Pengertian, Ciri, dan Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning )


Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning )
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning ) 


Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) 
      Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik. Pada umumnya guru menerapkan model ini lebih menjurus pada pemecahan suatu masalah kehidupan nyata yang dihadapi siswa sehari-hari dengan menggunakan keterampilan problem solving.

A. Pengertian pembelajaran berbasis masalah

    Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.(trianto:2009:90)
     Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. 
    Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002: 123).
      Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pemelajaran tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Model pemelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh teori belajar konstruktivis.
       Menurut Arends (1997), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti "pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction)," "pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)", "belajar autentik (authentic learning)" dan "pembelajaran bermakna atau pembelajaran berakar pada kehidupan (anchored instruction) (ibrahim dan Nur, 2000: 2).
      Pembelajaran Berbasis-Masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan-diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Cicchelli, 2005).


Menurut Arends (2001: 349), berbagai pengembang pengajar berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 19921994 ; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990). 
(1)Pengajuan pertanyaan atau masalah. 
Bukannya mengorganisasikan di sekitar prisip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. 
(2)Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. 
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan. 
(3)Penyelidikan autentik. 
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan .
(4)Menghasilkan produk dan memamerkannya. 
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran "Roots and Wings" Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
(5)Kolaborasi.

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

C.Tujuan pembelajaran Berdasarkan Masalah. 

Berdasarkan karakter tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki bertujuan:
1)Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
2)Belajar peranan orang dewasa yang autentik. 
3)Menjadi pembelajar yang mandiri.

D.Manfaat model pembelajaran berbasis masalah

    Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim dan Nur, 2000: 7). 
      Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya. Selain manfaat, model pengajaran berdasarkan masalahnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan PBM sebagai suatu model pembelajaran adalah: 
(1) Realistic dengan kehidupan siswa; 
(2) Konsep Sesuai dengan kebutuhan siswa; 
(3) Memupuk sifat inquiry siswa; 
(4) Retensi konsep jadi kuat; dan 
(5) Memupuk kemampuan Problem Solving. 
Selain kelebihan tersebut PBM juga memeiliki beberapa kekuarangan antara lain: (1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang komplekss (2) Sulitnya mencari problem yang relevan; (3) Sering terjadi miss-konsepsi; dan (4) Konsumsi Waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang hanya waktu yang tersita untuk proses tersebut.

E.Fase fase dalam menerapkan pelajaran pembelajaran berbasis masalah.

    Pelajaran untuk Pembelajaran Berbasis - Masalah hadir dalam dua level, yang berkorespondensi dengan tujuan belajar saat menggunakan model ini. Pertama, siswa harus memecahkan satu masalah spesifik dan memahami materi yang terkait dengan itu. Kedua, siswa harus mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menjadi murid mandiri. Untuk membantu siswa memenuhi tujuan-tujuan ini, pelajaran untuk Pembelajaran Berbasis-Masalah terjadi dalam empat fase: (eggen&kauchak:2012)
Fase 1: Mereview dan Menyajikan Masalah 
Menerapkan Pelajaran Berbasis-Masalah dimulai dari mereview pengetahuan awal yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian  menyajikan masalah itu sendiri.
Guru mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan memberi siswa masalah spesifik dan konkret untuk dipecahkan. Dalam hal ini ada 3 hal yang harus dilakukan;
(1). Menarik perhatian siswa dan menarik mereka ke dalam pelajaran, (2). Secara informal menilai pengetahuan awal ,(3). Memberikan fokus konkret untuk pelajaran
Fase 2: Menyusun Strategi 
Siswa menyusun strategi untuk memecahkan masalah dan guru memberi mereka umpan balik soal strategi, Memastikan sebisa mungkin bahwa siswa menggunakan pendekatan berguna untuk memecahkan masalah.
siswa menyusun strategi untuk memecahkan masalah. Guru harus menggunakan pertimbangan cermat di tengah fase ini untuk memberikan cukup bimbingan supaya siswa tidak menghabiskan terlalu banyak waktu meraba-raba. Namun, jangan juga memberikan bimbingan berlebihan sehingga pengalaman mereka menyusun strategi menjadi terbatas.
Fase 3: Menerapkan Strategi 
Siswa menerapkan strategi strategi mereka saat guru secara cermat memonitor upaya  mereka dan memberikan umpan balik, Memberi siswa pengalaman untuk memecahkan masalah.
Dalam fase ini, siswa menerapkan strategi mereka. Meskipun fase ini harus mengalir mulus dari kedua fase pertama, kadang itu tidak terjadi sehingga guru harus memberikan sokongan (scaffolding), dukungan pengajaran yang membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas yang tak mampu mereka selesaikan sendiri (Puntambekar & Hubscher, 2005). Mengajukan pertanyaan yang memberikan panduan bagi siswa adalah bentuk sokongan yang paling umum
Fase 4: Membahas dan Mengevaluasi Hasil 
Guru membimbing diskusi tentang upaya siswa dan hasil yang mereka dapatkan,  Memberi siswa umpan balik tentang upaya mereka.Dalam fase terakhir, guru meminta siswa untuk menilai kesahihan solusi mereka.

Sementara itu yatim riyanto(2009) merumuskan langkah langkah pembelajaran model ini sebagai berikut; 
1. Guru mempersiapkan dan melempar masalah kepada siswa 
2. Membentuk kelompok kecil, dalam masing-masing kelompok siswa mendiskusikan masalah tersebut dengan memanfaatkan dan merefleksi pengetahuan/ keterampilan yang mereka miliki. Siswa juga membuat rumusan masalahnya dan membuat hipotesis-hipotesisnya. 
3. Siswa mencari (hunting) informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang sudah dirumuskan. 
4. Siswa berkumpul dalam kelompoknya untuk melaporkan data apa yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam kelompoknya berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut. Langkah ini diulang-ulang sampai memperoleh solusinya. 
5. Kegiatan diskusi penutup sebagai kegiatan akhir, apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat



Sumber:
Trianto,  mendesain model pembelajaran inovatif progresif, jakarta: kencana, 2009
Sofan amri dan iif khoiru ahmadi,  proses pembelajaran kreatif dan inofatif dalam kelas,  jakarta: prestasi pustaka, 2010
Yatim riyanto, paradigma baru pembelajaran, jakarta: kencana, 2009
Paul eggen & don kauchak, strategi dan model pembelajaran, jakarta: indeks, 2012
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar

Posting Komentar