Hewan Aselomata : Apa Itu Aselomata ?


Apa Itu Hewan Aselomata? 

Aselomata, yaitu hewan yang belum mempunyai rongga tubuh, artinya tubuhnya padat tanpa rongga antara usus dan tubuh terluar. Pada hewan semacam ini mesoderm membentuk struktur yang kompak sehingga selom (rongga tubuh) tidak terbentuk. Contoh Aselomata, yaitu Platyhelminthes atau cacing pipih

Aselomata mewakili satu percabangan awal hewan bersimetri bilateral, aselomata tidak memiliki rongga tubuh, yaitu ruang antara dinding tubuh dan saluran pencernaan. Aselomata mewakili beberapa perkembangan evolusi dibandingkan dengan hewan radiata. Sama dengan semua hewan bilateral, aselomata adalah tripoblastik (memiliki ektoderm, mesoderm, dan endoderm). Sebagai hewan bilateral, aselomata menunjukkan pergerakan maju ke depan dan sefalisasi dalam sejumlah tingkatan.

Terdapat sekitar 20,000 species cacing pipih yang hidup di habitat air laut, air tawar, dan daratan yang lembap. Selain memiliki banyak bentuk yang hidup bebas, cacing pipih meliputi banyak pula spesies parasit, seperti cacing pipih dan cacing pita. Cacing pipih disebut demikian karena tubuhnya tipis di antara permukaan dorsal dan ventral (yang pipih secara dorsoventral; platyhelminth artinya “cacing pipih”). Ukurannya berkisar antara spesies hidup bebas yang mikroskopis hingga cacing pita yang panjangnya lebih dari 20 meter.

Lapisan embrionik ketiga, mesoderm, memberikan sumbangan kepada perkembangan organ yang lebih kompleks dan sistem organ, dan jaringan otot sejati. Dengan demikian, cacing pipih secara struktural lebih kompleks dibandingkan dengan hewan Cnidarian atau Ctenophora. Namun demikian, sama dengan hewan radiata, cacing pipih memiliki suatu rongga gastrovaskuler dengan hanya satu bukaan. Cacing pita sama sekali tidak memiliki keseluruhan saluran pencernaan dan menyerap nutrientmelalui permukaan tubuhnya


4 Kelas Cacing pipih 

Cacing pipih dibagi ke dalam 4 kelas: Turbellaria (yang sebagaian besar adalah cacing pipih yang hidup bebas), Monogenea, Trematoda (atau fluke), dan Cestoidea (Cacing pita). Cacing pipih parasit (terutama Monogenea, Trematoda, dan Cacing pita) terkenal karena penyakit yang disebabkan oleh beberapa species yang tergolong cacing pipih, dan banyak cacing pipih memainkan peranan penting dalam struktur dan fungsi ekosistem. Berikut disajikan tabel tentang kelas-kelas pada Filum Platyheminthes. 

Tabel   Kelas-kelas Filum Platyhelmithes

Kelas daContoh

Karakteristik Utama

Contoh

Turbellari(sebagian besar adalah cacing pipih yang hidup bebas; misalnyDugesia)

Sebagian  besar  adalah hewan laut, beberapa hidup di air tawar, hanya sedikit yang hidup di darat: predator dan pemakan bangkai; permukaan tubuh bersilia

 

 

Dugesitigrina

Monogenea

Parasit laut dan air tawar: sebagian besar menginfeksi permukaan eksternal ikan; sejarah hidup sederhana; larva bersilia, memulai infeksi pada inang


 

Monogenea

Trematoda    (disebut juga cacing fluke)

Parasit, hampir selalu pada vertebrata; dua penghisap menempel pada inang; sebagian besar sejarah hidup melibatkan inang perantara

 


Cacing fluke

Cestoidea      (cacing pita)

Parasit vertebrata; skoleks yang bertaut dengan inang; proglotid menghasilkan telur dan pecah setelah fertilisasi; tidak ada kepala atau sistem pencernaan; sejarah hidup dengan satu atau lebih inang perantara.


 

Cacing pita

1)        Kelas Turbellaria

Hampir semua Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai planaria, berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak terpolusi. Planaria adalah karnivora yang memangsa hewan lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga gastrovaskuler mengedarkan makanan ke seluruh tubuh hewan tersebut.Buangan bernitrogen dalam bentuk ammonia akan berdifusi secara langsung dari sel-sel ke dalam air di sekitarnya. Cacing pipih juga memiliki perkakas ekskretoris yang relatif sederhana  yang  terutama  berfungsi  untuk  mempertahankan  keseimbangan 

Planaria bergerak menggunakan silia pada epidermis ventral, bergeser di sepanjang lapisan lendir tipis yang mereka sekresikan sendiri. Beberapa cacing Turbellaria juga menggunakan ototnya untuk berenang melalui air dengan gerakan yang mengombak naik turun.Seekor planaria memiliki kepala (atau tersefalisasi) dengan sepanjang bintik mata yang mendeteksi cahaya dan penjuluran lateral yang berfungsi terutama untuk penciuman. Sistem saraf planaria lebih kompleks dan lebih terpusat dibandingkan dengan sistem jaringan saraf hewan Cnidaria. Planaria dapat belajar memodifikasi responsnya terhadap stimuli. Planaria dapat berproduksi secara aseksual melalui regenerasi. Induknya akan menyempit di bagian tengah, dan masing-masing paruhan beregenerasi untuk mengganti ujung yang hilang. Reproduksi seksual juga terjadi. Meskipun planaria juga adalah hermaprodit, pasangan kawin yang berkopulasi mengadakan pembuahan silang.

osmoticantara hewan tersebut dan lingkungan sekitarnya. Sistem ini terdiri atas sel-sel bersilia yang disebut dengan sel api atau flame cell yang mengalirkan cairan melalui saluran bercabang yang membuka ke bagian luar. Evolusi struktur osmoregulatoris merupakan faktor utama yang memungkinkan beberapa cacing Turbellaria memasuki ekosistem air tawar dan bahkan lingkungan darat yang lembap.

Gambar   Struktur dan regenerasi pada Planaria
Gambar   Struktur dan regenerasi pada Planaria
(Campbell, Reece & Mitchell, 2003) 

2)        Kelas Monogenea dan Trematoda

Monogenea dan Trematoda (sering disebut fluke) hidup sebaga parasit di dalam atau pada hewan lain. Banyak di antaranya memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke organ internal atau permukaan luar inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu melindungi parasit itu. Organ reproduksi mengisi hampir keseluruhan bagian interior cacing ini. 

Sebagai suatu kelompok, cacing Trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya pergiliran tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang perantara atau intermedia tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang  terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat  cacing  dewasa hidup. Sebagai contoh, Trematoda yang memparasiti manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya di dalam bekicot. Sekitar 200 juta penduduk di seluruh dunia yag terinfeksi fluke darah (Schistosoma) menderita nyeri badan, anemia, dan disentri. 

Gambar Fluke darah (Schistosoma)

Gambar Fluke darah (Schistosoma)
(Campbell, Reece & Mitchell, 2003)

Sebagian besar  dari  Monogenea adalah  parasit  eksternal  pada  ikan.  Siklus hidupnya relatif sederhana, dengan larva bersilia dan berenang bebas yang memulai suatu infeksi pada inang. Meskipun Monogenea secara tradisional telah disejajarkan dengan Trematoda, beberapa bukti-bukti struktural dan kimiawi menyarankan bahwa mereka lebih dekat hubungannya dengan cacing pita.

3)        Kelas Cestoidea

Cacing pita (Kelas Cestoidea) juga merupakan parasit. Hewan dewasa sebagian besar hidup pada vertebrata, termasuk manusia. Kepala cacing pita, atau skoleks, dipersenjatai dengan penghisap dan seringkali dengan kait sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan intestinal inang. Ke arah posterior dari skoleks adalah pita panjang serangkaian unit-unit yang disebut proglotid, yang sedikit lebih besar dari kantung organ kelamin. Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pita menyerap makanan yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang. 

Proglotid dewasa, yang dipenuhi dengan ribuan telur, dibebaskan dari ujung posterior cacing pita dewasa dan meninggalkan tubuh inang bersama feses. Dalam salah satu jenis siklus hidup, feses manusia mengkontaminasi makanan atau air inang perantara, seperti babi atau sapi, dan telur cacing pita itu berkembang menjadi larva yang terbungkus dalam sista dalam otot hewan itu. Manusia dapat terinfeksi larva dengan cara memakan daging yang kurang matang dan terkontaminasi dengan sista, dan cacing itu berkembang menjadi dewasa di dalam tubuh manusia. Cacing pita besar, yang panjangnya dapat mencapai 20 m atau lebih, bisa menyebabkan penyumbatan usus dan dapat mengambil cukup banyak nutrien dari inang manusianya untuk dapat menyebabkan defisiensi nutrisi. 


sumber: modul belajar mandiri pppk ipa biologi , Pembelajaran 2. Keanekaragaman Makhluk Hidup dan Ekologi, Kemdikbud
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar