Zaman praaksara Berdasarkan aspek Arkeologis


 Zaman praaksara merupakan  suatu periode dalam kehidupan manusia ketika mengenal  tulisan.  Pra aksara  berasal  dari kata pra dan aksara.  Pra artinya sebelum dan aksara artinya tulisan. Jadi pra aksara adalah  zaman pada saat manusia   belum  mengenal   tulisan.   Praaksara   disebut   juga  nirleka,   yaitu zaman  tidak  ada tulisan.  “Nir”  artinya  tidak  ada,  dan  “leka”  artinya  tulisan. Sedangkan  manusia  yang  hidup  pada  zaman  pra aksara  di sebut  dengan nama Manusia pra aksara atau manusia purba. 

Periodisasi Berdasarkan Arkeologisnya

Periodisasi secara arkeologis mendasar pada hasil-hasil temuan benda-benda peninggalan yang dihasilkan oleh manusia pra aksara serta hasil kebudayaan yang ditinggalkannya. Berdasarkan analisis hasil kebudayaan yang ditinggalkan, periode zaman pra aksara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu zaman batu dan zaman logam.

1)      Zaman Batu

Berdasarkan temuan benda benda yang ditinggalkan, pada zaman batu semua peralatan manusia kebanyakan dibuat dari batu. Menurut perkembangannya zaman batu dibedakan menjadi empat, yaitu :

(a)     Zaman Batu Tua (Paleolitikum)

Paleolithikum berasal dari  kata “Palaeo” yang artinya  tua, dan  “Lithos” yang artinya batu. Jadi zaman paleolithikumartinya zaman batu tua. Zaman ini berlangsung kurang lebih 600.000 tahun yang lalu. Kehidupan manusia masih sangat sederhana. Mereka hidup dengan nomaden atau berpindah-pindah. Mencari makanan dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Karena keadaan alam yang begitu berat maka perkembangan kehidupan mereka sangat lambat. Makanan yang mereka peroleh hanya dari hewan buruan dan mengumpulkan umbi-umbian serta buah-buahan. Alat yang digunakan pada zaman ini terbuat dari batu kasar dan masih belum diasah, misalnya  kapak perimbas,  kapak  genggam  dan  alat  serpih  yang  digunakan  untuk  menguliti hewan buruan, mengiris daging atau memotong umbi-umbian.

Pembuatan alat-alat dari batu tersebut diduga dilakukan oleh manusia jenis Pithecthropus dan hasil kebudayaannya disebut tradisi paleolithikum (batu tua). Kapak  perimbas  merupakan  temuan  yang  paling  menonjol  karena  hampir tersebar diseluruh Indonesia. Didaerah Kali Baksoka, Punung, Pacitan (Jawa Timur),  banyak  ditemukan  alat-alat  dari  batu  dalam  jumlah  besar     yang selanjutnya disebut budaya Pacitan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh G.H.R. Von Koenoigswald mulai tahun 1935, kemudian dilanjuthan oleh H.R. Van Heekern, Basuki, dan R.P. Soejo no tahun 1953-1954 menyimpulkan bahwa budaya Pacitan merupakan tingkat perkembangan budaya batu yang terawal di Indonesia dan terbanyak jumlahnya. Temuan sejenis ditemukan di Awang Bangkal (Kalimantan Timur), di Parigi dan Tambangsawah (Bengkulu), di Lahat, Kalianda (Sumatra Selatan),  di Maumere (Flores), di Cabbenge (Sulawesi Selatan), di Jampang Kulon (Sukabumi) dan di Sembiran  Trunyam (Bali).

(b)     Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)

Mesolithikum berasal dari kata “meso” yang artinya tengah, dan “lithos” yang artinya batu. Jadi zaman mesolithikumartinya zaman batu tengah. Hasil kebudayaan pada zaman batu tengah ini sedikit lebih maju di bandingkan zaman paleolithikum. Pada zaman ini manusia sudah mulai ada yang hidup menetap. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil peninggalan manusia berupa kebudayaan kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous roche. Kjokkenmoddinger berasal dari kata “kjokken” yang artinya dapur dan “modding” yang artinya sampah. Jadi kjokkenmoddinger merupakan timbunan sampah dari hasil sisa-sisa makanan berupa kulit kerang dan siput.  Kjokkenmoddinger ini banyak di temukan di sepanjang pantai Sumatra. Selain itu juga ditemukan kapak pendek, sejenis batu pipisan atau batu penggiling dan kapak genggam yang bentuknya lebih halus. Hasil pembuatannnya mengalami sudah berbeda dengan kapak genggam pada masa  paleolithikum.  Kapak ini di sebut dengan  istilah pebble atau kapak Sumatra.

Abris sous roche berasal dari kata “abris” yang artinya tinggal, “sous” artinya dalam dan “roche” yang artinya gua. Jadi kebudayaan abris sous roche adalah budaya tempat tinggal manusia pra aksara yang menempati gua-gua dataran tinggi untuk melindungi diri dari cuaca dan serangan hewan. Alat-lat yang di temukan berupa mata panah, flakes, batu pipisan, serta alat-lat dari tulang dan tanduk rusa. Kabudayaan Abris sous roche ini banyak di temukan di Sulawesi Selatan, Bojonegoro dan Besuki. 

(c)     Zaman Batu Muda (Neolitikum)

Nesolithikum berasal dari kata “neo” yang artinya baru, dan “lithos” yang artinya batu. Jadi zaman neolithikumartinya zaman batu muda. Zaman batu muda/neolitikum ini merupakan revolusi pada masa pra aksara. Telah terjadi perubahan yang mendasar pada corak kehidupan dan cara bertempat tinggal maupun peralatan hidupnya.
Pada   zaman   ini,  telah  mengenal  budaya   atau  tradisi  “mengupam”  atau mengasah alat-alat dari batu. Dengan alat-alat yang lebih maju tersebut hasil perburuan akan lebih mudah mereka dapatkan. Alat-alat yang diasah antara lain mata panah dari batu, mata tombak dari batu, beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung  persegi  adalah  alat  dari  batu  yang  sudah  diasah  dan  bentuknya menyerupai pacul atau cangkul. Fungsinya untuk menebang kayu dan mebuat perahu lesung. Perahu lesung terdiri dari batang kayu besar yang tengahnya dilubangi, menyerupai lesung yang dipakai untuk menumbuk padi didesa -desa pulau Jawa. Tempat penemuannya tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Sedangkan kapak lonjong berbentuk bulat telur. Ujung yang agak lancip dikaitkan dengan kayu dan ujung yang bulat diasah hingga tajam. Biasanya berasal dari batu  kali kehitaman yang sampai sekarang masih  dipergunakan  orang -orang suku pedalaman di Papua. Fungsi kapak lonjong ini,  sebagai alat “mengerjakan” kayu, alat-alat upacara dan benda wasiat. Mengerjakan dalam hal ini adalah sebuah  keterampilan  dalam  memotong,  membelah,  membentuk  kayu  untuk keperluan pertukangan, pertanian dan perhiasan. Sisa-sisa peninggalan kapak lonjong banyak ditemukan di Indonesia bagian timur.

(d)     Zaman Batu Besar (Megalitikum)

Disebut  zaman batu besar /megalitikum karena  hasil-hasil  kebudayaan  pada masa tersebut umumnya terbuat dari batu dalam ukuran  yang sangat besar. Pada  zaman ini, budaya pembuatan alat-alat dari batu  telah  bergeser untuk keperluan kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Mereka membuat bangunan-bangunan dari batu dalam ukuran besar. Kebudayaan tersebut diberi nama kebudayaan “megalitikum”. Adapun jenis-jenis bangunan megalitikum antara lain sebagai berikut: 

➢  Menhir

Menhir merupakan sebuah tugu yang dibuat dari batu utuh. Tugu ini ada yang dibuat dalam bentuk batu halus namun banyak juga yang masih kasar sebagaimana bentuk aslinya batu. Menhir didirikan untuk menghormati arwah nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
Gambar.Bangunan Menhir

Gambar.Bangunan Menhir

Sumber : https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Menhir_Champ-Dolent.jpg

➢  Dolmen

Dolmen adalah bangunan yang berbentuk meja dan terbuat dari batu besar. Pada keempat sisinya terdapat kaki meja yang terbuat dari batu juga. Fungsi dari Dolmen  adalah  untuk  peletakan  sesaji  guna memuja  arwah  nenek  moyang. Banyak ditemukan di Kabupaten Bondowoso dan Sumatra Selatan. 

Gambar.Bangunan Dolmen


Gambar.Bangunan Dolmen
Sumber : http://www.keyword-suggestions.com/ZG9sbWVu/

➢    Sarkofagus

Sarkofagus adalah bangunan berbentuk seperti lesung tertutup yang terbuat dari batu besar. Bangunan sarkofagus terdiri dari dua bagian yaitu wadah dan tutupnya. Fungsi sarkofagus adalah untuk menyimpan mayat (peti mati) dan keperluan upacara-upacara persemayaman. Peninggalan ini banyak ditemukan di Bali dan dikeramatkan.
Gambar.Bangunan Sarkofagus

Gambar.Bangunan Sarkofagus

Sumber : http://mbahware.blogspot.co.id/2010/11/sarkofagus-gunung-arjuna-sebuah.html

➢    Kubur Batu

Kubur batu adalah bangunan yang terbuat dari kepingan-kepingan batu (seperti peti atau kotak yang terbuat dari batu), dan biasanya terdiri dari empat buah papan batu atau lebih. Fungsi Kubur Batu adalah untuk menguburkan mayat atau peti  mayat.  Bangunan  ini  banyak  ditemukan  di  Kuningan  Jawa  Barat  dan Sumatra Tengah.

Gambar.Bangunan Kubur Batu

Gambar.Bangunan Kubur Batu

Sumber : http://www.panoramio.com/photo/48055363

➢    Punden Berundak

Bangunan punden berundak adalah banguan yang terbuat dari batu bersusun atau bertingkat. Bangunan ini berfungsi untuk tempat pemujaan dan kadan g- kadang ditengahnya terdapat bangunan menhir. Bangunan punden berundak ini merupakan ciri khas budaya asli bangsa Indonesia. Pada perkembangan budaya Hindu  –  Budha,  ciri  khas  punden  berundak  masih  sangat  nampak  pada bangunan candi-candi agama Hindu Budha. Sehingga tidak heran jika banyak dijumpai  candi  Hindhu  Budha  dengan  struktur  bangunan  berundak-undak sebagai tempat tertinggi dan suci.Bahkan pada masa Islam, bangunan punden berundak masih nampak pada banguan masjid-masjid Islam kuno, yaitu atap masjid berbentuk tumpang (berundak-undak). Pada bangunan Masjid Kudus dan Cirebon,  nampak menara  (atap) masjid  yang berbentuk tumpang  (berundak- undak). Contoh bangunan tersebut merupakan bentuk   akulturasi budaya atau perpaduan antara budaya asli Indonesia dengan budaya Islam. Di masjid-masjid kuno di Indonesia banyak pula dijumpai tempat cuci kaki menyerupai “patirtan” pada  candi-candi  Hindu  serta  bentuk-bentuk  pintu  masuk  yang  menyerupai candi.

Gambar.Punden berundak-undak.

Gambar.Punden berundak-undak.

Sumber: http://www.sridianti.com/peninggalan-budaya-megalitikum.html

2)      Zaman Logam

Pada zaman logam, penggunaan peralatan tidak hanya terbuat dari batu, namun mereka sudah memiliki kemmpuan untuk membuat peralatan dari logam. Oleh sebab  itu  zaman  ini  di  sebut  zaman  logam.  Dengan  munculnya  pembuatan benda-benda dari logam, maka zaman batu mulai berangsur angsur hilang dan berkembanglah zaman logam.  

Zaman  logam  ini  juga  biasa  di sebut dengan zaman “perundagian”. Menurut R.P. Soejono kata perundagian berasal dari bahasa Bali yaitu “undagi” yang artinya seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampah dan batu. Maka zaman perundagian dalam  hal ini dapat diartikan  sebagai zaman  pada  saat manusia sudah mulai mempunyai keahlian tentang teknik pembuatan atau pengecoran bahan-bahan dari logam.

Bahkan pada perkembangan lebih lanjut mereka telah mengenal pengecoran logam dan membuat alat-alat dari logam besi dan perunggu. Dengan melebur besi atau perunggu dengan api maka mereka mampu mencetak beberapa campuran besi dan perunggu. Ada beberapa teknologi untuk membuat barang- barang  dari  logam,yaitu  teknik  tempa,  teknik  a  cire  perdue(cetak  lilin/cetak hilang), dan teknik bivalve (setangkup/cetak ulang). Cetak acire perdue bersifat sekali  pakai  sedangkan  cetak  bivalve  dapatdigunakan  berulang  ulang. Teknik tempa digunakan lebih banyak untuk menempa logam besi karena teksturnya yang keras dan tahan api. Teknik tempa ini merupakan teknik sederhana yang digunakan manusia pra aksara pada zaman logam. Namun teknik tempa ini akan berkembang pesat pada saat zaman kerajaan karena untuk keperluan peralatan perang dan pertanian.

Menurut  perkembangannya  zaman  logam  di  bagi  menjadi  tiga  zaman,  yaitu zaman perunggu, zaman tembaga dan zaman besi. Karena dari berbagai wilayah Indonesia tidak diketemukan alat alat peninggalan dari tembaga, maka di Indonesia tidak mengenal zaman tembaga dan hanya mengenal dua zaman yaitu zaman perunggu dan zaman besi.

a)      Zaman Perunggu

Disebut dengan zaman perunggu karena pada zaman ini dihasilkan peralatan kehidupan yang dibuat dari perunggu.Peralatan kehidupan yang dihasilkan pada zaman perunggu ini anatara lain kapak perunggu/kapak corong, nekara, bejana perunggu,  perhiasan  dan  arca  perunggu.  Kapak  perunggu  banyak  disebut sebagai kapak corong karena kapak ini bentuknya seperti corong. Kapak ini terbuat dari logam perunggu, bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah, dan pada bagian dalam corong dimasukan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Sering pula disebut dengan kapak sepatu karena hampir mirip dengan sepatu.

Fungsinya sama seperti kapak kapak pada umumnya, yaitu untuk memotong kayu.  Namun untuk  kapak ukuran  kecil  biasanya  digunakan  sebagai  bentuk perhiasan dan alat-alat upacara. Kapak corong banyak di temukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan sekitar Danau Sentani Irian Jaya. Ukuran kapak corong beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, ada yang besar memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada pula yang panjang satu sisinya. Kapak corong yang panjang satu sisinya disebut candrasa.

Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Benda ini memiliki nilai seni yang tinggi, terdapat  pola hias  yang  beraneka  ragam. Pola hiasnya  yaitu  pola  binatang, geometrik, gambar  burung, gambar  gajah,  gambar  ikan  laut,  gambar  kijang, gambar harimau dan juga gambar manusia. 

Nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang disebut moko. Nekara perunggu dan moko banyak di temukan di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau sangean dekat Sumbawa, Pulau Roti, Leti, Selayar, Flores, Solor, Kepulauan Kei dan Irian. Bejana perunggu berbentuk seperti kepis (wadah ikan pada pemancing) dengan pola hias pilin anyaman berganda pada sisi luar dan berbentuk huruf L. Alat ini telah ditemukan di Kerinci (Jambi) dan Asemjaran, Sampang, Madura (Jawa Timur).

Perhiasan  dari  perunggu  berupa  gelang,  gelang  kaki,  anting-anting,  kalung, cincin, dan mainan kalung. Benda-benda tersebut pada umunya tidak diberi pola hias. Ada beberapa yang diberi pola hias, seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ada pula cincin yang sangat kecil yang tidak bisa dimasukan ke dalam jari anak-anak dan berfungsi sebagai alat tukar.Tempat-tempat ditemukannya benda-benda perhiasan, antara lain di Bogor, Malang, dan Bali.

b)     Zaman Tembaga

Indonesia  tidak mengalami  zaman  tembaga.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  tidak ditemukannya peninggalan-peninggalan benda tembaga purba di Indonesia. Setelah zaman perunggu, bangsa Indonesia langsung memasuki zaman besi.

c)      Zaman Besi

Kebudayaan besi banyak menghasilkan benda yang berupa peralatan hidup dan senjata. Peralatan besi sangat jarang ditemukan. Hal ini karena besi mudah berkarat dan telah hancur ketika ditemukan. Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggusebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.. Zaman besi menghasilkan benda-benda peralatan hidup dan senjata seperti: tombak, mata panah, sabit,mata pisau,kapak,pedang dan mata bajak. Benda-benda besi ditemukan di  Bogor, Besuki, Punung  Jawa Timur dan  daerah  Gunung  Kidul Yogyakarta.

Mata tombak ternyata diciptakan jauh lebih lama daripada yang diduga.Alat tersebut diciptakan sejak sekitar 500.000 tahun lalu, 200.000 tahun lebih tua dari dugaan. Hasil riset mengungkapkan,mata tombak dikembangkan untuk mengefektifkan fungsi tombak dalam membunuh.Spesies manusia neanderthals dan homo sapiens memiliki keahlian membuat mata tombak pada zaman berikutnya karena kemampuan yang diturunkan dari nenek moyang sebelumnya. Dari bentuk patahan dan pola kerusakan yang ada pada artefak, peneliti yakin bahwa mata tombak itu berasal dari masa 500.000 tahun lalu.

Mata Panah memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai alat untuk menangkap ikan. Terbuat dari batu serpih, tulang, dan kemunginan besar juga kayu yang diruncing bagian ujungnya dan dibuat bergerigi pada bagian pinggirnya.Jadi memiliki bentuk yang berbeda dengan mata panah untuk berburu.Banyak ditemukan di dalam gu-gua yang ada di daerah patai atau sungai. Mata Sabit, digunakan untuk menyabit tumbuh-tumbuhan

Pisau ialah alat yang digunakan untuk memotong sebuah benda.Pisau terdiri dari dua  bagian utama, yaitu bilah pisau dan gagang atau  pegangan pisau.Bilah pisau terbuat dari logam pipih yang tepinya dibuat tajam. Tepi yang tajam ini disebut mata pisau.Pegangan pisau umumnya berbentuk memanjang agar dapat digenggam dengan tangan. Bentuk umum pisau mirip dengan pedang, bedanya adalah bahwa bilah pedang lebih panjang daripada bilah pisau . Bila pisau terlalu kecil untuk memotong sesuatu, gergaji atau kapak diperlukan untuk membantu peralatan tersebut.

Kapak besi atau kadang disebut dengan kampak adalah sebuah alat yang biasanya terbuat dari logam  yang diikat pada sebuah  tangkai,  dan biasanya tangkainya terbuat dari kayu. Kapak adalah salah satu alat manusia yang sudah sangat tua usianya, sama umurnya dengan saat manusia pertama kali membuat alat dari batu dan kayu. Hanya bedaya jiak kapak tersebut di buat zaman batu maka kapak terbuat dari batu. Namun kiaika pada zaman besi ini maka kapak terbuat dari besi.Kapak sangat berguna dan penggunaannya cukup luas dimulai dari sebagai perkakas pemotong kayu sampai sebagai senjata perang.

Pedang adalah sejenis senjata tajam yang memiliki bilah panjang.Pedang dapat memiliki dua sisi tajam atau hanya satu sisi tajam saja.Di beberapa kebudayaan jika dibandingkan senjata lainnya, pedang biasanya memiliki prestise lebih atau paling tinggi. Bilah pedang biasanya dibuat dari logam keras seperti besi atau baja.Meski begitu terdapat pedang dari emas yang digunakan sebagai hiasan saja.Untuk keperluan perkakas rumah tangga, manusia pra aksara pada zaman besi masih menggunakan gerabah dari tanah liat. Budaya gerabah dari tanah liat ini rupanya tidak tergeser oleh alat-alat dari bahan logam. Namun dalam perkembangannya, pembuatan tanah liat menjadi lebih halus dan berkembang dalam  bentuk  gerabah  dan  perhiasan  manik-manik.  Peralatan  gerabah  dan manik-manik banyak ditemukan di Bali, Jawa Barat, Pulau Sumba, Sulawesi Selatan dan Sampung kabupaten Ponorogo Jawa Timur.



source: modul belajar mandiri pppk IPS Sejarah,Pembelajaran 1. Kehidupan Ma syarakat Indonesia pada Masa Pra-aksara, Kemdikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar