Proses Perumusan Pancasila dan Penetapan Pancasila


Proses Perumusan Pancasila dan Penetapan Pancasila


1)   Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara

a) Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei 1945-1 Juni 1945) Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuklah suatu badan yang

bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu    Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu zyunbi Tyoosakai, yang beranggotakan 62 orang, terdiri dari Ketua/Kaicoo adalah Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat, Ketua Muda/ Fuku Kaicoo Ichibangase (orang jepang) dan seorang ketua muda dari bangsa Indonesia R.P. Soeroso.

Sidang pertama diawali pembahasan mengenai bentuk negara  Indonesia,  yang akhirnya disepakati  berbentuk  “Negara Kesatuan Republik Indonesia” (NKRI). Setelah terjadi kesepakatan tentang bentuk negara, selanjutnya adalah merumuskan konstitusi Negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka agenda selanjutnya adalah mendengarkan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan didirikan, oleh beberapa anggota BPUPKI sebagai berikut :

•  Sidang 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin berpidato mengemukakan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia yang diberi judul “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”, yaitu : “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri ke-Tuhanan;4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”. Setelah menyampaikan pidatonya, Mr.  Mohammad  Yamin  menyampaikan  usul  tertulis  naskah rancangan dasar negara yang hampir mirip dengan versi popular saat ini yaitu :

1.    Ketuhanan Yang Maha Esa

2.    Kebangsaan Persatuan Indonesia

3.    Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

4. Kerakyatan  yang  Dipimpin  oleh  Hikmat  Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5.    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

•  Sidang tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menguraikan teori- teori negara dan selanjutnya dalam kaitannya dengan filsafat negara Indonesia, Mr. Soepomo mengusulkan hal-hal sebagai berikut :

1) Negara tidak menyatukan diri dengan golongan terbesar, terkuat, tapi mengatasi semua golongan besar atau kecil. Dalam negara yang bersatu seperti itu maka urusan agama diserahkan pada golongan – golongan pemeluk agama yang bersangkutan.

2)   Hendaknya  para  warga  negara  beriman  takluk  kepada Tuhan. Setiap waktu selalu ingat pada Tuhan.

3) Negara  Indonesia  hendaknya  berdasarkan  kerakyatan, dalam susunan pemerintahan negara Indonesia harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala Negara akan terus berhubungan erat dengan Badan Permusyawaratan, dengan begitu kepala negara senantiasa tahu dan merasakan rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Kepala negara terus menerus bersatu jiwa dengan rakyat.

4) Dalam   penyelenggaraan   bidang   ekonomi   hendaknya ekonomi negara bersifat kekeluargaan. Kekeluargaan merupakan sifat masyarakat timur yang harus dijunjung tinggi. Sistem tolong menolong, sistem koperasi hendaknya dijadikan dasar ekonomi negara Indonesia yang makmur, bersatu, berdaulat, adil. 

5) Negara Indonesia hendaknya melakukan hubungan antar negara, antar bangsa. Soepomo mengajarkan supaya negara Indonesia bersifat Asia Timur Raya, sebab Indonesia menjadi bagian kekeluargaan Asia Timur Raya

Dalam pidatonya, Mr. Soepomo mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", memberikan penekanan pada karakteristik negara persatuan, kebersamaan atau populer sebagai paham integralistik. Secara garis besar dalam sidang ini Mr. Soepomo menyampaikan rumusan Pancasila yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Keseimbangan Lahir dan Batin; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Rakyat”.

Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yaitu :”1. Kebangsaan Indonesia (Nasionalisme); 2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme); 3. Mufakat (Demokrasi); 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan yang Berkebudayaan”.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan  BPUPKI yang pertama, sebelum BPUPKI mengalami masa reses selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 8 orang, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

b)   Lahirnya Piagam Jakarta

Selama masa reses (2 Juni – 9 Juli 1945), panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usulan tentang rumusan rancangan dasar negara yang sudah selesai. Akan tetapi, terdapat dua golongan yang berbeda pandangan dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yaitu golongan Islam dan golongan Kebangsaan. Satu golongan menghendaki agar Islam menjadi dasar negara,  sementara  itu  golongan  yang  lain  menghendaki  paham kebangsaan sebagai inti dasar negara.

Akibat perbedaan pandangan ini, maka sidang Panitia Kecil bersama anggota BPUPKI yang seluruhnya berjumlah 38 orang menjadi macet. Karena sidang macet, Panitia Kecil ini kemudian menunjuk sembilan orang yang selanjutnya dikenal dengan Panitia Sembilan yang bertugas menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara.

Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil merumuskan dasar negara yang diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter oleh Mr. Mohammad Yamin yang merupakan persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan yang dilaporkan dalam sidang BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa". Piagam Jakarta berisi:

1. Ketuhanan  dengan  kewajiban  menjalankan  syariat  Islam  bagi pemeluk-pemeluknya

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat  kebijaksanaan  dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

c) Masa Persidangan Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945)

Sidang kedua BPUPKI diawali dengan di baginya anggota BPUPKI dalam panitia-panitia kecil, yang membahas tentang Perancang Undang-Undang Dasar, Pembelaan Tanah Air serta Ekonomi dan Keuangan. Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar telah berhasil merumuskan rancangan Undang-Undang Dasar, yang kemudian hasilnya dilaporkan   kepada   Panitia   Perancang   Undang-Undang   Dasar. 

Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

1)   Pernyataan tentang Indonesia Merdeka

2)   Pembukaan Undang-Undang Dasar

3) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

Sidang BPUPKI kedua ini pada tanggal 16 Juli 1945 menerima secara bulat seluruh Rancangan Hukum Dasar, yang sudah selesai dirumuskan sebagai Rancangan Hukum Dasar Negara Indonesia yang akan didirikan, yang memuat di dalamnya Jakarta Charter sebagai Mukaddimahnya. Tanggal 17 Juli 1945 BPUPKI telah menyelesaikan tugas yang telah diamanatkan dan kemudian dibentuk badan baru yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau “Dokuritsu Zyumbi Iinkai”

2)     Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pada tanggal 8 Agustus 1945 tiga orang tokoh, yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta dan Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat berangkat menemui Jenderal Besar Terauchi, Saiko Sikikan di Saigon. Dalam pertemuan tersebut, Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. PPKI beranggotakan 21 orang termasuk Ketua dan Wakil Ketua. 

Keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin menggelora untuk segera mendapatkan kemerdekaannya. Pada waktu itu, Sukarni yang mewakili golongan muda menghendaki pernyataan kemerdekaan dilakukan segera dan tanpa campur tangan PPKI, yang dianggap sebagai bentukan Jepang. Sementara Soekarno-Hatta menghendaki proklamasi dilaksanakan menghargai perbedaan dengan persetujuan seluruh anggota PPKI, karena tanpa PPKI (representasi wakil-wakil seluruh masyarakat Indonesia) akan sulit mendapat dukungan luas dari wilayah Indonesia. Perbedaan pendapat itu memuncak dengan “diamankannya” Soekarno-Hatta oleh golongan pemuda ke daerah Rengasdengklok dengan tujuan agar Soekarno- Hatta tidak terkena pengaruh PPKI yang pada saat itu menurut golongan muda merupakan bentukan Jepang.

Melalui perdebatan yang panjang, pada tanggal 16 Agustus 1945, terjadilah kesepakatan antara golongan muda dan Soekarno- Hatta, sehingga dilanjutkan dengan dijemputnya Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok dan dilakukannya pertemuan di Pejambon sebagai proses untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tengah malam tanggal 16 Agustus 1945 dilakukan persiapan proklamasi di rumah Laksamana Maeda di oranye nassau boulevard (jalan Imam Bonjol no. 1). Telah berkumpul disana tokoh-tokoh Pemuda B. M. Diah, Sayuti Melik, Iwa Kusuma Soemantri, Chairul Saleh, dkk. Persiapan itu diperlukan untuk memastikan pemerintah Dai Nippon tidak campur tangan masalah proklamasi. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at jam 10 pagi waktu Indonesia barat, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmat.

Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya ke seluruh dunia. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melaksanakan sidang pertama yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut :

1) Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kemudian hari dikenal dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2)  Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden RI (yang pertama).
3) Membentuk  Komite  Nasional  untuk  membantu  tugas  presiden sebelum DPR/MPR.
Hasil sidang PPKI kedua yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945, fokus pembahasannya adalah menyusun pemerintahan pusat  dan  daerah.  Kemudian  pada  sidang  berikutnya  tanggal  22
Agustus 1945 merancang lembaga tinggi kelengkapan negara.

Tercatat dalam sejarah terjadi suatu peristiwa dimana dicapailah kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dikarenakan wakil-wakil Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama dan mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Rumusan sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI dapat dilihat selengkapnya dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat  kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Termuatnya Pancasila dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 sejak semula dimaksudkan bahwa Pancasila berperan sebagai dasar negara Republik Indonesia, yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia. Karena landasan ini merupakan landasan yang sangat penting, maka Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.


sumber : modul belajar mandiri pppk ppkn , Pembelajaran 3. Konsep Kajian Keilmuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 , kemdikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar