Faktor Penunjang Keterampilan Berbicara


Faktor Penunjang Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu penguasaan kebahasaan dan non ebahasaan. Kedua faktor tersebut akan dijelaskan berikut ini.

1) Faktor Kebahasaan

Keefektifan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebahasaan yang dikuasainya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: ketepatan ucapan (tata bunyi), penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan kalimat efektif.

a) Ketepatan Ucapan (Tata Bunyi). Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat tersebut juga dapat menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. 

Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh. Pengucapan kata-kata harus jelas terdengar. Untuk itu, gerakan alat-alat ucap terutama lidah, bibir, dan gigi harus leluasa. Gerakan yang tertahan akan mengakibatkan suara yang keluar tidak normal, sehingga kurang jelas terdengar. Demikian juga, volume suara harus sesuai, jangan terlalu lemah dan jangan terlalu keras. Kalau menggunakan pengeras suara, volumenya harus diatur sesuai  dengan  luasnya  ruang  dan  banyaknya peserta.  

Dalam  hubungannya dengan olah suara atau tata bunyi ini, Pringgawidagda (2003:9) menyampaikan hal-hal yang harus diperhatikan berikut ini.   (1)   Logat baku tidak bercampur dengan dialek tak baku. (2) Lafal harus jelas dan tegas. (3) Nafas yang kuat agar dapat menguraikan kalimat yang cukup panjang atau tidak terputus dalam wicara. (4) Tempo (cepat lambat suara) dan dinamik (intonasi, tekanan, aksen) suara. (5) Penghayatan, berbicara  memerlukan penjiwaan  agar  sesuai  dengan tuntutan situasi dan kondisi.

b) Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi. Kesesuaian penempatan atau penggunaan tekanan, nada, sendi, atau tempo dan durasi akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pendengar. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Kesalahan dalam penempatan hal-hal tersebut berakibat pada kurang jelasnya isi dan  pesan  pembicaraan yang  ingin  disampaikan kepada  lawan  bicara.  Jika penyampaian materi  pembicaraan  datar  saja,  hampir  dapat  dipastikan  akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.

c)  Pilihan  Kata  (Diksi).  Variasi    pemakaian bahasa  dipengaruhi oleh  situasi pembicaraan. Bentuk variasi itu dapat dilihat lewat perwujudan lafal, ejaan, pilihan kata, dan tata kalimat.  Faktor penting yang berpengaruh terhadap pilihan kata adalah sikap pembicara, yakni sikap yang berkenaan dengan umur dan kedudukan lawan bicara yang dituju, permasalahan yang disampaikan, dan tujuan informasinya. Pemilihan kata-kata yang tepat berarti bahwa kata-kata yang digunakan harus sesuai dengan kepribadian komunikator, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi komunikasi. Penggunaan kata-kata dalam pidato pertemuan resmi akan berbeda dengan kata-kata yang digunakan dalam pidato pertemuan tidak resmi atau informal. Untuk memperoleh ketepatan dalam penggunaan kata- kata, pembicara perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut: (1) Hindari kata-kata klise. (2) Gunakan bahasa pasaran secara hati-hati. (3) Hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut. (4) Hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan. (5) Jangan menggunakan penjulukan. (6) Jangan menggunakan eufemisme yang berlebih-lebihan. 

Selain harus tepat dan jelas, kata-kata yang digunakan oleh seorang pembicara juga harus menarik, harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup, menarik perhatian para pendengarnya. Untuk dapat menggunakan kata-kata yang menarik, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut ini. (1) Pilihlah kata-kata yang menyentuh langsung diri khalayak. (2) Gunakan kata berona, yaitu kata-kata yang dapat melukiskan sikap dan perasaan, atau keadaan. (4) Gunakan bahasa yang figuratif, yaitu bahasa yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang indah (gaya bahasa). (5) Gunakan kata-kata tindak (action words), dengan cara menggunakan kata-kata aktif.

d)   Kalimat Efektif, Berpidato pada hakikatnya adalah menyampaikan kalimat- kalimat. Kalimat terdiri ataas kata-kata yang mengandung pengertian. Setiap gagasan, pikiran, konsep, ataupun perasaan seseorang pada dasarnya akan disampaikan kepada orang lain dalam bentuk kalimat-kalimat. Segala pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pembicara akan dapat diterima dengan baik oleh pendengarnya apabila disampaikan dengan kalimat-kalimat yang benar, baik, dan tepat.

2) Faktor Non Kebahasaan

Faktor-faktor yang termasuk faktor nonkebahasaan adalah (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2) kontak mata atau pandangan harus diarahkan kepada audien atau khalayak pendengar, (3)  gerak-gerik dan mimik yang  tepat, (4) kenyaringan suara, (5) kelancaran, dan (6) relevansi atau penalaran.

a) Sikap yang wajar dan tenang.   Kesan pertama dalam berbicara itu sangat menentukan keberhasilan dalam proses pembicaraan berikutnya. Untuk itu, dalam berbicara seorang pembicara harus dapat bersikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Sikap dalam berpidato sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang ada pada saat seseorang melakukan pembicaraan atau menyampaikan pesan dalam pidato. 

Dengan sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku dapat menambah kepercayaan pendengar kepada pembicara. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku akan timbul dalam praktik berbicara salah satunya disebabkan oleh penguasaan materi berbicara oleh pembicara. Kalau seorang pembicara tidak atau kurang siap dengan materi pembicaraan yang akan disampaikan maka akan timbul sikap-sikap yang kurang wajar dalam dirinya pada saat berbicara Selain penguasaan terhadap materi pembicaraan, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kesiapan dan latihan yang cukup.

b) Melakukan kontak mata dengan audiens. Melihat audiens secara sekilas sangat penting saat pidato. Pandangan kita terhadap audiens harus merata ke seluruh ruangan. Berikan pandangan positif dan penuh semangat agar audiens konsentrasi terhadap apa yang kita sampaikan.

c) Gerak dan mimic. Gerak gerik dan mimik yang tepat dalam sebuah pidato dapat mendukung dan memperjelas isi pesan yang akan disampaikan. Akan tetapi gerak-gerik dan mimik ini akan menjadi gangguan dalam berpidato apabila dilakukan secara berlebihan. Gerak-gerik berkaitan dengan penggunaan anggota badan untuk memperjelas pesan yang akan disampaikan. Gerak-gerik dalam berpidato atau berkomunikasi antara lain adalah: anggukan dan gelengan kepala, mengangkat tangan, mengangkat bahu, menuding, mengangkat ibu jari, menuding, sikap  berdiri,  daan  sebagainya. Mimik  harus  disesuaikan dengan perasaan hati yang terkandung dalam isi pesan pembicaraan yang dilakukan. Mimik adalah ekspresi wajah yang berhubungan dengan perasaan yang terkandung dalam hati. Agar pembicaraan dapat menyenangkan usahakan mimik yang menarik dan memikat, salah satunya dengan banyak tersenyum.

d) Kenyaringan suara. Tingkat kenyaringan suara ini tentunya juga disesuaikan dengan situasi, jumlah pendengar, tempat, dan akustik. Yang penting, ketika berpidato, pendengar dapat menerima suara pembicara dengan jelas dan enak didengar di telinga. Suara yang digunakan tidak terlalu keras atau terlalu pelan. Ketika berbicara dengan mikrofon, maka jangan sampai mikrofon tersebut terlalu dekat dengan mulut, karena suara yang dihasilkannya akan kurang baik dan tidak nyaman didengarkan.

e) Kelancaran. Kelancaran dalam berpidato akan memudahkan pendengar dalam menerima atau menangkap isi pembicaraan. Apabila pembicara menguasai materi pembicaraan, maka dia akan dapat berpidato dengan lancar tanpa adanya gangguan dalam proses pembicaraannya. Gangguan atau ketidaklancaran dalam pidato biasanya diakibatkan oleh ketidakmampuan pembicara dalam menguasai materi pembicaraan yang akhirnya berakibat pada ketidakmampuan dalam menguasai pendengar.  Kalau orang tidak lancar dalam berpidato, maka yang akan dikeluarkan adalah suara- suara ee, oo, aa, dan sebagainya. Suara-suara seperti ini akan sangat mengganggu proses berbicara dan mempersulit pendengar untuk menangkap pokok pembicaraan, apalagi kalau frekuensi kemunculannya cukup banyak.

f)  Relevansi/Penalaran. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan. Kalau dalam pidato seorang pembicara dapat memperhatikan relevansi atau penalaran dalam proses bicaranya maka akan diperoleh pembicaraan yang efektif.


Sumber: Pujiono, Setyawan. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 5 Keterampilan Berbahasa Produktif. Kemdikbud.

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar