Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya


Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya
Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya

          Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen, dan  melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu:
a. Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
b. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan masyarakat.
         Yang pertama mengenai masalah pemerataan,  dan kedua adalah masalah mutu,  relevansi,  dan juga efisiensi pendidikan .

Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan

    pada bagian ini akan  dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan  penanggulangannya. Masalah yang dimaksud yaitu:
1.  Masalah pemerataan pendidikan.
2. Masalah mutu pendidikan.
3. Masalah efisiensi pendidikan.
4. Masalah relevansi pendidikan.

             Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat  menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. 

1.  Masalah pemerataan pendidikan. 

             Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
             Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI, Pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap warna negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat Yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.”

pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan

Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan  belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
 
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/ keluarga yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya.
Cara inovatif antara lain:
a. Sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System (Instructional Management by Parent, Community and, Teacher).
b. SD kecil pada daerah terpencil
c.   Sistem Guru Kunjung.
d.   SMP Terbuka (ISOSA — In School Out off School Approach).
e.   Kejar Paket A dan B.
f. Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2. Masalah Mutu Pendidikan

             Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja (performance test). Lazimnya sesudah itu masih dilakukan pelatihan/ pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan.
              Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi  yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang sosial dan bertanggung jawab, warganegara yang Cinta kepada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial. Dengan kata lain apakah keluaran itu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya, Kualitas luaran  seperti itu disebut nurturant efect. Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu sistem pendidikan dianggap mempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang mutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai hasil EBTA' Ebtanas, atau hasil Sipenmaru, UMPTN (yang biasa disebut instructional efect), karena ini yang mudah diukur. Hasil EBTA dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan.

Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan

            Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan. jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya komponen masukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, yang akhirnya dapat meningkatkan hasil pendidikan. 

         Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:
a. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut,  misalnya berupa pelatihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain.
c. Penyempurnaan kurikulum, misalnya dengan memberi materi yang lebih esensial dan mengandung muatan lokal, metode yang menantang dan mengairahkan belajar, dan melaksanakan evaluasi yang beracuan  PAP
d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram  untuk belajar.
e. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran dan peralatan laboratorium.
f. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran.
g. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan:
• Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga  pendidikan.
• Supervisi dan monitoring pendidikan oleh penilik dan pengawas.
• Sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas, Sipenmaru/UMPTN.
• Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga

3. Masalah Efisiensi Pendidikan

Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya, efisiensinya berarti rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah:
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan.
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga. 

Masalah ini meliputi pengangkatan,  penempatan , dan pengembangan tenaga
           Masalah pengangkatan  terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang terbatas.
          Masalah penempatan guru , khususnya guru bidang penempatan studi , sering mengalami kepincangan , tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan . Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan , sedang guru bidang yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga pada sekolah sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya,  misalnya guru bahasa harus mengajar IPA. 
 
          Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat , khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksanaan di lapangan.  Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembangan tenaga pelaksana di lapangan (yang berupa penyuluhan,  latihan, lokakarya,  penyebaran buku panduan ) sangat terlambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat dicanangkan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.  Dalam masa transisi yang relatif lama ini proses pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
         Perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku paket siswa dan buku pegangan guru beserta perangkat Iainnya karena harus diganti dengan buku-buku yang baru.
Semuanya ini menggambarkan bahwa di balik pembaruan terjadi pemborosan, meskipun sukar dielakkan. Sebab bagaimanapun juga pembaruan kurikulum merupakan tindakan antisipasi terhadap pemberian bekal bagi calon luaran agar sesuai dengan tuntutan zaman.

4. Masalah Relevansi Pendidikan

            Telah dijelaskan  bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
             Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem  pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut: 

• Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.  
• Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang  ada ialah siap kembang.
• Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.

Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
l ) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2) Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3)Dapat terlaksana secara efisien, artinya: Pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
4)Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan


Umar tirtaraharja & S. L. La sulo,  pengantar pendidikan, cet.  Kedua(Jakarta:rineka cipta, 2005)h. 226-238.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar