Teori Belajar Kognitivisme Menurut Para Ahli




Teori Belajar Kognitivisme
Teori Belajar Kognitivisme 



      Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks Teori ini sangat erat berhubungan dengan teori sibernetik. Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respons tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian ini mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Uno hamzah(2010:10)

     Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari hasil belajar itu sendiri. Menurut teori ini belajar tidak hanya ditunjukkan oleh perubahan perilaku yang dapat diamati, melainkan perubahan struktur mental internal seseorang yang memberikan kapasitas padanya untuk menunjukkan perubahan perilaku. Struktur mental ini antara lain meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan, dan mekanisme lainnya dalam kepala peserta didik. Teori ini menekankan pada potensi peserta didik untuk berperilaku dan bukan perilaku itu sendiri, mementingkan proses mental pada diri peserta didik, seperti berpikir, dan memusatkan pada segala sesuatu yang terjadi pada peserta didik. Proses ini akan memungkinkan peserta didik untuk menginterpretasikan dan mengorganisir informasi secara aktif 

       Teori-teori belajar yang termasuk dalam kelompok teori kognitif antar lain teori cognitive field, theory schema, dan information-processing theory. Menurut teori cognitive field belajar merupakan perubahan dalam struktur kognitif, maksudnya apabila seseorang melakukan kegiatan belajar maka akan bertambah pengetahuannya. Dalam proses belajar ini yang lebih berperan adalah motivasi dan bukan reward

   Teori Gestalt merupakan pandangan kognitif awal yang menentang banyak asumsi behaviorisme. Meskipun tidak lagi diterapkan, teori Gestalt memberikan prinsip-prinsip penting yang banyak dijumpai dalam konsepsi persepsi dan pembelajaran di zaman ini.

       setelah J. B. Watson, behaviorisme marak di kalangan psikolog Amerika dan sejak saat itu kebanyakan teoretisi besar, seperti Guthrie, Skinner, dan Hull menjadi penganut behaviorisme. Serangan behavioristik terhadap metode introspektif dari Wundt dan Titchener menyebabkan introspeksionisme ditinggalkan sepenuhnya. Pada saat yang hampir bersamaan, ketika kaum behavioris menyerang instropeksi di Amerika, sekelompok psikolog mulai menyerang penggunaannya di Jerman. Kelompok psikolog di Jerman ini menamakan dirinya psikolog Gestalt. Jika gerakan behavioristik dianggap pertama kali diluncurkan lewat artikel Watson berjudul "Psychology as the Behaviorist Views It", yang muncul pada 1913, maka gerakan Gestalt dianggap pertama kali diluncurkan oleh artikel Max Wertheimer tentang gerakan, yang muncul pada 1912.

   Meskipun Max Wertheimer (1880-1943) dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt, sejak awal dia sudah bekerja sama dengan dua orang yang dianggap juga sebagai bapak pendiri, yakni Wolfgang Köhler (1887-1967) dan Kurt Koffka 18861941 Köhler dan Koffka berpartisipasi dalam eksperimen pertama yang dilakukan oleh Wertheimer. Meskipun ketiganya memberi kontribusi sendiri-sendiri yang penting psikologi, ide-ide mereka selalu mirip satu sama lain.

   Tampaknya seluruh gerakan Gestalt muncul dari pemikiran Wertheimer ketika dia sedang naik kereta api menuju ke Rhineland. Dia mendapat gagasan bahwa jika dua cahaya berkedip-kedip (hidup dan mati) pada tingkat tertentu, cahaya itu akan memberi kesan bagi pengamatnya bahwa satu cahaya itu bergerak maju dan mundur. Setelah turun dari kereta dia membeli stroboscope (alat yang digunakan untuk menyajikan stimulus visual pada tingkat tertentu) yang dengannya dia melakukan banyak eksperimen sederhana di kamar hotelnya. Dia memperdalam gagasan yang muncul saat di kereta, yakni bahwa jika mata melihat stimuli dengan cara tertentu, penglihatan itu akan memberi ilusi gerakan, yang oleh Wertheimer dinamakan phi phenomenon. Penemuannya ini sangat berpengaruh terhadap sejarah psikologi.

1.Teori gesalt

      Teori Gestalt merupakan pandangan kognitif awal yang menentang banyak asumsi behaviorisme. Meskipun tidak lagi diterapkan, teori Gestalt memberikan prinsip-prinsip penting yang banyak dijumpai dalam konsepsi persepsi dan pembelajaran di zaman ini.
       Gerakan Gestalt dimulai dari sebuah kelompok kecil para psikolog di awal abad kedua puluh di Jerman. Pada 1912, Max Wertheimer menulis sebuah artikel tentang gerakan kasat-mata (apparent motion)dikenal juga dengan fenomenon phi. Artikel ini penting sekali bagi para psikolog Jerman, tetapi tidak memiliki pengaruh di Amerika Serikat di mana gerakan Gestalt belum lagi mulai. Publikasinya dalam bahasa Inggris setelah itu dalam tulisan Kurt Koffka yang berjudul The Growth the Mind dan tulisan Wolfgang Kohler yang berjudul The Mentality Apes (1925) membantu penyebaran gerakan Gestalt ke Amerika Serikat. Banyak psikolog beraliran Gestalt, termasuk Wertheimer, Koffka, dan Kohler, yang akhirnya bermigrasi ke Amerika Serikat di mana mereka mengaplikasikan ide-ide mereka pada fenomena-fenomena psikologi.

        Istilah Jerman Gestalt dapat diterjemahkan menjadi "bentuk-menurut yang terlihat (form)." "bentuk/gambar bentuk-menurut dimensinya (figure)," "bentuk luar (shape),"atau "konfigurasi-bentuk menurut susunan (configuration).” Esensi dari psikologi Gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa dilihat sebagai sebuah keseluruhan yang terorganisir (Köhler 1947-1959) Organisasi dasarnya adalah sebuah gambar bentuk (hal yang menjadi fokus perhatian) terhadap sebuah latar belakang. Yang bermakna disini adalah konfigurasinya bukan masing-masing bagiannya (Koffka, 1922). Sebuah pohon bukanlah kumpulan tak beraturan dari dedaunan, cabang-cabang, akar-akar, dan batang pohon; pohon tersebut merupakan sebuah konfigurasi yang bermakna dari elemen-elemen tersebut. Ketika melihat sebuah pohon, orang biasanya tidak fokus pada masing-masing elemennya tetapi pada bentuk keseluruhannya. Otak manusia mentransformasi realitas objektif menjadi peristiwa-yeristiwa mental yang terorganisasikan menjadi keseluruhan-keseluruhan yang mempunyai makna. Kapasitas untuk melihat benda-benda sebagai suatu keseluruhan ini merupakan ciri khas bawaan, meskipun persepsi dibentuk oleh pengalaman dan latihan (Kohler, 1947-1959; Leeper, 1935).

•Teori Medan

       Psikologi Gestalt dapat dianggap sebagai usaha untuk mengaplikasikan field theory (teori medan) dari fisika ke problem psikologi. Secara umum, field (medan) dapat dideskripsikan sebagai sistem yang saling terkait secara dinamis, di mana setiap bagiannya saling memengaruhi satu sama lain. Hal penting dalam suatu medan adalah bahwa tidak ada yang eksis secara terpisah atau terisolasi. Psikologi Gestalt menggunakan konsep medan ini di banyak level. Gestalten itu sendiri, misalnya, dapat dianggap sebagai medan-medan kecil; lingkungan yang dipersepsi dapat dianggap sebagai suatu medan; dan seseorang dapat dianggap sebagai sistem yang saling terkait secara dinamis. Psikologi Gestalt percaya bahwa apa pun yang terjadi pada seseorang akan memengaruhi segala sesuatu yang lain di dalam diri orang itu. Misalnya, dunia akan tampak berbeda bagi seseorang yang jempolnya kejepit pintu atau sakit mencret Menurut psikologi Gestalt, penekannya adalah selalu pada totalitas atau keseluruhan, bukan pada bagian-bagian.

•Nature versus nurture

  Behavioris cenderung melihat otak sebagai penerima pasif terhadap sensasi yang pada gilirannya akan menghasil respons. Menurut pendapat ini, otak adalah semacam papan penghubung yang kompleks. Kata Behavioris, sifat manusia ditentukan oleh apa-apa yang kita alami. Isi dari "pikiran" adalah sintesis dari pengalaman Penganut Gestaltis memberi peran yang lebih aktif pada otak. Menurut teoretisi Gestalt, otak bukan penerima pasif dan gudang penyimpan informasi dari lingkungan. Otak bereaksi terhadap informasi sensoris yang masuk dan otak melakukan penataan yang membuat informasi itu lebih bermakna. Ini bukanlah fungsi yang dipelajari ini adalah "sifat alami" dari otak dalam menata dan memberi makna pada informasi sensoris.
     Karena otak adalah sistem fisik, otak menciptakan medan yang memengaruhi informasi yang masuk ke dalamnya, seperti medan magnet memengaruhi partikel logam. Medan kekuatan inilah yang mengatur pengalaman sadar. Apa yang kita alami secara sadar adalah informasi sensoris setelah ia dikelola oleh medan kekuatan dalam otak. Orang cenderung menyebut Gestaltian sebagai nativistik sebab menurut mereka kemampuan otak untuk mengorganisasikan pengalaman tidak berasal dari pengalaman. Akan tetapi, Gestaltis menunjukkan bahwa kemampuan organisasional otak tidak diwariskan; kemampuan itu lebih merupakan ciri sistem fisik, dan otak hanyalah salah satunya. Bagaimanapun, behavioris mempostulatkan otak yang pasif yang merespons pada informasi sensoris, sedangkan Gestaltis mempostulatkan otak yang aktif yang mengubah informasi sensoris. Dengan perbedaan ini, kaum behavioris mengikuti jejak tradisi empirisis Inggris, sedangkan Gestaltis mengikuti tradisi Kantian.

•Hukum Pragnanz

     Perhatian utama psikolog Gestalt adalah pada fenomena perseptual. Selama bertahun tahun, lebih dari seratus prinsip perseptual telah dikaji oleh teoretisi Gestalt. Tetapi salah satu prinsip yang menonjol berlaku untuk semua kejadian mental, termasuk prinsip persepsi, yakni law of Pragnanz (Pragnanz adalah kata Jerman yang berarti "esensi"). Koffka (1963 [1935]) mendeskripsikan hukum Pragnanz sebagai berikut: "Penataan psikologis selalu sebaik yang diizinkan oleh lingkungan pengontrolnya" (h. 110). Yang dimaksud "baik" oleh Koffka adalah kualitas-kualitas seperti sederhana, komplet, ringkas, simetris, atau harmonis. Dengan kata lain, ada kecenderungan bagi setiap kejadian psikologis untuk menjadi sederhana, lengkap, dan bermakna. Bentuk yang baik, persepsi yang baik, atau memori yang baik tidak dapat dijadikan lebih sederhana lagi atau dibuat lebih tertib lagi dengan semua jenis pergeseran perseptual; secara mental tidak ada lagi yang bisa kita lakukan yang akan membuat pengalaman sadar menjadi lebih terorganisir. Hukum Pragnanz dipakai oleh Gestaltis sebagai prinsip pedoman mereka dalam meneliti persepsi, belajar dan memori. Belakangan ia juga diaplikasikan ke personalitas dan psikoterapi.
     Dari banyak prinsip persepsi yang dipelajari oleh teoretisi Gestalt, kita hanya akan mendiskusikan principle of closure (prinsip penutupan atau pengakhiran) karena ia terkait langsung dengan topik belajar dan memori. Prinsip penutupan menyatakan bahwa kita punya tendensi untuk menyelesaikan pengalaman yang belum lengkap. Misalnya, jika seseorang Lihat pada garis lengkung yang hampir membentuk lingkaran dengan menyisakan gap (celah) kecil, orang itu cenderung akan mengisi celah itu secara perseptual (dalam persepsi nya) dan merespons gambar itu seolah-olah gambar itu sebuah lingkaran penuh. Prinsip ini, seperti prinsip lainnya, mengikuti hukum Pragnanz, yang menyatakan bahwa kita merespons dunia sedemikian rupa untuk membuat dunia menjadi bermakna dalam kondisi yang ada. Kekuatan medan di otak lah yang memunculkan pengalaman yang bermakna dan tertata. Ingat bahwa informasi indrawi yang telah ditransformasikan oleh kekuatan medan di otak itulah yang kita alami secara sadar. Jadi, lingkaran yang tak lengkap itu adalah apa yang kita alami secara indrawi (sensoris), tetapi lingkaran utuh adalah pengalaman yang kita alam secara sadar.


•PENDAPAT PSIKOLOGI GESTALT MENGENAI PENDIDIKAN 


      Belajar, menurut Gestalt, adalah fenomena kognitif. Organisme "mulai melihat" solusi setelah memikirkan problem. Pembelajar memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organisme mendapatkan wawasan (insight) tentang solusi problem. Problem dapat eksis hanya dalam dua keadaan: terpecahkan atau tak terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi parsial di antara dua keadaan itu. Thorndike percaya bahwa belajar adalah bersifat kontinu, karena ia bertambah secara bertahap sedikit demi sedikit sebagai fungsi dari percobaan penguatan. Gestaltis percaya bahwa solusi itu didapatkan atau tidak sama sekali belajar menurut mereka adalah bersifat diskontinu.
   Gestaltis berpendapat bahwa problem yang tak selesai akan menimbulkan ambiguitas atau ketidakseimbangan organisasional dalam pikiran siswa, dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan. Ambiguitas dilihat sebagai keadaan negatif yang akan terus ada sampai problem terselesaikan. Siswa yang berhadapan dengan problem akan berusaha mencari informasi baru atau menata ulang informasi lama sampai mereka mendapatkan wawasan mendalam tentang solusinya. Solusi ini akan membuat siswa puas, sebagaimana puasnya seorang yang lapar diberi sepiring nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Dalam satu pengertian, pengurangan ambiguitas dapat dilihat sebagai teori Gestalt yang sejajar dengan gagasan penguatan dari kaum behavioris. Akan tetapi, reduksi ambiguitas dapat dianggap sebagai penguat intrinsik, sedangkan behavioris biasanya lebih menekankan pada penguat eksternal atau ekstrinsik.
         Bruner dan Holt menganut gagasan Gestalt, bahwa belajar adalah memuaskan secara personal dan tidak perlu didorong-dorong oleh penguatan eksternal. Kelas yang berorientasi Gestalt akan dicirikan oleh hubungan memberi-dan-menerima antara murid dengan guru. Guru akan membantu siswa memandang hubungan dan mengorganisasikan pengalaman mereka ke dalam pola yang bermakna. Belajar berdasarkan pendapat Gestalt bisa dimulai dengan sesuatu yang familiar dan setiap langkah dalam pendidikan didasarkan pada hal-hal yang sudah dikuasai. Semua aspek pelajaran dibagi menjadi unit-unit yang bermakna, dan unit-unit itu harus berkaitan dengan seluruh konsep atau pengalaman. Guru yang berorientasi Gestalt mungkin menggunakan teknik ceramah (lecture), tetapi ia akan berusaha agar selalu ada interaksi antara guru dan murid. Memorisasi fakta tanpa pemahaman akan dihindari. Setelah siswa memahami prinsip di balik pengalaman belajar barulah mereka bisa memahaminya dengan sesungguhnya. Ketika hal-hal yang dipelajari telah dipahami, bukan hanya diingat maka ia dapat dengan mudah diaplikasikan ke situasi yang baru dan dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.


2.Piaget

     Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli sejarah yang mengkhususkan diri di bidang sejarah literatur abad pertengahan. Piaget pada awalnya tertarik pada biologi, dan ketika dia berusia 11 tahun, dia memublikasikan ar tikel satu halaman tentang burung pipit albino yang dilihatnya di taman. Antara usia lima belas dan delapan belas tahun, dia memublikasikan sejumlah artikel tentang kerang. Piaget mencatat bahwa karena publikasinya banyak, dia ditawari posisi kurator koleksi kerang di Museum Geneva saat dia masih duduk di sekolah menengah.
Teori Piaget tidak banyak mendapat perhatian ketika baru pertama muncul, tetapi perlahan-lahan teori ini naik ke posisi atas dalam bidang ilmu perkembangan manusia. Teori Piaget mencakup banyak tipe perkembangan dan kompleks , teori Piaget tetap penting dan memiliki beberapa implikasi yang bermanfaat bagi pengajaran dan pembelajaran.

•Inteligensi

       Piaget menentang pendefinisian intelligence (inteligensi) dalam term jumlah item yang dijawab dengan benar dalam tes inteligensi. Menurut Piaget, tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan hidup organisme. Dengan kata lain, inteligensi memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif lingkungannya. Karena lingkungan dan organisme senantiasa berubah, sebuah interaksi yang "cerdas" antara keduanya juga pasti terus-menerus berubah. Sebuah tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan kondisi optimal untuk survival organisme di dalam situasi yang sedang dialaminya. Jadi, menurut Piaget, inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Menurut Piaget, inteligensi adalah bagian integral dari setiap organisme karena semua organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup mereka. Namun, bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epistemology (epistemologi genetik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Perlu dijelaskan bahwa di sini istilah genetic mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis.

•Ekuilibrasi

       Menurut piaget, perkembangan kognitif tergantung pada empat faktor: pertumbuhan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi. Faktor keempat. Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk menciptakan sebuah kondisi keseimbangan atau ekuilibrium (atau adaptasi) yang optimal antara struktur struktur kognitif dan lingkungan (Duncan, 1995), Ekuilibrasi merupakan faktor utama dan dorongan motivasi di belakang perkembangan kognitif. Ekuilibrasi mengoordinasikan tindakan-tindakan dari tiga faktor lainnya dan membuat struktur struktur mental dan realitas lingkungan eksternal konsisten terhadap satu sama lain.
    Untuk mengilustrasikan peran ekuilibrasi, kita misalkan seorang anak berusia 6 tahun bernama Allison sedang bepergian di dalam mobil besama ayahnya. Mobil mereka bergerak dengan kecepatan 65 mph, dan sekitar 100 yard di depan mereka ada sebuah mobil Mereka telah mengikuti mobil tersebut selama beberapa waktu, dan jarak antara mobil tersebut dan mobil mereka tetap sama. Ayahnya menunjuk mobil tersebut dan bertanya pada Allison, "Mobil yang mana yang bergerak lebih cepat, mobil kita atau mobil itu, atau apakah kecepatannya sama?" Allison menjawab bahwa mobil yang ada di depan lebih cepat. Ketika ayahnya bertanya mengapa, ia menjawab, "Karena mobil itu di depan kita." Jika ayahnya kemudian mengatakan "Sebenarnya kita bergerak dengan kecepatan yang sama dengan mobil itu," Allison akan bingung. la yakin bahwa mobil yang satunya bergerak lebih cepat, tetapi ia menerima input lingkungan yang berlawanan Untuk menyelesaikan pertentangan tersebut, Allison dapat menggunakan satu dari dua proses komponen dari ekuilibrasi asimilasi dan akomodasi.

•Asimilasi

    Asimilasi mengacu pada menyesuaikan realita eksternal dengan struktur kognitif yang telah ada. Ketika kita berinterpretasi, menganalisis, dan merumuskan, kita mengubah sifat realita untuk membuatnya sesuai dengan struktur kognitif kita. 'Untuk mengasimilasi informasi tadi, Allison mungkin akan mengubah realita dengan meyakini bahwa ayahnya bercanda atau barang kali pada saat itu dua mobil tersebut bergerak dengan kecepatan sama, tetapi mobil yang satunya tadinya bergerak lebih cepat.

•Akomodasi

      Akomodasi adalah mengubah struktur-struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal. Kita berakomodasi ketika kita menyesuaikan ide-ide kita untuk memahami realita. Untuk mengakomodasikan sistem (struktur-struktur) keyakinannya terhadap informasi yang baru, Allison dapat meyakini ayahnya tanpa memahami mengapa demikian atau ia dapat mengubah sistem keyakinannya untuk memasukkan ide bahwa semua mobil yang ada di depan mereka bergerak dengan kecepatan yang sama dengan mereka. Asimilasi dan akomodasi merupakan dua proses yang saling melengkapi. Ketika realita diasimilasikan, struktur-struktur diakomodasikan

•Tahapan tahapan perkembangan kognitif piaget

      Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif dalam 4 tahap 1. sensori-motor ( lahir sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (2 sampai 7 tahun), tahap operasional konkret (7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal (11 tahun sampai dewasa).
tahapan sensorikmotor, tindakan-tindakan anak spontan dan menunjukkan usaha untuk memahami dunia. Pemahaman bersumber dari tindakan di saat sekarang. Misalnya; bola untuk dilempar dan botol untuk disedot.
Anak-anak pada tahapan praoperasional mampu membayangkan masa mendatang dan berpikir tentang masa yang telah lewat, meskipun persepsi mereka masih sangat berorientasi pada masa sekarang. Mereka cenderung meyakini bahwa 10 koin yang diajarkan melintang dalam sebuah baris lebih banyak daripada 10 koin yang ditumpuk ke atas.
Tahapan operasional konkret ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan merupakan tahapan formatif dalam pendidikan sekolah, karena ini masanya bahasa dan penguasaan keterampilan keterampilan dasar anak-anak bertambah cepat secara dramatis. Anak-anak mulai menunjukkan beberapa pemikiran abstrak meskipun biasanya didefinisikan dengan karakter karakter atau tindakan-tindakan (misalnya; kejujuran adalah mengembalikan uang kepada orang yang kehilangan uang tersebut). Anak-anak pada Tahapan operasional konkret memperlihatkan pikiran yang sudah lebih tidak egosentris, dan bahasanya menjadi makin bersifat sosial.
Tahapan operasional formal mengembangkan pikiran operasional konkret. Pikiran anak anak pada tahapan ini tidak lagi hanya terfokus pada hal-hal yang dapat dilihat: anak-anak mampu berpikir tentang situasi-situasi hipotesis atau pengandaian. Kapabilitas penalaran mereka meningkat dan mereka dapat berpikir tentang lebih dari satu dimensi dan karakter-karakter abstrak. Egosentrisme muncul pada diri remaja di mana mereka membandingkan antara kenyataan dan kondisi ideal sehingga mereka sering memperlihatkan cara berpikir yang idealistik.

•Pendapat piaget tentang pendidikan

    Menurut Piaget, pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki struktur kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk memiliki struktur kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi belajar yang berbeda pula. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak. Jika, di sisi lain, materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah diketahui akan diasimilasi, dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam struktur kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar. Jadi, menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Maka kita melihat, baik itu Piaget (wakil dari paradigma kognitif) maupun kaum behavioris, telah mendapatkan kesimpulan yang sama mengenai pendidikan: yakni, pendidikan harus diindividualisasikan, Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan bervariasi dari satu anak ke anak yang lain dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak. Behavioris mencapai kesimpulannya dengan menyadari bahwa penguatan haruslah kontingen (bergantung) pada perilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang tepat membutuhkan hubungan tatap muka antara satu orang guru dan satu murid atau antara murid dan materi pendidikan.

3.Teori kognitif sosial (Albert bandura)

Albert bandura fokus pada  teori kognitif sosial; teori yang menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategi-strategi, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap. Individu-individu juga melihat model-model atau contoh-contoh untuk mempelajari kegunaan dan kesesuaian perilaku-perilaku dan akibat-akibat dari perilaku-perilaku yang dimodelkan, kemudian mereka bertindak sesuai dengan keyakinan-keyakinan tentang kemampuan-kemampuan mereka dan hasil-hasil yang diharapkan dari tindakan-tindakan mereka.
      albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare, kota kecil di Alberta, Canada.  Dia mendapat gelar B. A. dari University of British Columbia, kemudian M. A. pada 1951 dan Ph.D. pada 1952 dari University of iowa. Dia ikut magang pascadoktoral di Wichita Guidance Center pada 1953 dan kemudian bergabung di Stanford University. Pada 1969-1970 dia sempat di Center for the Advanced Study in the Behavioral Sciences behavioral Sciences. Bandura kini menjabat sebagai David Starr Jordan Professor of Social Science di Fakultas Psikologi di Universitas Stanford.
       Di antara penghargaan yang pernah diterimanya adalah Guggenheim Fellowship, 1972 Distinguished Scientist Award dari Divisi 12 American Psychological Association, 1972 Distinguished Scientific Achievement Award fsti California Psychological Association, 1973 Presidency of the American Psychological Association, 1974; James McKeen Cattell Award, 1977; dan James McKeen Catell Fellow Award dari American Psychological Society, 2003-2004 Selain itu, Bandura menjabat berbagai posisi di beberapa masyarakat ilmiah dan menjadi anggota dewan editor untuk sekitar 17 buah jurnal ilmiah.
       Saat di University of iowa, Bandura dipengaruhi oleh Kenneth Spence, seorang teoretisi Hullian terkemuka, tetapi minat utama Bandura adalah psikologi klinis. Pada saat itu, Bandura ingin menjelaskan gagasan yang dianggap efektif dalam psikoterapi dan kemudian menguji dan memperbaiki gagasan itu. Pada periode ini pula Bandura membaca buku Social Learning and Imitation karya Miller dan Dollard (1941). Buku ini amat memengaruhi dirinya.
       Bandura merumuskan sebuah teori pembelajaran observasional yang menyeluruh yang ia kembangkan untuk mencakup penguasaan dan praktik dari bermacam macam keterampilan, strategi, dan perilaku. Prinsip-prinsip kognitif sosial telah diaplikasikan dalam pembelajaran keterampilan keterampilan kognitif, motorik, sosial, dan pengaturan-diri, dan juga dalam topik topik kekerasan (secara langsung, melalui film), perkembangan moral, pendidikan, kesehatan, dan nilai-nilai sosial (Zimmerman & Schunk, 2003)


•PENJELASAN BANDURA TENTANG BELAJAR OBSERVASIONAL 


      Menurut Bandura, belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau mungkin juga tidak. Misalnya, saat mengendarai mobil di jalan Anda mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak. Dalam kasus ini Anda belajar dari observasi Anda, namun Anda tidak meniru apa yang telah Anda amati. Apa yang Anda pelajari, kata Bandura, adalah informasi, yang diproses secara kognitif dan Anda bertindak berdasar informasi ini demi kebaikan diri Anda. Jadi, belajar observasional lebih kompleks ketimbang imitasi sederhana, yang biasanya hanya berupa menirukan tindakan orang lain.

    Bandura tidak setuju dengan pendapat Miller dan Dollard mengenai belajar observasional, yang dideskripsikannya sebagai kasus khusus pengkondisian instrumental. Penjelasan Bandura mirip dengan penjelasan Tolman di mana mereka diasumsikan bahwa belajar bersifat terus-menerus dan tidak bergantung pada penguatan. Menurut Bandura dan Tolman, penguatan adalah variabel performa bukan variabel belajar. Penguatan langsung dan tak langsung memberikan informasi tentang perilaku apa yang akan mendapatkan penguatan dalam berbagai situasi; ketika dibutuhkan, informasi ini diterjemahkan ke dalam perilaku. Jadi, penguatan memberikan informasi yang memungkinkan pengamat untuk memperkirakan adanya penguatan jika mereka berbuat dengan cara tertentu. Menurut Bandura, penguatan tidak langsung memperkuat respons yang menghasilkannya. Dalam kenyataannya, banyak proses belajar manusia terjadi tanpa adanya penguatan langsung. Proses belajar manusia biasanya terjadi dengan mengamati konsekuensi dari perilaku model. Belajar tak langsung ini dimungkinkan karena manusia memiliki kapasitas untuk membuat simbol dan menyimpan informasi dan kemudian bertindak pada waktu yang lain berdasarkan informasi itu.

      Empat proses utama dianggap memengaruhi jalannya belajar observasional: proses atensional, yang menentukan aspek mana dari situasi modeling yang akan diperhatikan; proses retensional, yang melibatkan pengkodean informasi secara imajinal dan verbal sehingga bisa disimpan dan dipakai di waktu mendatang; proses pembentukan perilaku, yang melibatkan kemampuan untuk memberi respons yang dibutuhkan untuk menerjemahkan hal-hal yang sudah dipelajari ke dalam perilaku; dan proses motivasional, yang menentukan aspek mana dari respons yang telah dipelajari sebelumnya yang akan diterjemahkan ke dalam tindakan. Penguatan adalah proses motivasional utama sebab ia bukan hanya menyebabkan pengamat fokus pada aspek fungsional dari perilaku model, tetapi juga memberi insentif untuk bertindak berdasarkan informasi yang diperoleh dari observasi itu. Informasi yang didapat dengan mengamati kontingensi penguatan dapat berasal dari pengalaman langsung seseorang dengan penguatan itu atau secara tak langsung melalui pengamatan konsekuensi dari perilaku model.

     Salah satu konsep utama Bandura adalah determinisme resiprokal, yang menyatakan bahwa ada interaksi konstan antara lingkungan, perilaku, dan orang. Menurut Bandura, bisa dikatakan bahwa perilaku memengaruhi lingkungan sebagai lingkungan memengaruhi prilaku.  Selain itu orang juga mempengaruhi perilaku dan lingkungan.

     Berbeda dengan teoretisi belajar tradisional, Bandura percaya bahwa banyak perilaku manusia adalah diatur sendiri (self-regulated). Melalui belajar langsung dan belajar observasional, muncul standar performa yang bertindak sebagai pedoman dalam mengevaluasi perilaku seseorang. Jika perilaku seseorang sesuai atau melebihi standar, ia dinilai positif; jika tidak dia akan dinilai negatif. Demikian pula, anggapan kecakapan diri seseorang muncul dari pengalaman langsung dan tak langsung yang berkaitan dengan kesuksesan dan kegagalan. Penguatan intrinsik (penguatan-diri) lebih memengaruhi perilaku seseorang ketimbang penguatan ekstrinsik atau eksternal. Perilaku moral diatur oleh kode moral yang diinternalisasikan. Jika seseorang bertindak bertentangan dengan kode moral, seseorang akan mencela diri (menyesal), yang berfungsi sebagai hukuman. Akan tetapi, Bandura mendeskripsikan sejumlah mekanisme yang memungkinkan orang untuk memisahkan diri dari prinsip moralnya dan karenanya bisa berbuat tak bermoral tanpa merasa menyesal. Mekanisme ini antara lain justifikasi moral, labeling eufemistis, perbandingan yang menguntungkan, pengalihan tanggung jawab, difusi tanggung jawab, pengabaian atau distorsi konsekuensi, dehumanisasi, dan atribusi kesalahan.

     Proses kognitif yang salah dapat muncul dari persepsi yang tidak akurat, generalisasi berlebihan, atau informasi yang tak lengkap atau keliru. Kebanyakan fobia berasal dari generalisasi yang berlebihan dari satu pengalaman yang menyakitkan. Salah satu cara Memperbaiki proses kognitif yang salah ini, termasuk fobia, adalah memberi pengalaman Penyangkal yang kuat, yang akhirnya bisa mereduksi atau menghilangkan hambatan atau rasa takut seseorang. Selain untuk mereduksi atau mengeliminasi hambatan, modeling juga bisa dipakai untuk mengajarkan keahlian baru, menghambat respons, memfasilitas respons, Mengajarkan kreativitas, dan mengajarkan kaidah dan aturan umum. Modeling simbolis, langsung, dan partisipan dalam setting klinis ternyata efektif dalam Mengatasi fobia. Akan tetapi dari ketiganya, modeling partisipan yang paling efektif. Proses mengurangi rasa takut dengan melihat orang lain berinteraksi tanpa rasa takut dengan objek yang ditakuti dinamakan pelenyapan tak langsung. Bandura memberi bukti bahwa media berita dan hiburan bertindak sebagai model yang kuat dan terkadang dapat mendorong tindakan agresif, kekerasan, dan bahkan kejahatan.

     Teori Bandura dinamakan teori kognitif sosial karena ia menekankan fakta bahwa hampir semua informasi kita peroleh dari interaksi kita dengan orang lain. Karena teori Bandura menekankan pada proses kognitif seperti bahasa dan memori, karena efektif sebagai pedoman dalam praktik psikoterapi, karena implikasinya yang mendalam bagi pengasuhan anak dan praktik pendidikan, dan karena kemampuannya untuk memicu riset baru, maka teori sangat populer dewasa ini dan barangkali akan lebih populer lagi di masa depan.

•PENDAPAT BANDURA TENTANG PENDIDIKAN


      Teori Bandura mengandung banyak implikasi bagi pendidikan. Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tak langsung lewat observasi. Bandura juga percaya bahwa model akan amat efektif jika dilihat sebagai memiliki kehormatan, kompetensi, status tinggi, atau kekuasaan. Jadi, dalam kebanyakan kasus, guru dapat menjadi model yang berpengaruh besar. Melalui perencanaan yang cermat terhadap materi yang akan disajikan, guru dapat lebih dari sekadar menyampaikan informasi rutin. Guru dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi pemecahan masalah, kode moral, standar performa, aturan dan prinsip umum, dan kreativitas. Guru dapat menjadi model tindakan, yang akan diinternalisasikan siswa dan karenanya menjadi standar evaluasi diri. Misalnya, standar yang telah diinternalisasi ini akan menjadi basis untuk kritik diri atau penghargaan diri. Ketika siswa bertindak sesuai dengan standar mereka, pengalaman itu akan diperkuat. Ketika tindakannya tidak memenuhi standar, pengalaman itu akan dihukum. Jadi, menurut Bandura, sebagaimana menurut teoretisi Gestalt dan Tolman, penguatan intrinsik lebih penting ketimbang penguatan ekstrinsik. Menurut Bandura, penguatan ekstrinsik justru bisa jadi mereduksi motivasi belajar siswa. Pencapaian tujuan personal juga bisa menguatkan, dan karenanya guru sebaiknya membantu siswa merumuskan tujuan yang tidak terlalu sulit atau tak terlalu mudah untuk dicapai. Formulasi tentu saja, perlu dirumuskan secara individual untuk masing-masing siswa.
     Mengatakan bahwa siswa mempelajari apa-apa yang mereka amati adalah pernyataan Terlalu menyederhanakan karena belajar observasional diatur oleh empat variabel yang harus diperhatikan oleh guru. Proses atensional (perhatian) akan menentukan apa yang akan diamati oleh siswa, dan proses itu akan bervariasi seiring dengan pendewasaan dan pengalaman belajar sebelumnya. Bahkan jika sesuatu diperhatikan dan dipelajari, sesuatu harus dipertahankan atau disimpan dan diingat untuk dipakai nanti; jadi proses retensi adalah penting. Menurut Bandura, retensi sebagian besar ditentukan oleh kemampuan verbal seseorang. Jadi, guru harus mempertimbangkan kemampuan verbal siswa saat akan merencanakan modeling. Bahkan jika sesuatu itu diperhatikan dan telah disimpan, siswa mungkin tidak punya keterampilan motor yang dibutuhkan untuk mereproduksi keterampilan yang telah dipelajari tersebut. Jadi, guru harus mengetahui proses pembentukan perilaku siswa. Terakhir, bahkan jika siswa memerhatikan, menyimpan, dan mampu melakukan perilaku yang dipelajari lewat observasi itu, siswa harus punya insentif (dorongan) untuk melakukannya. Jadi, guru harus mengetahui proses motivasional. Pada poin ini penguatan ekstrinsik mungkin ada gunanya. Misalnya, siswa mungkin mau menunjukkan apa yang telah mereka pelajari jika mereka diberi nilai, tanda jasa, pujian, atau penghargaan oleh guru. Tetapi, perhatikan bahwa penguatan ekstrinsik dipakai untuk memengaruhi kinerja, bukan untuk memengaruhi belajar.
        belajar observasional memiliki banyak implikasi edukasional, tetapi untuk menggunakannya secara efektif di kelas, guru perlu mempertimbangkan proses atensional, retensional, motor, dan motivasional dari siswa. Dengan mengingat ini, film, televisi, ceramah, tape, demonstrasi, dan display dapat dipakai sebagai model yang efektif untuk tujuan pendidikan.



------------------------
Sumber:
Dale H. Schunk, learning theories an educational perspective, edisi ke enam(yogyakarta : pustaka pelajar, 2012)
B. R. Hergenhahn dan Metthew H.  Olson, theories of learning,  edisi ke tujuh (jakarta;  kencana, 2009)
Hamzah b. Uno, orientasi baru dalam psikologi pembelajaran, (jakarta :bumi akasara,  2010)
Zainal Abidin Arif, landasan teknologi pendidikan, Bogor: uika press 2015
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar