Konsep Dasar Konseling Realita


 a) Hakikat Manusia 

Pendekatan konseling realitas tidak meyakini bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh sesuatu dari luar dirinya atau lingkungan. Manusia terlahir dengan membawa kebutuhan dasar tertentu. Kemudian, melalui  kemampuan mengendalikan dirinya,  mereka  bertindak  untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.

Wubbolding (1995) merangkum pandangan konseling realitas tentang hakekat manusia sebagai berikut:

(1) Manusia  terlahir  dengan  lima  kebutuhan  dasar,  yaitu  kebutuhan bertahan (survival), kebutuhan mencintai dan memiliki (love and belonging), kebutuhan  kekuasaan (power), kebutuhan  kebebasan (freedom/independence), dan kebutuhan kesenangan (fun). Kebutuhan- kebutuhan tersebut bersifat universal. Pola pemenuhan kebutuhan tersebut unik pada setiap individu, tetapi kebutuhan tersebut merupakan sumber motivator bagi setiap individu.

(2) Perbedaan antara apa yang diinginkan dengan persepsi tentang apa yang diperoleh merupakan sumber utama dalam bertindak pada suatu peristiwa. Pandangan ini memberikan makna bahwa perilaku ditentukan oleh motivasi internal keinginan dan persepsi tentang yang diperoleh dan bukan motivasi eksternal sebagaimana yang diyakini oleh pandangan behavioral. Keinginan dan persepsi tentang yang diperoleh bukan berasal dari ketidaksadaran maupun pengalaman konflik di masa kanak-kanak melainkan sesuatu yang disadari. Keinginan dan persepsi tentang yang diperoleh merupakan pendorong terjadinya perilaku. 

(3) Semua  perilaku  manusia  dibentuk  oleh  tindakan  (acting),  pikiran (thinking), perasaan (feeling) dan kondisi fisiologis (physiology). Keempat hal pembentuk perilaku tersebut merupakan perilaku keseluruhan (total behavior). Ketika individu marah, misalnya, maka kemarahan tersebut terejawantahkan dalam tindakan memukul meja dan membentak; pikiran yang menganggap bahwa individu yang menjadi objek marah itu salah dan patut untuk dimarahi atau dihukum; perasaan marah, kesal dan kecewa yang meledak-ledak; dan kondisi fisiologis  yang berupa  wajah  memerah,  mata  melotot,  dan  detak jantung yang meningkat.

Perilaku manusia berasal dari dalam diri; karenanya manusia harus bertanggungjawab atas segala perilakunya. Manusia memiliki kemampuan untuk membuat pilihan. Melalui kemampuan memilih 

(4) manusia     dapat     menciptakan     perubahan     perilaku—perilaku keseluruhan (tindakan, pikiran, perasaan, dan fisiologis)—baik perubahan pada perilaku yang lebih efektif ataupun perilaku yang destruktit atau merusak. Hal yang melekat dengan kemampuan memilih adalah tanggung jawab. Pada setiap peristiwa, manusia dapat membuat pilihan dan pada saat yang sama juga dihadapkan pada tanggung jawab atas pilihan yang dibuatnya.

(1) Manusia  melihat  dunia  melalui  sistem  perseptual.  Manusia  tidak memiliki kapasitas ini untuk melihat kehidupan ini secara objektif atau apa adanya. Manusia hanya mampu mempersepsi kehidupan atau dunia. Pola persepsi tingkat rendah berupa pengenalan objek atau peristiwa, tetapi tidak membuat penilaian atas pengenalan tersebut. Pola persepsi tingkat tinggi berupa pemberian penilaian positif atau negatif atas suatu hal.

b) Struktur Kepribadian

Keseluruhan tindakan manusia pada dasarnya merupakan suatu bentuk upaya pemenuhan kebutuhan dasar. Suatu tindakan terkadang diarahkan untuk memenuhi satu macam kebutuhan dasar, terkadang diarahkan untuk memenuhi beberapa macam kebutuhan dasar sekaligus. Pergi makan di rumah makan ber’merk’, misalnya, tindakan tersebut seringkali tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan survivenya saja melainkan sering didasari keinginan memenuhi kebutuhan dasar lainnya.

Oleh karena individu selalu bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan pada dua identitas, yaitu identitas gagal dan identitas berhasil (Hansen, Stevic & Warner, 1982). Kecenderungan identitas berhasil maupun gagal dalam memenuhi kebutuhan dapat dilihat dari 3 kriteria, yaitu tanggung jawab (responsibility), realitas (reality), dan norma (right). 

Responsibility merupakan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Reality merupakan kesediaan individu untuk menerima konsekuensi logis dan alamiah dari suatu perilaku. Right merupakan nilai atau norma patokan sebagai pembanding untuk menentukan apakah suatu perilaku benar atau salah. Individu memiliki pola identitas berhasil jika dalam upaya memenuhi kebutuhan dasarnya senantiasa selaras dengan kriteria 3 R, tetapi jika tindakan individu melanggar kriteria 3 R maka dia memiliki pola identitas gagal. Identitas berhasil inilah yang biasanya berkembang pada individu yang adaptif. 

c.) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

Pendekatan konseling realita  meyakini bahwa tindakan manusia merupakan hasil dari pilihan yang dibuatnya. Implikasi dari pilihan adalah adannya konsekuensi. Oleh karena itu, ketika individu membuat pilihan maka diharapkan dia mampu membuat pilihan yang bertanggungjawab— kemampuan untuk memilih tindakan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya tanpa menghalangi orang lain untuk memenuhi kebutuhannya (Fall, Holden & Marquis, 2004). Seseorang yang berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan mencintainya, misalnya, diharapkan jangan sampai menghalangi kebutuhan orang yang dicintainya dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Jika mencintai membuat dia menghalangi orang lain memenuhi kebutuhan pribadinya maka  pilihan  yang  dibuat  untuk  memenuhi  kebutuhan mencintainya merupakan  pilihan  yang  tidak  dapat  dipertanggungjawabkan. Dalam kondisi inilah biasanya penyesuaian yang sehat sulit untuk dicapai.

Lebih tegasnya, jika dikaitkan identitas, maka individu memiliki kesehatan mental yang bagus kalau mereka mengembangkan identitas berhasil. Pribadi salah suai terjadi ketika individu tidak mampu mengarahkan perilakunya dalam memenuhi kebutuhannya berdasarkan prinsip tanggung jawab (responsibility), kenyataan (reality), dan norma (right) (Hansen, Stevic & Warner, 1982).


Isrofin, Binti. 2019. Modul 1 Asesmen Kebutuhan Peserta Didik dan Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sunawan, Ph.D. 2019. Modul 2 Materi Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sugiyo ; Amin Nurul Z. 2019. Modul 3 Perencanaan dan Evaluasi Layanan Bimbingan dan Konseling Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nugraheni Prafitra E. Modul 5 Strategi Layanan Responsif. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nugraheni  Prafitra  E.  Modul  5  Strategi  Layanan  Responsif.  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar