Hakikat Prosa Fiksi dan Unsur-Unsur Prosa Fiksi


 a. Hakikat Prosa Fiksi

Istilah fiksi digunakan untuk menandai karya sastra dalam bentuk prosa, seperti cerpen, dongen, dan novel. Prosa fiksi sering juga disebut cerita rekaan atau cerita khayalan, artinya cerita yang tidak sungguh-sungguh terjadi atau bersifat imajinatif.   Prosa   fiksi   menampilkan   permasalahan   manusia.   Meskipun begitu, sebuah prosa fiksi haruslah tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek dan Warren, 2014).

Sebagai karya imajinatif, prosa fiksi memiliki bahasa yang khas. Dalam hal ini, Wellek dan Warren (2014) membedakan bahasa sastra dengan bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari. Bahasa sastra lebih mengedepankan perasaan dan bersifat konotatif. Dalam bahasa ilmiah dan sehari-hari, kata ‘bunga mawar’ bermakna bunga yang berwarna merah, berdaun hijau, dan berduri sebagaimana bunga yang kita tanam di halaman rumah. Dalam bahasa sastra, kata ‘bunga mawar’ bisa bermakna perasaan cinta sebagaimana penggunaannya dalam kalimat “Kusematkan bunga mawar di hatimu”. Penggunaan kata dalam bahasa sastra bertujuan untuk membangun makna tertentu sekaligus menimbulkan efek estetis.

b.  Unsur-Unsur Prosa Fiksi 

Menurut Stanton (cari), unsur pembangun prosa fiksi terdiri dari fakta cerita, sarana cerita, dan tema. Fakta cerita merupakan fakta yang ada dalam cerita, terdiri dari alur, tokoh, dan latar. Sarana cerita merupakan alat untuk bercerita, terdiri dari antara lain sudut pandang, judul, dan bahasa. Dalam modul ini, unsur prosa fiksi yang akan dibahas adalah fakta cerita.

1)  Alur

Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa yang disusun berdasar hubungan kausalitas atau  hubungan sebab  akibat  (Sayuti, 2002). Artinya, peristiwa- peristiwa dalam prosa fiksi itu saling berhubungan. Peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan peristiwa ketiga, dan seterusnya. Alur cerita dapat kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, tengah, dan akhir (Sayuti, 2002). Bagian awal adalah bagian pengenalan, baik pengenalan tokoh, latar, maupun konflik. Bagian tengah adalah bagian konflik terjalin dan memuncak, atau biasa disebut sebagai klimaks. Bagian akhir merupakan bagian penyelesaian cerita.

Struktur Alur

Orientasi berisi pengenalan tokoh, latar, ataupun konflik. Setelah pengenalan selesai, muncullah ketidakstabilan (instabilitas). Ketidakstabilan dalam alur bisa terjadi karena datangnya tokoh baru yang membawa masalah, munculnya masalah di dalam diri tokoh sendiri, terjadinya sebuah peristiwa yang membawa masalah, atau yang lainnya. Dari ketidakstabilan inilah kemudian muncullah konflik.

Konflik dalam suatu cerita dapat bersumber dari permasalahan kehidupan. Konflik dalam alur cerita menjadi sesuatu yang penting. Seiring dengan jalannya cerita, konflik ini akan mengalami komplikasi. Ibarat penyakit, konflik yang mengalami komplikasi itu menyebar ke tokoh-tokoh lain dan konflik lebih serius sampai memuncak dan mencapai klimaks. Di titik klimaks inilah cerita mencapai ketegangan yang ditunggu-tunggu pembaca.

Konflik dalam cerita dapat dimunculkan secara bervariasi (Sayuti, 2002). Konflik tersebut dapat berupa konflik dalam diri seseorang (tokoh) atau ‘konflik kejiwaan’,  seseorang dan masyarakat atau ‘konflik sosial’, dan  Konflik dalam dalam fiksi dapat juga terjadi karena peristiwa alam atau ‘konfik alamiah’. Berbagai jenis konflik dalam fiksi bukan berarti fiksi hanya bisa mengangkat satu jenis konflik saja. Namun, dalam fiksi berbagai konflik itu dapat muncul bersama-sama.

Di bagian akhir, cerita bergerak menuju penyelesaian (denoument). Akhir setiap cerita itu berbeda-beda. Berdasarkan dari akhir ceritanya kita mengenal istilah alur tertutup dan alur terbuka (Sayuti, 2002). Alur tertutup adalah alur yang akhir ceritanya jelas. Dikatakan tertutup karena tertutup bagi pembaca untuk menafsirkan jalan cerita akhirnya karena akhir cerita ini telah ditentukan oleh pembaca. Sementara itu, alur terbuka adalah alur yang tidak jelas. Dikatakan terbuka karena pembaca diberi kesempatan untuk menafsirkan jalan cerita akhirnya.

Struktur alur yang dijelaskan digambarkan sebagai berikut.

Gambar   Struktur Cerpen dalam Buku Siswa (Kemdikbud, 2018)

Gambar   Struktur Cerpen dalam Buku Siswa (Kemdikbud, 2018)

Jenis alur ada bermacam-macam. Selain pembagian alur tertutup dan alur terbuka itu, kita juga mengenal pembagian yang lain. Dilihat sifatnya, akhir cerita juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu akhir cerita yang menyenangkan (happy ending) dan akhir cerita yang menyedihkan (sad ending).

Struktur alur yang dijelaskan di atas sejalan dengan struktur cerpen dalam buku (Kemdikbud, 2018). Struktur cerpen dalam buku tersebut digambarkan sebagai berikut.

Gambar  . Struktur Cerpen dalam Buku Siswa (Kemdikbud, 2018)

Sementara itu, berdasarkan segi penyusunan peristiwa atau urutan peristiwa, dikenal adanya alur maju atau kronologis dan alur mundur atau sorot-balik (Sayuti, 2002). Urutan peristiwa dalam alur maju bergerak dari depan ke belakang, sedangkan urutan peristiwa dalam alur mundur bergerak dari belakang ke depan. Alur mundur ini dering juga disebut flash-back. Namun, banyak dijumpai suatu cerita menggunakan variasi alur maju dan mundur ini, yaitu alur campuran.

2)  Tokoh

Cerita digerakkan oleh tokoh. Tokoh ini  bisa berupa manusia,   binatang, mainan, hantu, dan sebagainya. Sebagaimana manusia, tokoh digambarkan secara utuh meliputi tiga dimensi, yaitu dimensi fisiologis, psikologis, dan sosiologis (Sayuti, 2002 cari). Dimensi fisiologis berkaitan dengan aspek fisik tokoh, misalnya usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri muka, cara berjalan, cara berbicara, warna kulit, dan sebagainya. Dimensi psikologis berkaitan dengan aspek psikis atau kejiwaan tokoh, misalnya kondisi mental, kondisi moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan (temperamen), 
kepandaian, dan sebagainya. Dimensi sosiologis berkaitan dengan Sementara itu, dimensi sosiologis berkaitan dengan kondisi sosial tokoh, misalnya status sosial, pekerjaan, jabatan, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hobi, bangsa, suku, kondisi ekonomi, keturunan, dan sebagainya.

Berdasarkan keterlibatannya dalam cerita, tokoh dapat dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan (Sayuti, 2002). Tokoh utama paling terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan  tokoh lain, paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

3)  Latar

Latar cerita merupakan unsur fiksi yang mengacu pada tempat, waktu, dan kondisi sosial cerita itu terjadi. Hal ini sejalan dengan pembagian latar, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial (Nurgiyantoro, 1995). Latar tempat adalah latar yang mengacu pada tempat berlangsungnya cerita, misalnya di kelas, di pedesaan, di kantor, dan sebagainya. Latar waktu adalah latar yang mengacu pada waktu terjadinya cerita, misalnya pada pagi hari, pada malam hari, pada perang kemerdekaan, pada musim kemarau, dan sebagainya. Latar sosial adalah latar yang mengacu pada kondisi sosial tempat terjadinya cerita, misalnya masyarakat pemulung di bawah jembatan yang miskin dan tidak terpelajar atau keluarga kaya yang berlimpah harta. Ketiga unsur latar tersebut terbangun secara bersama, tidak terputus, dan saling berhubungan.


Sumber:  Kusmarwanti. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 3 Kesastraan. Kemdikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar