Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Penjajahan Jepang


Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Penjajahan Jepang


Jepang dengan mudah menguasai daerah-daerah di Asia Pasifik termasuk Indonesia karena beberap faktor, diantaranya Jepang telah berhasil menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika  Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941, Negeri-negeri induk (Inggris, Perancis, dan Belanda) sedang menghadapi peperangan di Eropa melawan Jerman, Bangsa - bangsa di Asia sangat percaya dengan semboyan Jepang (Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia, dan Jepang pelindung Asia) sehingga tidak memberi perlawanan. Bahkan, kehadiran Bala tentara Jepang disambut dengan suka cita karena  Jepang  dianggap  sebagai  “saudara  tua”  yang  akan membebaskan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan negara-negara Barat.

Di Indonesia, Jepang memperoleh kemajuan yang pesat. Diawali dengan menguasai Tarakan selanjutnya Jepang menguasai Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, Palembang, Batavia (Jakarta), Bogor terus ke Subang,dan terakhir Kalijati. Dalam waktu yang singkat Indonesia telah jatuh ke tangan Jepang. Penyerahan tanpa syarat oleh Letjen H. Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang Sekutu kepada Angkatan Perang Jepang di bawah pimpinan Letjen Hitosyi Imamura pada tanggal 8 Maret 1942  di  Kalijati  menandai  berakhirnya  kekuasaan  pemerintahan  Belanda  di Indonesia dan digantikan oleh kekuasaan Jepang.

Tentara Jepang yang dikenal dengan Bala Tentara Nippon adalah sebutan resmi pemerintah militer pada masa pemerintahan Jepang.Sejak tanggal 7 Maret 1942, tentara Jepang memegang kekuasaan militer dan segala kekuasaannya yang dipegang Gubernur Jendral masa Belanda. Kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh 2 angkatan perang, yaitu (1) Angkatan Darat (Rikugun), (2) Angkatan Laut (Kaigun). Angkatan perang tersebut memiliki kekuasaan masing- masing pada daerah yang dikuasi Jepang di Indonesia, yaitu: (1) Jawa dan Madura dengan pusatnya di Batavia di bawah kekuasaan Rikugun (tentara ke XVI), (2) Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi berada di bawah kekuasaan Rikugun (tentara ke XXV) (3) Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan Kaigun.

Untuk menarik simpati rakyat Indonesia, maka Jepang mendirikan organisasi- organisasi militer sebagai pengganti organisasi pergerakan nasional. Beberapa organisasi tersebut antara lain :

a.      Gerakan 3A

April   1942    gerakan    ini   dibentuk    oleh    Jepang    dengan    semboyan    : Nippon Pelidung Asia, Nippon Cahaya Asia  , Nippon Pemimpin Asia. Samsudin S.H dipilih untuk menjadi pemimpin. Pada masa ini Jepang  berupaya menghapus   pengaruh   Belanda   dan   sekutunya,   salah satunya dengan   cara melarang penggunaan bahasa Belanda dan memajukan penggunaan bahasa Jepang. Dalam hal pendidikan, model pendidikan Belanda ditinggalkan dengan menghilangkan sistem status sosial sebagai pemisah dalam pendidikan, antara priyayi dan masyarakat biasa disamakan. Maret 1943 gerakan ini dibubarkan karena tidak menarik simpati rakyat dan digantikan denganPutera.

b.      Putera

Gerakan 3 A dianggap tidak efektif sehingga dibubarkan. Pada bulan Maret 1943 pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir.Soekarno,Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Tujuannya memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia untuk membantu Jepang dalam Perang Asia Pasifik. Disinilah baru terlihat bahwa kalangan masyarakat dan tokoh Indonesia sadar akan tujuan akhir dari adanya pendudukan Jepang. Posisi Jepang yang semakin terdesak karena banyaknya kekalahan perang di Pasifik melawan sekutu. Putera kemudian menjadi   bumerang   bagi   Jepang,   karena   para   anggotanya   memiliki   rasa nasionalis  yang  tinggi.  Mulai  tahun1943 ini  kesadaran  masyarakat  Indonesia semakin terlihat. Mereka lebih bersifat lunak dan bersikap diplomatis terhadap Jepang, sehingga keberadaan Jepang dapat dimanfaatkan untuk mencapaikemerdekaan Indonesia dan mengusir imperialis dari Indonesia.

c.      PETA

Peta merupakan organisasi bentukan jepang yang terdiri dari pemuda Indonesia. Organisasi  ini  disebut  pula  Giyugun.  Mereka  mendapat  latihan  militer  dari Jepang. Tujuannya untuk memenuhi kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Ternyata perkembangan Peta sangat membantu Indonesia dalam meraih kemerdekaan melalui perjuangan  fisik.  Jenderal  Sudirman  dan  A.H  Nasution pernah sebagai pemimpin PETA. Pada tahun 1944, PETA dibubarkan karena terlalu bersifat nasional dan dianggap membahayakan.

d.      Badan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In)

Cuo Sangi In adalah suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaaan mengenai soal-soal politik, dan menyarankan  tindakan  yang perlu dilakukan  oleh  pemerintah  militer  Jepang.

e.      Jawa Hokokai

    Pada tahun 1944 Jenderal Kumakichi Harada menyatakan berdirinya organisasi Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Pendirian organisasi ini merupakan salah satu usulan dari Empat
Serangkai. Latar belakang pendirian Jawa Hokokai adalah alasan yang diajukan pemerintah Jepang bahwa dengan menghebatnya perang, rakyat perlu meningkatkan semangat lahir dan batin untuk menghadapi perang tersebut.
   Organisasi ini sangat berperan penting dalam pengerahan barangbarang dan padi. Bahkan, pertengahan tahun 1945 semua kegiatan pemerintah dalam bidang pengerahan dilaksanakan oleh organisasi ini. Semua potensi sosial ekonomi dimobilisasi melalui Jawa Hokokai untuk mencapai jumlah yang ditentukan guna memenangkan Perang Asia Timur Raya.

f.        Majelis Islam A‘la Indonesia (MIAI)

    Golongan nasionalis Islam mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang. Golongan ini memperoleh banyak kelonggaran/ keistimewaan dari pemerintah Jepang. Penyebabnya bahwa golongan ini sangat anti-Barat terutama dalam bidang agama dan ini memudahkan kerja sama dengan Jepang. Kemudahan itu diwujudkan dengan tetap diizinkannya satu organisasi Islam yang telah berdiri sejak tahun 1937, yaitu Majelis Islam A‘la Indonesia (MIAI) di bawah pimpinan K.H. Mas Mansyur.
    Latar belakang kerja sama MIAI dengan pemerintah Jepang ketika Jepang melontarkan janji untuk tetap menghargai Islam dan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan. Janji ini dikemukakan oleh para pemimpin Jepang seperti Jenderal Imamura dan Gunseikan Mayor Okasaki pada bulan Desember 1942. Pernyataan tersebut disambut baik oleh K.H. Mas Mansyur. Sejak itu MIAI bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang.
    Pada bulan Oktober 1943 pemerintah Jepang membubarkan MIAI karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan belum cukup memuaskan pemerintah Jepang. Sebagai penggantinya, dibentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada tanggal 22 November 1943 yang dipimpin K.H. Hasjim Asj’ari dengan wakil-wakil dari Muhammadiyah K.H. Mas Mansyur, K.H. Farid Ma’ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasjim, dan Kartosudarmo. Dari NU diwakili K.H. Naehruwi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar.
    Organisasi Islam baru ini kemudian turut mengambil bagian dalam pemerintahan. Ketua Masyumi, K.H. Hasjim Asj’ari ditempatkan sebagai penasihat Gunseikan. Dalam badan-badan pemerintahan Jepang seperti Chuo Sangi-In (Dewan Penasihat Pusat) maupun Syu Sangi-kai (Dewan Penasihat Daerah), banyak tokoh-tokoh Islam yang duduk sebagai anggota. Dalam Chuo Sangi-In, Islam diwakili oleh enam orang ulama dari 43 jumlah anggota keseluruhan di antaranya K.H. A. Salim, K.H. Wachid Hasyim (ketua NU), dan K.H. Fatchurrachman (ketua Muhammadiyah Jawa Timur).

f.   Organisasi-Organisasi Militer Bentukan Jepang

    Suatu korps pemuda yang bersifat semi militer (Seinendan) dibentuk pada bulan April 1943 untuk para pemuda yang berusia antara 14 dan 25 tahun (kemudian 22 tahun). Untuk para pemuda yang berusia 25–30 tahun dibentuklah suatu Korps Kewaspadaan (Keibodan) sebagai organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu. Pada pertengahan tahun 1943 dibentuklah Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang. Pada bulan Oktober 1943 Jepang membentuk organisasi pemuda Indonesia yang bernama PETA (Pembela Tanah Air). Organisasi ini merupakan suatu bentuk tentara sukarela Indonesia yang beranggotakan 37.000 orang di Jawa dan 20.000 orang di Sumatra (di wilayah ini PETA disebut Gyugun). Peta dibentuk sebagai pasukan gerilya pembantu guna melawan serbuan pihak Sekutu. Korps perwira PETA terdiri atas para pejabat, guru, kiai, dan bekas serdadu kolonial Belanda. Organisasi militer ini menerapkan disiplin yang sangat ketat. Namun, organisasi militer ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh orang-orang Indonesia yang duduk sebagai petinggi PETA untuk melakukan indoktrinasi ide-ide nasionalis Indonesia.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Sosial

Masa pendudukan Jepang adalah masa yang sangat singkat yaitu 3,5 tahun, namun telah menorehkan masa-masa kelam dalam perjalanan sejarah masyarakat Indonesia. Kehidupan sosial masyarakat sangat memperihatinkan, penderitaan masyarakat terjadi dimana-mana dan semakin bertambah, karena segala kegiatan masyarakat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Kondisi memprihatinkannya masyarakat Indonesia ketika zaman pendudukan Jepang, tidak terlepas dari kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan Jepang dalam bidang sosial, diantaranya :

1.   Masyarakat dijadikan romusha (kerja  paksa), sehingga banyak korban kelaparan  dan  terkena penyakit.

2. Pelaksanaan Kinrohosi, yaitu penyerahan bahan makanan rakyat secara besar-besaran untuk kepentingan militer Jepang. Akibatnya beras dan berbagai     bahan pangan petani dirampas Jepang untuk kepentingan militernya sehingga banyak masyarakat yang menderita kelaparan. 
 
3.   Pelaksanaan Jugun Ianfu, yaitu mempekerjakan para gadis dan perempuan sebagai wanita penghibur untuk pemuas nafsu militer Jepang. Banyak gadis dan perempuan yang ditipu oleh Jepang dengan dalih untuk bekerja sebagai perawat atau disekolahkan, tetapi ternyata hanya dipaksa untuk melayani para kompetai. Para gadis dan perempuan tersebut disekap dalam kamp-kamp yang tertutup sebagai wanita penghibur. 

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Ekonomi

Pada waktu Indonesia di bawah pendudukan Jepang, sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi perang. Saat itu Jepang merasa penting untuk menguasai sumber-sumber bahan mentah dari berbagai wilayah Indonesia. Tujuan Jepang melakukan itu, untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya.
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
a.    Kegiatan  ekonomi  diarahkan  untuk  kepentingan  perang  maka  seluruh
potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
b.    Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
c.    Pembatasan  produktivitas  tanaman  yang  tidak  menguntungkan  perang.
Masyarakat Indonesia diwajibkan untum menanam padi, pohon jarak, dan kapas, yang nilai jualnya tinggi dan memenuhi kebutuhan perang.
d.   Menerapkan   sistem   ekonomi   perang   dan   sistem   autarki   (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang dengan otoriter).
Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik
maupun material.
e. Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan  akan  kebutuhan  bahan-bahan  perang  makin  meningkat.  Untuk
mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan
pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk   pemerintah,   30%   untuk   lumbung   desa   dan   40%   menjadi   hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa. Sebagai perlawanan terhadap rasa lapar, telah memaksa bangsa Indonesia memakan keladi gatal, bekicot, umbi- umbian, batang pohon pisang, batang pohon pepaya, dan lain-lain.
Dari peraturan yang diberlakukan oleh Jepang mengakibatkan sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat
rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian
rakyat compang camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Budaya

Pada  awal  pendudukannya,  Jepang  bersikap  baik  dan  ramah  kepada  rakyat
Indonesia. Para pemimpin pergerakan yang ditawan Belanda, seperti Bung Karno, Hatta, dan Syahrir dibebaskan. Para pejabat Jepang mengatakan bahwa Indonesia dan Nippon adalah mitra sejajar. Mereka mengatakan bahwa Jepang tidak akan menjajah Indonesia. Bendera merah putih diperbolehkan dikibarkan berdampingan dengan dengan bendera Hinomaru, begitu juga lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan asalkan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo juga diperdengarkan. Sikap Jepang yang manis dan ramah itu ternyata hanya palsu belaka. Kenyataannya sikap dan tindakan Jepang mulai keras, kejam, dan semena mena dan menguras habis sumber daya alam, akibatnya rakyat mengalami penderitaan  yang  lebih  berat  daripada  zaman  penjajahan  Belanda.  Beberapa kebijakan yang dikeluarkan Jepang dalam bidang budaya adalah :

a. Menerapkan kebudayaan memberi hormat ke arah matahari terbit kepada rakyat Indonesi.   Dalam masyarakat Jepang, kaisar memiliki tempat tertinggi, karena diyakini sebagai keturunan Dewa Matahari. Untuk    itu,    Jepang berusaha menerapkan nilai- nilai kebudayaannya kepada bangsa Indonesia, dengan cara membungkukkan punggung dalam-dalam (seikerei) ke arah matahari terbit.  kebijakan ini sangat ditentang oleh masyarakat Indonesia terutama para ulama, karena ini sangat bertentangan dengan keyakinan bangsa Indonesia. Bisa kalian perhatikan gambar di samping (para ulama yang ditangkap karena menolak  melakukan  penyembahan terhadap dewa matahari

b. Pemerintahan   jepang mendirikan pusat kebudayaan yang  diberi  nama Keimin Bunkei Shidoso. Lembaga ini yang kemudian digunakan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan kegiatan para seniman agar karya-karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang 

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Militer

Perbedaan    antara    masa    penjajahan    sebelumnya    dengan    masa pendudukan Jepang adalah rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman
dan pelatihan militer mencakup dalam bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan bidang keamanan. Pelatihan militer yang diperoleh rakyat Indonesia adalah:
Dasar-dasar  militer  Baris  berbaris  Latihan  menggunakan  senjata  Organisasi militer  Latihan  perang  Melalui  propagandanya,  Jepang  berhasil  membujuk
penduduk untuk menghadapi Sekutu, namun karena posisinya makin terdesak dalam perang asia timur raya, jepang mengeluarkan kebijakan dibidang militer
dengan  membentuk  badan-badan  semimiliter  dan  militer.  Tujuannya  untuk membantu jepang menghadapi sekutu dalam perang asia timur raya.

a.    Organisasi militer

Organisasi militer yang dibentuk jepang adalah heiho dan peta.
1)   Heiho atau pembantu prajurit jepang
Heiho dibentuk pada bulan april 1945. Anggotanya adalah pemuda yang berusia  18-25  tahun  dengan  pendidikan  terendah  SD.  Heiho  adalah
wadah yang disediakan jepang untuk pemuda indonesia sebagai barisan
pembantu kesatuan angkatan perang dan merupakan bagian dari ketentaraan jepang. Heiho merupakan militer resmi.
2)   Peta atau pembela tanah air
Peta mula-mula dibentuk di wilayah kekuasaan tentara ke-16 di jawa dan madura. Peta dibentuk secara resmi pada tanggal 3 oktober 1943. Penanggung       jawab      dari       pendidikan       latihan-latihan       peta adalah Yanagawa. Peta berkembang tidak hanya dijawa, tetapi juga di luar jawa. Di sumatra, peta dikenal dengan sebutan Giyugun (prajurit sukarela). Ada keterangan yang menyebutkan bahwa pembentukan peta merupakan permintaan bangsa indonesia kepada jepang atas usul R. Gatot Mangkoepradja. Peta mempunyai tugas mempertahankan tanah air indonesia. Tokoh peta yang terkenal, antara lain soeprijadi, jenderal soedirman, dan jenderal gatot soebroto. 

b.    Organisai semimiliter

Organisasi semimiliter yang dibentuk jepang adalah suishintai, seinendan, keibodan, fujinkai, hizbullah, seinentai, dan gakutotai.
1)   Suishintai
Suishintai atau barisan pelopor dibentuk pada tanggal 1 november 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 september 1944. Barisan pelopor dipimpin oleh Ir.Soekarno, R.Pandji  Soeroso, Otto Iskandardinata, dan Dr. Boentaran Martoadmodjo. Pasca-kemerdekaan, organisasi ini dikenal dengan nama barisan banteng. Barisan pelopor merupakan organisasi pemuda pertama di masa penajajahan jepang yang dibimbing lansung oleh kaum nasionalis Indonesia.
2)   Keibodan
Keibodan atau barisan pembantu polisi dibentuk pada tanggal 29 april
1943. Tujuan pembentukan keibodan adalah untuk membantu tugas- tugas polisi, misalnya menjaga lalu lintas dan memelihara keamanan desa. Keobodan di sumatra terkenal dengan nama bogodan, sedangkan dikalimantan dikenal dengan nama borneo konan hokokudan. Pembentukan keibodan di peruntukkan bagi pemuda yang berusia 26-35 tahun.
3)   Seinendan
Seinendan atau barisan pemuda dibentuk pada tanggal 9 maret 1943. Organisasi  ini  dipersiapkan  untuk  mempertahankan  daerah  masing-
masing. Persyaratan untuk menjadi anggota seinendan adalah pemuda
26-35 tahun.
4)   Fujinkai
Fujinkai atau barisan wanita dibentuk pada bulan agustus 1943. Tujuan pembentukan  fujinkai  adalah  untuk  membantu  jepang  dalam  perang
menghadapi sekutu. Anggotanya adalah kaum wanita berusia 15 tahun
ke atas.
5)   Seinentai dan gakutotai
Untuk anak-anak SD dibentuk seinentai dan untuk anak-anak sekolah lanjutan dibentuk gakutotai. Diantara organisasi-organisasi semimiliter lainnya, gakutotai merupakan organisasi yang anggotanya paling kecil dalam hal usia.
6)   Hizbullah
Hizbullah dibentuk pada tanggal 15 december 1944. Hizbullah adalah pasukan sukarela atau pasukan cadangan yang beranggotakan pemuda
islam.  Organisasi  ini  diketuai  oleh  K.H.  Zainal  Arifin  dan  wakilnya
Mohammad Roem.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Pendidikan

Pendidikan yang dikembangkan oleh Jepang didasari oleh semangat pembebasan dan persamaan. Kebijakan ini juga menyebabkan terhapusnya diskriminasi sosial terhadap para pelajar pribumi yang sebelumnya diterapkan oleh Belanda. Sistem pendidikan zaman Jepang yang masih diterapkan oleh negara kita saat ini diantaranya adalah sistem belajar 12 tahun. Saat itu Jepang membuka Sekolah Umum yang terdiri dari Sekolah Rakyat (kokumin gakko) selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama selama 3 tahun dan Sekolah Menengah Atas selama 3 tahun. 

Jepang juga mengadakan pelatihan bagi para guru yang pesertanya diambil dari berbagai daerah. Dalam pelatihan tersebut, para peserta didoktrin dengan “Hakko Ichiu”. Ajaran ini berarti Delapan penjuru dunia dibawah satu atap. Dengan adanya ajaran ini bisa diartikan bahwa Jepang meyakinkan negaranya adalah sebagai pemimpin dalam suatu lingkungan. Setelah melakukan pelatihan, para peserta harus kembali ke daerahnya masing-masing untuk menyampaikan ilmu yang telah diperolehnya selama pelatihan.

Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan the Triple Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia Raya.
Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:
a.    Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;
b.    Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang;
c.    Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta
d.   Olaharaga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan.
Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah  untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini:
a.    Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi; 
b.    Mengibarkan  bendera  Jepang,  Hinomura  dan  menghormat  Kaisar  Jepang, Tenno Heika setiap pagi;
c. setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya;
d.   Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang;
e.    Melakukan latihan-latihan fisik dan militer;
f.     Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan. Bahasa
Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan.
Setelah menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain memaksa para guru untuk mentranslasikan buku- buku berbahasa asing kedalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol, maka sekolah swasta harus mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi kembali. Taman Siswa misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi Taman Tani, sementara Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini menyebabkan  terjadinya kemunduran  yang  luar biasa  bagi  dunia  pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya.

Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain: (1) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa
Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh
Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka; (2) Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
(3) Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar
seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin; (4) Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta; (4) Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan (5) Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU.


source : modul belajar mandiri pppk Pembelajaran 3. Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Kolonial, Pergerakan Nasional, Penjajahan Jepang hingga Kemerdekaan, kemdikbud
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar