Sistem Tanam Paksa dan Politik Pintu Terbuka pemerintah jajahan


 


1)    Sistem Tanam Paksa

Peperangan yang dihadapi VOC maupun kerajaan Belanda tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Eropa, sebagai dampak adanya Revolusi Perancis. Akibatnya kas negara defisit, sebab peperangan itu memerlukan biaya sangat besar. Untuk itu pemerintah jajahan melaksanakan Cultur Stelsel (Sistem Tanaman) pada periode 1830-1870. Munculnya sistem Batig Slot, atau Saldo plus. Artinya upaya memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dengan modal yang sedikit atau tanpa modal. Disebut tanpa modal uang tetapi modal kekuasaan di tanah jajahan. Dengan kata lain sistem tanaman itu dilakukan dengan paksa karena itu Cultur Stelsel disebut juga Tanam Paksa.


Culturstelsel di Jawa dimulai pada tahun 1836 atas inisiatif seseorang yang berpengalaman dalam urusan tersebut yaitu Van Den Bosch. Tujuan Van Den Bosch dengan sistem cultuurstelsel di Jawa itu adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang menjadi permintaan di pasaran dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut Bosch menganjurkan pembudidayaan berbagai produk seperti kopi, gula, indigo (nila), tembakau, teh, lada, kayumanis, jarak, dan lain sebagainya. Persamaan dari semua produk itu adalah bahwa petani dipaksakan oleh pemerintah kolonial untuk memproduksinya dan sebab itu tidak dilakukan secara voluter (Fasseur, 1992: 239).


Dari pelaksanaan tanam paksa, terdapat beberapa dampak yang dirasakan oleh bangsa Indonesia. Dampak negatif tanam paksa antara lain adalah;
a)    Waktu yang dibutuhkan dalam penggarapan budidaya tanaman ekspor seringkali mengganggu kegiatan penanaman padi.
b)    Persiapan lahan untuk tanaman kopi biasanya berbenturan dengan penanaman padi.
c)    Penggarapan tanaman ekspor seperti tebu membutuhkan air yang sangat besar sehingga memberatkan petani.
d)    Budidaya tebu dan nila menggunakan sebagian besar tanah sawah petani yang baik dan bernilai paling tinggi.
e)    Pelaksanaan sistem tanam paksa ini melipatgandakan kebutuhan akan hewan
f)    Ternak petani, tidak hanya untuk pekerjaan di ladang tetapi juga sebagai alat angkut hasil tanaman ekspor menuju pabrik atau pelabuhan.
g)    Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit dimana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
h)    Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843). Demak (1849), dan Grobongan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. 

Di sampng itu, juga terjadi penyakit busung lapar (hongorudim) dimana-mana (Ricklefs M.C, 2008), Sedangkan dampak positif dari pelaksanaan sistem tanam paksa antara lain adalah:
a)    Rakyat Indonesia mengenal beragai teknik menanam jenis-jenis tanaman baru
b)    Meningkatkan jumlah uang yang beredar di pedesaan, sehingga memberikan rangsangan bagi tumbuhnya perdagangan.
c)    Munculnya tenaga kerja yang ahli dalam kegiatan non pertanian yang terkait dengan perkebunan dan pepabrikan di pedesaan.
d)    Penyempurnaan fasilitas yang digunakan dalam proses tanam paksa, seperti jalan, jembatan, penyempurnaan fasilitas pelabuhan dan pabrik dan Gudang untuk hasil budidayanya. (Ricklefs M.C, 2008),

2)    Politik Pintu Terbuka

Politik pintu terbuka (Open Door Policy) mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1870. Ini merupakan salah satu politik yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Politik pintu terbuka adalah pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia, dimana golongan liberal Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja. Diawalinya liberalisme di Hindia-Belanda ditandai dengan penetapan kebijakan Undang-undang Agraria pada tahun 1870. Kebijakan tersebut meliputi;
a)    Agrarische Wet, yaitu kebijakan mengenai pertanahan.
b)    Suiker Wet, yaitu Undang-undang membebaskan para pengusaha dalam menguasai perusahaan gula yang dimonopoli oleh pemerintah.
c)    Agrarische Besluit, Agrarische Besluit merupakan peraturan yang ditetapkan oleh raja Belanda, undang-undang ini diatur guna menjelaskan hal yang lebih spesifik terhadap Agrarische Wet.
d)    Koelie Ordonantie atau kontrak kerja yang dilakukan oleh pemerintah
e)    Poenalie Sanctie merupakan aturan yang diberlakukan dalam Koelie rdonantie, yaitu berupa bermacam sistem penyiksaan yang iberlakukan terhadap para pekerja yang melanggar aturan


Perubahan arah politik di negeri Belanda mulai berubah setelah pemilihan umum tahun 1901. Pihak Belanda menyebutkan tiga prinsip dasar kebijakan baru tersebut: edukasi, emigrasi, dan irigasi (pendidikan, perpindahan penduduk, dan pengairan). Kemudian awal abad ke-20 ditandai dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan birokrasi pemerintahan kolonial secara besar-besaran di Indonesia. Dengan adanya perubahan di dalam tata pemerintahan yang dimulai pada tahun 1903 maka system desentralisasi mulai dilaksanakan, yang konsesinya di satu pihak memberi otonomi lebih banyak kepada pemerintah daerah dan di lain pihak mendirikan badan-badan perwakilan.


Dibentuknya dewan-dewan rakyat (Volksraad), lembaga-lembaga tersebut menjadi wadah tempat latihan politik bagi banyak elit Indonesia dan juga dapat mendekatkan orang-orang Indonesia ini dengan cara-cara, aspirasi, dan pola-pola pemikiran Barat. Penekanannya adalah individu dan mendasarkan soal-soal keanggotaan, kekuasaan, dan hak-hak menurut ukuran Barat. Volksraad merupakan sumber kecaman dan pertentangan terhadap pemerintah kolonial. Volksraad juga tidak mempunyai pertanggungjawaban dan tidak memiliki hak-hak parlemen. Bagi orang Indonesia, dengan didirikannya Volksraad, maka keinginan- keinginan politik secara resmi dapat disalurkan kepada pemerintah kolonial.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar