Kondisi Sosial Masyarakat Pada masa Pendudukan Jepang


 

Kondisi Sosial Masyarakat Pada masa Pendudukan Jepang

Kedatangan Jepang di Indonesia disambut dengan suka cita oleh penduduk Indonesia secara umum. Selain dianggap membebaskan bangsa Indonesia secara nyata dari penjajahan Pemerintah Kolonial Belanda, Pemerintah Militer Jepang juga dianggap sebagai jawaban dari dari ramalan Jayabaya yang cukup terkenal pada waktu itu. ramalan itu sendiri berisi mengenai aka nada bangsa kulit kuning bermata sipit yang akan membebaskan rakyat Nusantara dari kekuasaan bangsa kulit putih. 

Selain hal- hal yang berbau mitos tersebut, ada juga alasan lain mengapa Jepang dengan mudah diterima di Indonesia, menurut Mohammad Hatta dalam bukunya Sekitar Proklamasi, setidaknya ada 6 alasan mengapa Jepang dengan mudah diterima di Indonesia yaitu:
> kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 yang dianggap sebagai simbolisasi kemenangan Asia atas Eropa,
> penolakan terhadap Petisi Sutarjo oleh parlemen Belanda sebelum Jepang masuk Indonesia yang membuat rakyat Indonesia kecewa terhadap pemerintah Belanda,
>Tentara Jepang mendapatkan dukungan kaum terpelajar terutama mereka yang mengetahui mengenai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) negara Jepang,
> pelibatan masyarakat Indonesia pada beberapa jabatan tertentu diawal pemerintahan baik dalam pemerintahan lokal maupun pada badan-badan pemerintahan bentukan Jepang,
> sikap tokoh nasionalis yang tidak melawan pendudukan Jepang karena sebelumnya Jepang berjanji untuk tidak mengeksploitasi kekayaan Indonesia hanya untuk Jepang saja (Hatta, 1979: 41).

• Gambaran Kehidupan Masyarakat Indonesia Secara Umum Pada Masa Pendudukan Jepang
Pemerintah Pendudukan Jepang mengubah struktur masyarakat Indonesia yang berlaku pada masa sebelumnya. Jika sebelumnya masyarakat kulit putih Eropa berada pada tatanan teratas dalam struktur masyarakat di Indonesia, maka pada masa Pendudukan Jepang mereka berada paling bawah. Sedangkan masyarakat Indonesia yang tadinya berada paling bawah berubah posisi pada masa Pendudukan Jepang yaitu berada pada posisi pertengahan, satu tingkat diatas masyarakat Eropa. Sedangkan orang-orang Jepang sendiri berada pada posisi teratas dalam struktur tersebut (Kahin, 1980)

JEPANG

  >

BUMIPUTERA

  >

EROPA

Pada awal pemerintahan Jepang di Indonesia, Jepang cukup lunak dan bersahabat dengan masyarakat Indonesia. Hal ini dilakukan bertujuan agar masyarakat Indonesia mendukung Jepang terutama dalam Perang Pasifik yang sedang berlangsung melawan Amerika Serikat. Oleh sebab itu ada cukup banyak hal yang dilarang pada masa Belanda, diperbolehkan pada masa awal pemerintahan Pendudukan Jepang di Indonesia. Beberapa hal yang diperbolehkan pada masa Jepang, yaitu:
> Mengibarkan Bendera Merah Putih, namun harus berdampingan dengan Bendera Jepang,
> Menyanyikan lagu Indonesia raya, namun setelah menyanyikan lagu kebangsaan Jepang,
> Menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun Bahasa utama tetap Bahasa Jepang terutama di lembaga pemerintahan.

Golongan umat Islam juga dimobilisasi dan dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang. Jepang menganggap bahwa Islam bukanlah ancaman dan musuh yang harus dihadapi seperti pada masa Kolonial Belanda. Justru pemerintah Jepang berusaha mengakomodir kepentingan orang-orang Islam dengan membuatkan organisasi keagamaan. Pada masa awal Pendudukan Jepang, mereka membentuk organisasi yang meleburkan beberapa organisasi Islam yang telah ada pada masa Belanda menjadi Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). 

MIAI kemudian dibubarkan dan digantikan dengan pembentukan organisasi Islam yang baru yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada tanggal 24 Oktober 1943. Organisasi ini sendiri dipimpin oleh tokoh kharismatik Nadlatul Ulama (NU) yaitu KH. Hasyim Asyari. Selain itu dalam bidang semi-militer, para santri-santri juga diajarkan hal- hal yang berkenaan dengan militer. Pemerintah Pendudukan Jepang kemudian membentuk sebuah organisasi semi militer untuk para santri bernama Hizbullah (Tentara Allah). Namun lambat laun, pergerakan Islam mulai dianggap berbahaya dan dibatasi oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Pada akhirnya Masyumi lebih sulit bergerak jika dibandingkan dengan MIAI, dimana Jepang mulai menerapkan aturan yang ketat sejak pembentukan awal Masyumi (Benda, 1985: 183).


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar