Sejarah Perkembangan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia


Sejarah Perkembangan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia


Pendidikan Kewarganegaraan (civics education) di dunia diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam upaya membentuk warga negara yang baik. Civics pertama kali diperkenalkan oleh Legiun Veteran Amerika yang tujuannya adalah untuk mengAmerikakan bangsa Amerika yang beragam latar belakang budaya, ras, dan asal negaranya (Wahab dan Sapriya, 2011).

Civics menurut Henry Randall Waite adalah “The science of citizenship, the relation man, the individual, to man in organized collection, the individual in his relation to the state”. Dalam terjemahan umum, bahwa pendidikan kewarganegaraan tersebut adalah ilmu yang membicarakan hubungan antara manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) dengan individu-individu dan negara.

Untuk memperoleh pemahaman tentang bagaimana proses perkembangan civics di Indonesia, berikut diuraikan proses perkembangannya, yaitu :

•  Sejarah pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dimulai pada tahun 1957 saat pemerintahan Presiden Soekarno yang  dikenal dengan istilah civics. Metodenya lebih bersifat indoktrinasi. Isi civics banyak membahas tentang sejarah nasional, Undang-Undang Dasar 1945, pidato politik kenegaraan terutama diarahkan untuk “nation and character building” bangsa Indonesia. Penerapan civics sebagai pelajaran di sekolah-sekolah dimulai pada tahun 1961 dan kemudian berganti menjadi Pendidikan Kewargaan Negara pada tahun 1968.

•  Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) resmi masuk dalam kurikulum sekolah pada tahun 1968. Saat terjadi pergantian tahun ajaran yang pada awalnya Januari-Desember dan diubah menjadi Juli-Juni pada tahun 1975. Metode pembelajaran PKN sudah tidak indoktrinasi lagi. Pada waktu itu ada mata pelajaran yang harus diajarkan dalam “kelompok pembinaan jiwa Pancasila” yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama, PKN (Civics, ilmu bumi, sejarah dan geografi), Bahasa Indonesia, dan Olah Raga (Wuryan & Syaefullah, 2008: 8).

• Selanjutnya  nama  pendidikan  kewarganegaraan  diubah  oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila yang menjadi mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan.

•  Dengan berlakunya Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39). Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah pada tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan dengan memperkenalkan mata   pelajaran   Pendidikan   Pancasila   dan   Kewarganegaraan. 

Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 1994 tersebut lebih mengarahkan peserta didik untuk menguasai materi pengetahuan. Metode belajar di kelas terutama digunakan adalah ceramah dan tanya jawab. Evaluasi yang dilakukan masih menggunakan metode klasikal (secara kelas). Pola pembelajaran tersebut tidak mampu mengembangkan kompetensi peserta didik. Akibatnya, banyak lulusan pendidikan yang tidak memiliki kesiapan dan kematangan ketika memasuki lapangan kerja. 

Sekalipun pernah dilakukan upaya perbaikan, misalnya dengan mengeluarkan Garis-garis Besar program Pengajaran (GBPP) Tahun 1999, namun tetap saja pembelajaran berdasarkan   kurikulum 1994 lebih berorientasi pada kemampuan akademik dan kurang mengembangkan kompetensi peserta didik (Budimansyah & Suryadi, 2008:10).

• Untuk   mengatasi   keterbatasan   Kurikulum   1994   dilakukan penyempurnaan ke arah kurikulum yang mengutamakan pencapaian kompetensi siswa yakni suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemudian disempurnakan dengan Kurikulum 2004 yang ciri paradigmanya berbasis kompetensi mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya.

• Dengan menggunakan Kurikulum 2004, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan Standar Isi (Permen No 22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi (Permen Nomor 23 Tahun 2006) , serta Standar Kompetensi Lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006) yang menjadi acuan utama bagi setiap satuan pendidikan dalam menyusun KTSP. Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

• Untuk mengakomodasikan perkembangan baru dan perwujudan pendidikan sebagai proses pencerdasan kehidupan bangsa dalam arti utuh dan luas, maka substansi dan nama mata pelajaran yang sebelumnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dikemas dalam Kurikulum 2013 menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Penyempurnaan tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan :

1) Pancasila  sebagai  dasar  negara  dan  pandangan  hidup  bangsa diperankan dan dimaknai sebagai entitas inti yang menjadi sumber rujukan dan kriteria keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan pengorganisasian dari keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan;

2) Substansi dan jiwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia ditempatkan sebagai bagian integral dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang menjadi wahana psikologis-pedagogis pembangunan warga negara Indonesia yang berkarakter Pancasila.

Perubahan tersebut didasarkan pada sejumlah masukan penyempurnaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, antara lain   : 1) secara substansial, Pendidikan Kewarganegaraan terkesan lebih dominan bermuatan ketatanegaraan sehingga muatan nilai dan moral Pancasila kurang mendapat aksentuasi yang proporsional; 2) secara metodologis, ada kecenderungan pembelajaran yang mengutamakan pengembangan ranah sikap (afektif), ranah pengetahuan (kognitif), pengembangan ranah keterampilan (psikomotorik) belum dikembangkan secara optimal dan utuh (koheren) (Permendikbud No.58, 2014 : 221).

Dengan perubahan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), maka ruang lingkupnya meliputi sebagai berikut (Permendikbud Nomor 58, 2014 : 223):

1) Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup bangsa.

2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

3) Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesepakatan final bentuk Negara Republik Indonesia.

4) Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi dan mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.




sumber : modul belajar mandiri pppk ppkn , Pembelajaran 1. Konsep Dasar, Prinsip, dan Prosedur Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, kemdikbud


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar