, dan akan mereaksi situasi berdasar atas hasil belajar yang ia peroleh dari hasil belajar sebelumnya.

(5) Manusia memiliki kebutuhan bawaan dan yang dipelajari

Manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan bawaan, khususnya kebutuhan fisiologis. Kebutuhan lainnya yang berkembang di kondisi lain akan lebih banyak dan kebutuhan itu akan juga dipelajari bagaimana pemenuhannya melalui pengalaman-pengalaman yg ada.

(6) Manusia bersifat reaktif

Pada dasarnya individu akan merespon atau akan bereaksi berperilaku ketika  terdapat  stimulus  dari  lingkungan. Dengan  demikian  manusia berkembang sesuai hukum-hukum belajar.

(7) Manusia dipengaruhi oleh aspek kognitifnya

Aspek kognitif turut menentukan pola tingkah laku individu. Hal ini dikemukakan bahwa perilaku individu bukan berasal hasil dari kondisi- kondisi bersyarat (conditional) belaka namun juga belajar dari sosial maupun proses kognitifnya.

b) Struktur Kepribadian 


Hakikat kepribadian menurut pendekatan behavior adalah tingkah laku. Selanjutnya diasumsikan bahwa tingkah laku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya yang berupa interaksi invidu dengan lingkungannya. Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya. Merujuk asumsi ini maka untuk memahami kepribadian manusia tidak lain adalah mempelajari dan memahami bagaimana terbentuknya suatu tingkah laku.

(1) Teori Pengkondisian Klasik

Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan fungsi dari stimulus. Eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap anjing telah menunjukkan bahwa  tingkah  laku  belajar  terjadi  karena  adanya asosiasi antara tingkah laku dengan lingkungannya. Belajar dengan asosiasi ini biasanya disebut classical conditioning. Pavlov mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua jenis, yaitu Unconditioning Stimulus  (UCS)  dan  Conditioning Stimulus  (CS). UCS adalah lingkungan yang secara alamiah menimbulkan respon tertentu yang disebut sebagai Unconditionting Respone (UCR), sedangkan CS tidak otomatis  menimbulkan respon bagi individu, kecuali  ada  pengkondisian tertentu.  Respon  yang  terjadi  akibat pengkondisian CS disebut Conditioning Respone (CR).

Dalam eksperimen tersebut ditemukan bahwa tingkah laku tertentu dapat terbentuk dengan suatu CR, dan UCR dapat memperkuat hubungan CS dengan CR. Hubungan CS dengan CR dapat saja terus berlangsung dan dipertahankan meskipun individu tidak disertai oleh UCS dan dalam keadaan lain asosiasi ini dapat melamah tanpa diikuti oleh UCS. 

Eksperimen yang dilakukan Pavlov ini dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan tingkah laku manusia. Gangguan tingkah laku neurosis khususnya gangguan kecemasan dan phobia banyak terjadi karena asosiasi antara stimulus dengan respon individu. Pada mulanya lingkungan yang menjadi sumber itu bersifat netral bagi individu, tetapi karene terkondisikan bersamaan dengan UCS tertentu, maka dapat memunculkan tingkah laku penyesuaian diri yang salah. Dalam pembentukan tingkah laku yang normal dapat terjadi dalam perilaku rajin belajar misalnya, yang terbentuk karena adanya asosiasi.

(2) Teori Pengkondisian Operan

Teori pengkondisian yang dikembangkan oleh  Skinner  ini menekankan pada peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi- konsekuensi yang mengikuti dari suatu tingkah laku. Menurut teori ini, tingkah laku individu terbentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh  konsekuensi  yang menyertainya.      Jika      konsekuensinya menyenangkan   (atau   dipandang― berharga) maka tingkah lakunya cenderung dipertahankan dan diulang. Konsekuensi yang tidak tidak menyenangkan  atau  berupa  pemberian hukuman, dalam  batas tertentu justru bisa memperkuat perilaku. 

Sebagai contoh, seorang anak yang melakukan sebuah pelanggaran, diberi hukuman oleh guru dengan dengan disuruh berdiri di depan kelas. Jika berdiri di depan kelas dipandang anak tersebut sebagai membanggakan, maka pada waktu yang akan datang anak justru akan mengulang melakukan pelanggaran tersebut. Dipertegas oleh Skinner bahwa tingkah laku operan sebagai tingkah laku belajar merupakan tingkah laku yang non reflektif, yang memiliki prinsip- prinsip yang lebih aktif dibandingkan dengan pengkondisian klasik.

(3) Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial pada konseling perilaku mendasarkan konsepnya atas tiga hal terpisah namun merupakan sistem pengatur yang saling berkaitan (Bandura dalam Rosjidan,  1988).  Tiga  sistem tersebut meliputi (a) peristiwa-peristiwa stimulus eksternal, (2) penguat eksternal, dan (3) proses perantara kognitif.

Asumsi dasar teori yang dikembangkan oleh Bandura ini adalah bahwa tingkah laku dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut dengan imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut dengan vicarious conditioning atau vicarious learning. Hal ini disebut sebagai peristiwa dan penguat eksternal. Tingkah laku yang terbentuk karena mencontoh langsung maupun mencontoh tidak langsung akan menjadi kuat kalau mendapat ganjaran (reinforcement). Paparan kerangka teori behavioral di atas menunjukkan bahwa tingkah laku yang tampak lebih diutamakan dibandingkan dengan sikap atau perasaan individu.

Dalam pendekatan belajar sosial, pengaruh peristiwa-peristiwa lingkunganpada tingkah laku sebagian besar ditentukan oleh proses- proses kognitif, yang mengatur pengaruh-pengaruh lingkungan apa yang diperhatikan, dirasakan maupun diinterpretasikan oleh individu. 

c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah


Tingkah laku bermasalah atau maladaptif muncul dan dipelajari oleh individu melalui interaksinya dengan lingkungan. Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavior dapat dijelaskan sebagai tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan (Sharf, 2004).

Tingkah  laku yang  salah  hakikatnya terbentu dari  cara  belajar  atau lingkungan yang salah. Hal ini berarti bahwa tingkah laku individu itu meskipun secara sosial adalah tidak tepat, dalam beberapa saat memperoleh ganjaran dari pihak tertentu. Dari cara demikian akhirnya tingkah laku yang tidak diharapkan secara sosial itu menguat pada diri individu. Pandangan ini mengimplikasikan bahwa tingkah laku yang salah dalam penyesuaian berbeda dengan tingkah laku normal. Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya, yaitu dipandang tidak wajar. Dengan kata lain, suatu tingkah laku dikatakan mengalami salah penyesuaian jika tidak memberikan kepuasan kepada individu atau pada akhirnya menyebabkan individu konflik dengan lingkungannya. Maka secara umum kriteria perilaku bermasalah atau maladaptif ketika individu bertingkah laku kurang atau tidak sesuai dengan norma yang ada dalam lingkungannya. Dengan demikian perilaku bermasalah bukan dilihat dari kacamata pengamat atau subyektifitas perorangan namun lebih melihat dari perspektif norma lingkungan.

Kepuasan individu terhadap tingkah lakunya bukanlah ukuran bahwa tingkah laku itu harus dipertahankan, karena ada kalanya tingkah laku itu dapat menimbulkan kesulitan di kemudian hari. Tingkah laku yang perlu dibentuk pada individu adalah tingkah laku yang bukan sekedar memperoleh kepuasan jangka pendek, tetapi tingkah laku yang tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan yang lebih luas, dan dalam jangka yang lebih panjang. Pendekatan konseling behavior memandang individu yang mengalami masalah sebagai adanya proses belajar yang salah dari lingkungan. Ini karena menurut pandangan behavior manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.

Pendekatan ini juga memandang bahwa seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Manusia mempunyai dorongan yang bersifat fisik, melalui social learning terbentuk motif, yang dengan motif ini individu didorong untuk mencapai tujuan. Respon itu diganjar, cenderung individu itu mengulang- ulangi. Dengan pengulangan ini  akan  terbentuk tingkah laku.  Pada  manusia cenderung akan mengambil stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang  salah dan  tidak  sesuai. Konsep utama dari behavior therapy ini adalah reinforcement, hal ini dapat merupakan ganjaran itu sendiri.


Isrofin, Binti. 2019. Modul 1 Asesmen Kebutuhan Peserta Didik dan Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sunawan, Ph.D. 2019. Modul 2 Materi Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sugiyo ; Amin Nurul Z. 2019. Modul 3 Perencanaan dan Evaluasi Layanan Bimbingan dan Konseling Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nugraheni Prafitra E. Modul 5 Strategi Layanan Responsif. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nugraheni  Prafitra  E.  Modul  5  Strategi  Layanan  Responsif.  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar