KELOMPOK (pengertian, jenis, ciri, fungsi , perspektif teoritis)
Sebagai insan yang hidup dalam suatu lingkungan, manusia tidak pernah terlepas dari kebutuhan akan orang lain, karena adanya keterbatasan dalam dirinya yang harus ditutupi dengan kehadiran orang lain. Namun, terkadang kebutuhan akan orang lain lebih disebabkan karena adanya persamaan tujuan maupun motif yang ingin dicapai. Hal tersebut menyebabkan seseorang berupaya membangun suatu ikatan untuk menyelesaikan setiap persoalannya dengan cara membangun perkumpulan yang disebut kelompok. Setiap individu di dalam kelompok akan mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk pencapaian tujuan. Sehingga kelompok berperan besar dalam memenuhi pencapaian tujuan para anggotanya.
Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjadi melahirkan suatu kelompok atau komunitas. Kelompok menjadi wadah dan tempat berkumpulnya individu untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Kelompok tersebut bisa dalam skala yang besar maupun dalam skala yang kecil.
Menurut McClure (dalam Kurnanto, 2013) ada kebiasaan bahwa orang berkumpul dalam suatu kelompok karena tujuan dan kepentingan yang sama. Melalui kelompok individu merumuskan tujuan yang diselaraskan dengan kiat atau cara untuk mencapai target yang diinginkan. Tujuan yang mendasari individu berkelompok yaitu untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan kehidupan manusia, yakni untuk kebutuhan sosialnya.
Banyak kajian yang dilakukan mengenai (membahas) kelompok oleh para ahli, baik dari sudut tinjauan sosiologi, psikologi sosial, maupun dari tinjauan teori komunikasi. Namun dari semua pembahasan yang dilakukan tersebut, ada semacam keinginan bersama untuk menyatakan bahwa suatu kelompok yang termasuk dalam pengertian kelompok kecil, selalu memiliki perspektif yang sama. Kalaupun ada perbedaan-perbedaan dalam pembatasan tersebut, tergantung dari sudut mana penetapan definisi tersebut dilakukan, mungkin dari sudut fungsi kelompok, tugas kelompok, peran setiap anggota, struktur kelompok, peran yang dimainkan dan sebagainya.
A. DEFINISI KELOMPOK DAN BATASAN KELOMPOK
Pada dasarnya kelompok terbentuk karena adanya suatu kumpulan dua orang atau lebih. George Homans pada 1950 mendefinisikan kelompok sebagai sejumlah individu, berkomunikasi satu dengan yang lain dalam jangka waktu tertentu yang jumlahnya tidak terlalu banyak, sehingga tiap orang dapat berkomunikasi dengan semua anggota secara langsung.
Menurut Mills (1967), kelompok adalah satu unit yang terdiri dari dua orang atau lebih yang bekerja sama atau melakukan kontak untuk mencapai tujuan dan yang mempertimbangkan kerja sama di antara kelompok sebagai satu yang berarti.
Mardikanto (1993) mendefenisikan kelompok sebagai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri:
1) memiliki ikatan yang nyata;
(2) memiliki interaksi dan interelasi sesama anggotanya;
(3) memiliki kaidah struktur dan pembagian tugas yang jelas;
(4) memiliki kaidah kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama; serta
(5) memiliki keinginan dan tujuan bersama. Adapun kelompok merupakan tempat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan sosiologis, ekonomis, maupun psikologisnya.
Kelompok adalah berkumpulnya sejumlah orang yang berkaitan satu sama lainnya (terikat oleh tujuan bersama dan peranan mereka masing-masing atau merasa senasib sepenanggungan). Misalnya, mahasiswa yang sedang berdiskusi, guru-guru yang mengikuti rapat, warga desa sedang gotong-royong, sejumlah siswa latihan baris-berbaris (Adhiputra, 2015).
Berkaitan dengan hal tersebut, Johnson (2012) menjabarkan tujuh definisi yang paling umum tentang kelompok yaitu:
1. Tujuan
Kelompok dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama untuk mencapai suatu tujuan. Kelompok tersebut ada untuk suatu alasan. Orang membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai sendiri.
2. Ketergantungan
Kelompok dapat diartikan sebagai kumpulan orang-orang yang bergantung dalam beberapa hal. Setiap individu bukanlah kelompok sebelum ada sebuah peristiwa yang mempengaruhi mereka satu sama lain. Zanden (1984) menyatakan kelompok adalah sekumpulan individu yang memiliki perasaan senasib, sehingga perasaan yang satu dapat dirasakan oleh anggota lain. Ketergantungan ini memang berbeda antara satu anggota dengan anggota lainnya, walaupun diakui bahwa keeratan keanggotaan kelompok tergantung dari tingkat ketergantungan anggota satu dengan anggota yang lainnya
3. Interaksi antar Individu
Kelompok dapat diartikan sebagai sejumlah individu yang berinteraksi sama lain, sehingga kelompok tidak ada sebelum ada interaksi.
4. Persepsi Keanggotaan
Kelompok dapat diartikan sebagai suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang menganggap diri mereka berada dalam suatu kelompok.
Para anggota kelompok masuk ke dalam kelompok karena memiliki persepsi sendiri tentang kelompok itu. Interaksi di dalam kelompok, terutama tatap muka, akan menimbulkan makna tersendiri. Makna tadi ditangkap melalui indra yang berproses melalui persepsi. Menangkap impresi-impresi melalui persepsi akan dapat melahirkan perilaku kelompok oleh individu sebagai anggota kelompok
5. Hubungan Terstruktur
Kelompok diartikan sebagai sekumpulan individu yang interaksinya tersusun oleh serangkaian peran dan norma-norma. Hal ini sesuai dengan para ahli sosiologi yang memandang kelompok sama dengan organisasi. Sehingga para ahli tersebut beranggapan bahwa sesuatu itu dapat dikatakan sebagai kelompok (Soekanto, 1990) apabila: a Setiap anggota harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok. b Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. c. Minimal harus terdapat sesuatu faktor yang merupakan milik bersama, sehingga mempererat hubungan antar anggota. d. Mempunyai struktur sebagai kaidah perilaku. e. Memiliki sitem dan berproses. Definisi sosiologi ini lebih menekankan pada aspek status, peran dan norma yang erat kaitannya dengan struktur kelompok
6. Motivasi
Kelompok dapat diartikan sebagai sekelompok individu yang mencoba untuk memuaskan beberapa kebutuhan pribadi melalui kebersamaan mereka. Berdasarkan definisi ini, sekelompok orang bukanlah kelompok sebelum mereka terdorong oleh alasan pribadi untuk bergabung dalam sebuah kelompok. Orang-orang menjadi anggota kelompok untuk mendapatkan penghargaan atau untuk memuaskan keanggotaan mereka.
7. Pengaruh yang Menguntungkan
Kelompok diartikan sebagai sekelompok orang yang mempengaruhi satu sama lain. Sekelompok orang bukanlah suatu kelompok, sebelum mereka mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lain dan karakter dasar yang menjelaskan suatu kelompok adalah pengaruh antar pribadi.
selanjutnya tentang batasan (takrif) kelompok dapat dilihat dari terminologi Motivasi. Pakar yang bergerak pada pemahaman kelompok sebagai sistem motivasi ini, antara lain Cattell (1951), dan Bass (1960). Pandangan kedua pakar tersebut akan diurutkan berturut-turut di bawah ini:
Pendefinisian secara esensi yang menyeluruh tentang kelompok adalah kumpulan organisme yang bereksistensi dalam keseluruhan konstalasi (mereka saling menerima relationship) yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan masing-masing individu (Cattell, 1951).
Sedangkan tinjauan Bass memandang kelompok "sebagai kumpulan individu-individu yang bereksistensi sebagai kelompok yang mendorong dan memberi ganjaran pada masing masing individu (Bass, 1960; 39).
Kedua pendefinisian di atas, mengacu pada pemuasan kebutuhan sebagai unsur-unsur pengindentifikasian penerimaan sebagai kelompok. Bass, menambahkan karakteristik lain dalam pentakrifannya terhadap kelompok, dalam pandangannya suatu kelompok hendaknya menyebarkan kesatuan persepsi yang sifatnya komunal dan interaksi para anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, pembatasan pengertian kelompok, dapat dilihat dari pengertian saling ketergantungan (interdependency) masing-masing individu terhadap yang lainnya. Dari kubu ini dipelopori oleh Kurt Lewin, kemudian diikuti tokoh-tokoh lain seperti Fiedler, Cartwright dan Zander. Lebih lanjut, dapat dipahami pendefinisian yang diajukan oleh Lewin dengan mengambil unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah kelompok sebagai kelompok yang dinamik, yakni saling ketergantungan masing-masing anggota, yang direalisasikan dalam persamaan tujuan.
Lebih lanjut, Cartwright dan Zander mengajukan batasan yang tetap memandang faktor saling ketergantungan sebagai faktor utama, sebagaimana dicantumkan di bawah ini: kelompok adalah sekumpulan individu yang melakukan hubungan dengan orang lain (sesama anggota) yang menunjukkan ketergantungan pada derajat (tingkat) yang berarti. Sebagai batasannya, istilah kelompok mengacu pada kesatuan kelas sosial dalam milik umum yang saling tergantung atas pilihan masing-masing anggota (Cartwright dan Zander; 1968; 46).
Pengembangan selanjutnya mengenai batasan kelompok dari sudut tinjauan ketergantungan, adalah sudut tinjauan interaksi. Tinjauan ini dikembangkan para ahli seperti Homans, dan Stogdill. Menurut Cartwright dan Zander, interaksi merupakan wujud (aktualitas) dari bentuk interdependensi (ketergantungan). Banyak para penulis percaya bahwa bentuk ketergantungan merupakan suatu "kekompakan kelompok" atau 'group ness". Untuk itu kedua ahli yang disebutkan (Homans dan Stogdill, juga ditambah pendapat dari Bonner) mengembangkan pandangannya untuk menetapkan batasan kelompok sebagai wujud dari interaksi.
Lebih lanjut Bonner (1959), mengemukakan batasan ke kelompok dilihat dari interaksinya, ia menyebutkan bahwa kelompok adalah sejumlah orang-orang yang berinteraksi dengan sesama lainnya, dan interaksi ini (proses interaksi) membedakan bentuk kelompok-kelompok bersama dengan kelompok yang lainnya."
B. CIRI DAN SYARAT KELOMPOK
Ada beberapa ciri serta syarat kelompok dikatakan sebagai kelompok. Berikut merupakan ciri kelompok, antara lain:
a. Terdapat dorongan atau motif yang sama antar-individu satu dengan yang lainnya.
b. Terdapat sebab akibat interaksi yang berlainan terhadap individu satu dengan yang lain berdasarkan rasa dan kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat di dalamnya.
C. Adanya penegasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan-peranan dan kedudukan masing-masing.
d. Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang ada.
e. Berlangsungnya suatu kepentingan.
f. Adanya pergerakan yang dinamik.
Pendapat lain dikemukakan Shaw (1981) dalam buku Group Dynamics yang menjabarkan tentang ciri-ciri kelompok meliputi:
1. Adanya persepsi tiap anggota yang didasarkan asumsi bahwa tiap orang sadar akan hubungan dengan orang lain.
2. Adanya tujuan yang hendak dicapai
3. Adanya motivasi, dimana tiap anggota kelompok menginginkan kepuasan terhadap kebutuhannya dari kelompok yang dimasukinya.
4. Adanya interdependensi, yaitu saling tergantung antar anggota
5. Adanya Interaksi yang merupakan suatu bentuk aktual dari interdependensi. dimana tiap anggota saling berkomunikasi. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi verbal, interaksi fisikal, dan interaksi emosional.
6. Adanya organisasi, yakni kesatuan fungsi dalam mekanisme reguler
Syarat kelompok sebagai berikut (Soekanto, 2006):
a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
b. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya.
c. Terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain lain
d. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
Adapun menurut Baron & Byrne (1979), syarat kelompok antara lain:
a Interaksi, anggota-anggota seharusnya berinteraksi satu sama lain
b. Interdependen, yaitu apa yang terjadi pada seorang anggota akan mampu memengaruhi perilaku anggota lainnya.
c Stabil, hubungan paling tidak ada lamanya waktu yang berarti (bisa minggu, bulan, dan tahun).
d. Tujuan yang dibagi, beberapa tujuan bersifat umum bagi semua anggota. Struktur, fungsi tiap anggota harus memiliki beberapa struktur sehingga mereka set peran.
f. Persepsi, anggota harus merasakan diri mereka sebagai bagian dari kelompok.
KARAKTERISTIK KELOMPOK
Hemphill (dalam Sahertian, 1987) mengidentifikasi 10 karakteristik kelompok, yaitu:
1. Besar atau banyaknya anggota dalam kelompok itu.
2. Viscidity, yaitu tingkatan dimana kelompok itu berfungsi sebagai suatu kesatuan
3. Homogenity, yaitu tingkatan dimana para anggota memiliki kesamaan dalam umur, jenis kelamin, dan latar belakang.
4. Flexibility, yaitu tingkatan dimana kelompok memiliki hukum-hukum, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur.
5. Stability, yaitu frekuensi dimana kelompok mengalami perubahan perubahan pokok dalam organisasi.
6. Permeability, yaitu tingkatan dimana kelompok menolak penerimaan anggota-anggota baru.
7. Polarization, yaitu tingkatan dimana kelompok bekerja ke arah tercapainya tujuan tertentu.
8. Autonomy, yaitu tingkatan dimana kelompok bekerja bebas di bawah pengawasan orang lain atau kelompok yang lebih besar.
9. Intimacy, yaitu tingkatan dimana anggota-anggota kelompok berkenalan satu dengan lainnya.
10. Control, yaitu tingkatan dimana kelompok membatasi kebebasan tingkah laku para anggotanya.
C. FUNGSI KELOMPOK
Secara umum kelompok berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota agar setiap anggota relatif merasa puas, walau sebenarnya fungsi kelompok tidak hanya sebatas itu saja. Crech dan Cructhfield (dalam Sudjarwo, 2011) mencoba menguraikan fungsi kelompok dengan lebih rinci yaitu:
1. Fungsi kelompok sebenarnya unik, artinya ciri sekaligus fungsi dapat tergambar pada satu kelompok tertentu dengan sekaligus. Contoh kelompok pengajian, dimana tampak antara fungsi dan ciri melekat sekaligus
2. Fungsi kelompok merupakan accessory, artinya kelompok merupakan bingkai dari sejumlah kegiatan yang ada dalam satu kesatuan.
3. Fungsi kelompok dominance dan belonginess. Maksudnya sekalipun dalam kelompok terdapat kegiatan sub kelompok, namun kelompok tetap dapat memelihara rasa kebersamaan dari seluruh anggota kelompoknya.
Kartono (2002) justru melihat fungsi kelompok tidak sekedar dari interaksinya saja, akan tetapi lebih dalam lagi yaitu dengan penjelasan berikut:
1. Kelompok merupakan wadah dan ruang psikologis kepada semua anggota, sehingga para anggota merasa memiliki terhadap kelompoknya.
2. Munculnya kader yang menunjukkan loyalitas dan kesetiakawanan sosial.
3. Memberikan rasa aman kepada semua anggotanya.
4. Adanya penghargaan melalui status dan peran masing-masing anggotanya.
5. Terdapat suatu tujuan ideal tertentu dari kelompok.
6. Kelompok dapat berperan sebagai wahana untuk mencapai tujuan.
7. Anggota kelompok sebagai individu merasa sebagai organ dari kelompok.
D. BENTUK BENTUK /JENIS-JENIS KELOMPOK
a. Kelompok Formal dan Informal
Kelompok formal adalah suatu kelompok yang sengaja dibentuk untuk pelaksanaan dan realisasi tugas tertentu, yang anggota-anggotanya diangkat dan dilegitimasi oleh suatu badan atau organisasi. Namun, hal ini tidak merupakan keharusan karena dapat dilihat dalam konteks kasuistik, sesuai dengan ruang waktu dan kebutuhan dan kegunaan praktis. Sejumlah orang yang ditetapkan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu merupakan bentuk dari kelompok formal ini. Berikut ini beberapa contoh yang diidentifikasikan oleh Miftah Thoha yang tergolong dalam kelompok formal tersebut antara lain komite atau panitia, unit-unit kerja tertentu seperti bagian laboratorium, riset dan pengembangan (R&D), tim manajer, kelompok tukang pembersih, dan lain sebagainya.
Sedangkan kelompok informal, merupakan suatu yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Dalam kelompok ini, anggota kelompok tidak diatur dan diangkat atau dilegalisasi dalam suatu pernyataan yang formal (surat pengangkatan). lebih ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu, dan kelompok. Kelompok informal ini sering timbul dan tumbuh berkembang dalam kelompok formal, karena ada nya beberapa anggota yang secara tertentu memiliki nilai-nilai yang perlu ditularkan (shared) dengan sesama anggotanya. Terkadang, kelompok informal ini berkemabng atau keluar dari organisasi (kelompok) formal.
b. Kelompok Terbuka dan Tertutup
Selain cara pembagian di atas, untuk memilih jenis dan bentuk kelompok seperti penjenisan kelompok formal dan informal, dapat pula dipilih bentuk kelompok berdasarkan terbuka dan kelompok yang tertutup.
Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaharuan. Sedangkan kelompok tertutup, dalam menerima per ubahan dan pembaharuan, kecil kemungkinannya untuk menerima, atau memiliki kecenderungan untuk tetap menjaga kestabilan yang telah ada. Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaannya yang jelas dari empat dimensi yang ada, yaitu (Lihat Miftah Thoha: 1983).
Pertama, perubahan keanggotaan kelompok. Kelompok terbuka dengan bebas menerima dan melepas anggotanya. Kelompok tertutup berusaha untuk memelihara kestabilan keanggotaan kelompok, dengan sedikit sekali dapat menerima dan melepaskan anggota secara bebas. Hubungan status dan kekuasaan lebih mapan dalam kelompok tertutup. Kekuasaan anggota baru lebih luas kelompok terbuka dari pada kelompok tertutup.
Kedua, kerangka referensi. Jika kelompok terbuka menerima anggota baru, maka ide-ide baru yang dibawa oleh anggota baru tersebut umumnya dapat diterima organisasi. Sedangkan kelompok tertutup cenderung tidak bersedia menerima ide-ide baru dari anggota baru.
Ketiga, perspektif waktu. Kelompok terbuka banyak berfikir tentang masa sekarang dan masa depan yang dekat. Karena kelompok terbuka sering menerima ide-ide baru untuk pengembangan dan perubahan, sehingga perencanaan jangka pendek lebih efektif untuk dipikirkan karena perencanaan jangka panjang akan menunggu perubahan inovasi baru yang akan datang Sebaliknya kelompok tertutup cenderung memikirkan perencanaan jangka panjang, karena perubahan ide-ide baru relatif tidak dapat diterima oleh kelompok ini
Keempat, keseimbangan. Kelompok terbuka cenderung menunjukkan ketidakseimbangan dibanding kelompok tertutup. Hal ini karena kelompok terbuka sering mengadakan perubahan dan pengembangan organisasinya.
c. Kelompok Primer
Sering sekali istilah kelompok kecil dan kelompok primer dipakai secara tumpang tindih dan silih berganti. Secara teknis kedua kelompok ini memiliki perbedaan. Suatu kelompok kecil dijumpai hanya untuk dihubungi dengan suatu kriteria ukuran jumlah anggota kelompoknya, yakni kecil. Pada umumnya tidak diikuti dengan spesifikasi berupa jumlah yang tepat untuk kelompok kecil tersebut. Tetapi, kriteria yang dapat diterima ialah bahwa kelompok tersebut haruslah sekecil mungkin untuk berhubungan dan berkomunikasi secara tatap muka. Suatu kelompok primer (sebagaimana digagaskan C.H. Cooley) haruslah mempunyai suatu perasaan keakraban, kebersamaan, loyalitas, dan mempunyai tanggapan yang sama atas nilai-nilai dari para anggotanya. Dengan demikian, semua kelompok primer adalah kelompok yang kecil ukurannya, tetapi tidak semua kelompok kecil adalah kelompok primer. Contoh dari kelompok primer ini adalah keluarga, kelompok kolega (lihat M.S. Olmsted; 1959 17).
d. Kelompok referensi
Kelompok referensi ini ialah setiap kelompok di mana seseorang melakukan referensi atasnya. Orang ini mempergunakan kelompok tersebut sebagai suatu ukuran untuk evaluasi dirinya dan atau sebagai sumber dari nilai-nilai dan sikap peribadinya. Kelompok ini dapat dikatakan memberi dua fungsi bagi seseorang untuk menilai diri. Dua fungsi tersebut, adalah,
1)Fungsi Perbandingan Sosial. Dalam fungsi ini menilai dirinya dengan cara membandingkan dirinya dengan diri orang lain. Dari hasil perbandingan ini ia menilai dirinya apakah bekerja dengan baik atau tidak, apakah perilakunya sesuai dengan pendapat umum atau aneh, apakah sikapnya benar atau salah, dan lain sebagainya.
2) Fungsi Pengesahan Sosial. Dalam fungsi ini seseorang mempergunakan kelompok sebagai suatu ukuran menilai sikap, kepercayaan dan nilai nilainya. Dalam hal ini diri seseorang dinilai dibandingkan dengan kelompok sebagai pembandingnya.
E. TEORI PEMBENTUKAN KELOMPOK
Thomas (2005) yang mengemukakan beberapa teori tentang terbentuknya kelompok, antara Iain:
1. Teori Kontrak Sosial/Perjanjian Sosial
Teori ini dikembangkan oleh Rousseau, Hobbes, dan Locke. Mereka sama-sama berangkat dari suatu pemikiran awal yang menyatakan bahwa terbentuknya suatu negara adalah karena adanya kesepakatan dari masyarakat atau individu-individu dalam masyarakat untuk melakukan ke sepakatan atau perjanjian. Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar bahwa manusialah sumber dari kewenangan suatu negara.
2. Teori Hasrat Sosial
Teori ini berpendapat, manusia yang tadinya hidup terpisah-pisah kemudian hidup dalam pergaulan antarmanusia disebabkan karena pada diri tiap individu terdapat hasrat sosial yang senantiasa mendorong untuk bergaul dengan sesamanya.
3. Teori Tenaga yang Menggabungkan
Pencetus teori ini adalah P. J. Bowman. la berteori bahwa kelompok terbentuk karena manusia senantiasa hidup bersama dalam suatu pergaulan yang didorong oleh tenaga-tenaga yang menggabungkan atau mengintegrasikan individu ke dalam suatu pergaulan.
4. Teori Kedekatan (Propinquity Theory)
Merupakan teori yang sangat dasar tentang terbentuknya kelompok, yang menjelaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya afiliasi (perkenalan) di antara orang-orang tertentu.
5. Teori Keseimbangan (A Balance Theory)
Salah satu teori yang agak menyeluruh (comprehensive) penjelasannya tentang pembentukan kelompok ialah teori keseimbangan (a balance theory of group formation) yang dikembangkan oleh Theodore Newcomb. Teori ini menyatakan bahwa seseorang tertarik yang lain karena ada kesa maan sikap di dalam menanggapi suatu tujuan.
6. Teori Alasan Praktis (Practical Theory)
Teori alasan praktis (practicalities of group formation) dicetuskan oleh H. Joseph Reitz (1985) yang berasumsi bahwa individu bergabung dalam suatu kelompok untuk memenuhi beragam kebutuhan praktis. Menurut teori Abraham H. Maslow menggolongkan kebutuhan praktis ter sebut, yaitu: (a) kebutuhan fisiologis (udara, air, makanan, pakaian); (b) kebutuhan rasa aman; (c) kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi; (d) kebutuhan terhadap penghargaan dan (e) kebutuhan mengaktualisasi kan diri.
7. Teori Aktivitas-Interaksi-Sentimen
Teori yang dikemukakan oleh George C. Homans ini mengemukakan bahwa kelompok terbentuk karena individu-individu melakukan aktivitas bersama secara intensif sehingga memperluas wujud dan cakupan interaksi di antara mereka. Pada akhirnya, akan muncul sentimen (emosi atau perasaan) keterikatan satu sama lain sebagai faktor pembentuk kelompok sosial.
8.Teori Pertukaran
Teori ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja. Teori kedekatan, interaksi, keseimbangan, semuanya memainkan peranan di dalam teori ini. Secara praktis pembentukan kelompok bisa saja terjadi dengan alasan ekonomi, keamanan, atau alasan sosial. Para pekerja umumnya memiliki keinginan afiliasi kepada pihak lain.
9 Teori Hubungan Pribadi
Teori ini disebut juga sebagai teori FIRO-B (Fundamental Interpersonal Relation Orientation Behavior), yang oleh dikemukakan W. C. Schutz 1925-2002 Teori FIRO-B
Menyatakan bahwa manusia berkelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hubungan antarpribadi. Sejalan dengan itu, W.C. Schutz membagi anggota dalam dua tipe, yaitu: a. Tipe yang membutuhkan (wanted), yaitu membutuhkan inklusi (ingin diajak dilibatkan), membutuhkan kontrol (ingin mendapat arahan, ingin dibimbing), dan membutuhkan afeksi (ingin diperhatikan, ingin dan disayangi). b. Tipe memberi (expressed), yakni memberi inklusi (mengajak, melibatkan orang lain), memberi kontrol (mengarahkan, memimpin, membimbing), dan mem beri afeksi (memperhatikan, menyayangi).
10. Teori Identitas Sosial
Teori ini menegaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya sekumpulan orang-orang yang menyadari atau mengetahui adanya satu identitas sosial bersama. Adapun identitas sosial dapat dimaknai sebagai proses yang mengikat kan individu pada kelompoknya dan menyebabkan individu menyadari diri sosial (social self atau status yang melekat padanya. Kesamaan identitas lantas menjadi faktor pemersatu individu hingga membentuk suatu kelompok sosial
11. Teori Identitas Kelompok
Menurut D. L. Horowitz, bahwa individu-individu dapat berkelompok karena memiliki kesamaan identitas etnis atau suku bangsa.
12. Teori Pembentukan Beralasan
Alvin Zander 1917-1981 mencetuskan teori ini. Yang menjadi penekanan dalam teori ini ialah terdapat alasan pembentukan kelompok, yaitu:
a. Deliberate formation
Kelompok dibentuk berdasarkan pertimbangan tertentu, seperti mendukung pencapaian tujuan. Sebagai contoh, untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di suatu desa dibentuklah kelompok tani yang bercirikan tolong-menolong dan gotong-royong.
b. Spontaneous formation
Kelompok ini dibentuk secara spontan, tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu. Misalnya, siswa-siswi yang mengelompok secara sukarela untuk mengerjaIkan penugasan dari guru.
c. External designation
Pembentukan kelompok didasarkan atas hal-hal yang dapat digunakan sebagai patokan. Contoh nya, orang-orang dikelompokkan berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, usia, pekerjaan dll.
F. PERSPEKTIF TEORITIS TENTANG KELOMPOK
A. Perspektif Interaksionis (teori interaksi)
Menurut Horton&Hunt; 1984 Perspektif ini tidak menyarankan teori-teori besar tentang masyarakat karena istilah "masyarakat", "negara", dan "lembaga masyarakat" adalah abstraksi konseptual saja, yang dapat ditelaah secara langsung hanyalah orang-orang dan interaksinya saja.
G.H. Mead 1863-1931 dan C.H. Cooley 1846-1929: Para ahli interaksi simbolik memusatkan perhatiannya terhadap interaksi antara individu dan kelompok.Mereka menemukan dan mengintrodusir ,bahwa orang-orang melakukan interaksi terutama dengan menggunakan simbol-simbol yang mencakup tanda (signal), isyarat, dan yang paling penting melalui kata-kata baik melalui ungkapan tulisan maupun lisan. Suatu kata tidak memiliki makna yang melekat dalam kata itu sendiri, melainkan hanyalah suatu bunyi, dan baru akan memiliki makna bila orang sependapat bahwa bunyi tersebut memiliki suatu arti khusus.
Erving Goffman (1959) dan Herbert Blumer (1962) Para ahli dalam bidang perspektif interaksi modern menekankan bahwa orang tidak menanggapi orang lain secara langsung; sebaliknya mereka menanggapi orang lain sesuai dengan "bagaimana mereka membayangkan orang itu". Dalam perilaku manusia, "kenyataan" bukanlah sesuatu yang Nampak saja .kenyataan dibangun dalam pikiran orang-orang pada waktu mereka saling menilai dan menerka perasaan serta gerak gerik hati satu sama lain.
Kelompok sebagai satuan kecil masyarakat yang memiliki tujuan bersama, telah banyak dipelajari dalam studi-studi terdahulu, baik telaah psikologi, maupun sosiologi (termasuk juga ekonomi dan antropologi). Sebagaimana dijelaskan Hollander, 1967 tentang interaksi yang terjadi, berupa interaksi sosial yang melibatkan beberapa bentuk antara lain: "reciprocal relationship", "mutually dependent behaviour" dan communication" sebegitu jauh interaksi sosial terjadi dalam kelompok dalam ditentukan oleh tiga hal, yaitu
1. Karakteristik pelaku-pelakunya
2. Karakteristik interaksi
3. Setting interaksi tersebut. Selain itu, tinjauan lain mengenai interaksi sosial sebagai perwujudan aktivitas kelompok dan menunjukkan iklim kelompok yang hidup dapat dilihat sebagai sesuatu hal yang berpengaruh terhadap perkembangan individu (individual development) seperti yang dilakukan oleh Sears (1959), dan interaksi sosial dalam suatu kelompok (masyarakat) juga merupakan sesuatu yang memiliki kemampuan untuk membentuk Self concept(cottrell, 1950), dan Bovard menemukan bahwa ada hubungan yang berarti antara interaksi sosial dengan pengurangan stress pada individu, begitu juga dengan kajian Zajonc(1965).
Herbert Blumer, sebagai seorang tokoh yang menyambung kejian yang telah dilakukan oleh G.H Mead. Menurut Bluner dalam interaksinya dengan sesame individu dalam kelompok, berlaku konsep diri yang berperan dalam interaksinya tersebut. Menurutnya manusia bukan semata-mata organisme saja yang bergerak dibawah pengaruh stimuli-stimuli,apakah dari luar atau dari dalam melainkan organisme yang sadar dirinya (an organisme having a self). Dengan demikian mampu memandang diri sebagai objek perkiraannya dan bergaul atau berinteraksi dengan diri sendiri Konsep interaksi sosial, merupakan konsep tengah antara konsep disebutkan pertama dengan konsep apalagi yang dikemukakan sebagai konsep kini. Hal ini dapat disamakan dengan proses "pengambilan peran" (role taking ) dari Mead, sebagai proses yang terpenting interaksi berarti, bahwa individu (para peserta masing masing) memindahkan diri mereka secara mental kedalam posisi orang lain
Interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerik saja melainkan (terutama) melalui symbol-simbol yang perlu dipahami, dimengerti maknanya,
B. Perspektif fungsional
Dalam Perspektif ini, suatu masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerjasama secara terorganisasi yang berkerja dalam suatu cara yang agak teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut
Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan suatu kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang.
Menurut Parsons, untuk dapat berlangsung dan bertahan nya suatu masyarakat, kelompok atau organisasi, hendaknya masyarakat atau kelompok tersebut memenuhi empat fungsional, yang dirumuskannya sebagai berikut; (1) Adaptasi (2) Kemungkinan mencapai tujuan, (3) Integrasi anggota-anggotanya, dan (4) Kemampuan mempertahankan identitasnya terhadap kegoncangan dan ketegangan yang timbul dari dalam.
C. Perspektif teori konflik
maka para teoritisi konflik melihat masyarakat (kelompok) berada dalam konflik yang terus menerus antara kelompok dan kelas. Sekalipun Marx memusatkan perhatiannya pada pertentangan antar kelas untuk pemilikan atas kekayaan yang produktif, para teoritisi konflik modern berpandangan sedikit lebih sempit. Mereka melihat perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang kontinu, terkecuali satu hal, di mana orang-orang muncul sebagai penentang - kelas, bangsa, kewarganegaraan dan bahkan jenis kelamin.
Teori konflik, dalam melihat masyarakat sebagai suatu yang tidak stabil dari kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang saling bertentangan. Sedangkan dalam melihat kelas sosial, teori ini memandangnya sebagai sekelompok yang memiliki kepentingan ekonomi dan kebutuhan kekuasaan yang serupa. Berkembang dari keberhasilan sebagian orang dalam mengekploitasi orang atau kelompok lain.
D. Perspektif teori pertukaran sosial
Perspektif teori ini menganalisis keuntungan dan kerugian yang saling diterima dan diberikan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu hubungan. Sehingga teori pertukaran sosial tersebut merupakan teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi. Sehingga, menurut teori ini, seseorang akan cenderung memilih teman yang dapat memberikan ganjaran sebesar-besarnya. Namun menurut teori ini juga kita akan selalu berusaha menciptakan interaksi yang dapat memperbesar porsi ganjaran tersebut. Ganjaran merupakan segala sesuatu yang diperoleh dalam hubungan.
Menurut teori pertukaran ini, setiap orang selalu memperhitungkan ganjaran dan kerugian dari suatu hubungan. Meskipun demikian, kita menyadari adanya ganjaran dan kerugian itu, biasanya kita cenderung mencari hasil akhirnya saja, apakah resutan dari hubungan itu menguntungkan (ganjaran melebihi kerugian) atau merugikan (kerugian melebihi ganjaran).
E. Perspektif pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif ini dalam menelaah kelompok terutama dalam interaksinya dengan sesama anggota kelompok tersebut berkisar pada telaah psikologi sosial, yaitu melihat perilaku seseorang tergantung pada caranya mengamati situasi sosial. Hukum mengenai persepsi sosial sangat mirip dengan hukum persepsi obyek. Secara spontan dan otomatis orang mengorganisasikan persepsi, pikiran dan keyakinannya tentang situasi sosial ke dalam bentuk yang sederhana dan bermakna seperti yang mereka lakukan terhadap objek.
Tokoh-tokoh (authors) yang bergerak dalam pendekatan kognitif ini, antara lain Leon Festinger. Harold Kelley yang mengembangkan teori kecilnya dengan nama Attribution Theory, yang berusaha menginterpretasikan kausalitas dalam suatu interaksi manusia dan obyek, juga interaksi manusia dengan sesama manusia lainnya. Kalau ditarik kesimpulan kecil dari pendekatan kognitif ini, dapat disebutkan bahwa teori ini memusatkan diri pada interpretasi dan organisasi perseptual mengenai keadaan sekarang, bukan keadaan masa lalu. dan mencari sebab-sebab perilaku dari persepsi atau interpretasi individu terhadap situasi, dan tidak pada realitasi situasi nya sendiri. Bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi merupakan hal yang lebih penting daripada bagimana situasi sebenarnya
F. Perspektif teori Medan / field teori
Teori medan ini sangat banyak sekali dikembangkan oleh kurt lewin, selain ahli-ahli lain seperti toman, wheeler, lashley dan brinswi. Teori ini dinamakan juga dengan teori psikodinamika
Kurt Lewin termasuk dalm aliran Neo-Gestalt, merupakan perkembangan lebih lanjut dari psikologi Gestalt. Lewin lebih terkenal dalam bidang kepribadian daripada dalam bidang-bidang lainya. Menurut Lewin, pribadi selalu ada dalam lingkungan psikologi tertentu, keduanya merupakan Gestalt. Pribadi dan lingkungan psikologi itu bersama-sama merupakan ruang hidup (life space).
Konsep dasar Lewin adalah life space atau ruang hidup. Yaitu seluruh kejadian yang mempengaruhi individu yang meliputi masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang ketiganya mempengaruhi individu dalam berperilaku pada suatu waktu. Misal kesuksesan. Semakin banyak pengalaman, semakin luas ruang hidupnya
Teori lapangan (field theory) Kurt Lewin sangat di pengaruhi oleh aliran psikologi Gestalt yaitu suatu aliran yang tumbuh di jerman sejak 19 yang dipelopori oleh Max Wertheimer. Pandangan psikologi Gestalt yang terpenting adalah bagian atau elemen kejiwaan tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan terorganisir menjadi suatu keseluruhan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika teori lapangan dari Kurt Lewin juga sangat mengutamakan keseluruhan dari pada elemen atau bagian dalam studinya tentang jiwa manusia.
Pada tahun 1935 Lewin memisahkan diri dari aliran induknya dan mengembangkan teori sendiri yang dinamakanya teori lapangan. Karena Lewin lebih berminat dengan psikologi kepribadian dan psikologi sosiologi. Salah satu ciri yang terpenting dari teori lapangan adalah bahwa teori ini menggunakan metode "konstruktif. Metode konstrukif atau di sebut juga metode "genetik" adalah metode yang digunakan Lewin sebagi pengganti metode "klasifikasi" yang pada waktu itu lebih lazim dipakai.
G. Perspektif Psikodinamika
Menurut Bion (1948-1951) Kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-ciri kelompok ini berfungsi pada taraf tidak sadar yang ada pada manusia. Dengan demikian, pada suatu kelompok terdapat:
1.Kebutuhan dan motif-motif (fungsi ID)
2. Tujuan dan mekanisme (fungsi EGO)
3. Keterbatasan-keterbatasan (fungsi SUPER EGO)
Menurut Bion ada beberapa asumsi dasar suatu kelompok tentang mekanisme kerja kelompok yang masing-masing berkaitan dengan keadaan emosi tertentu dari kelompok tersebut, yaitu :
1. Asumsi Ketergantungan
Kelompok dianggap terbentuk karena adanya perasaan-perasaan ketidakberdayaan, dan frustasi dikalangan anggota kelompok. Individu anggota kelompok kemudian akan mencari dan mengharapkan perlindungan dan jaminan serta perawatan dari pemimpinnya. Pemimpin diharapkan dapat untuk mengarahkan perilaku kelompok, dan interaksi antar sesama anggotanya.
2. Asumsi Pasangan
Kelompok dianggap terbentuk karena adanya dorongan pada anggota untuk saling berpasangan. Komunikasi mantap yang terjadi antara dua orang dari jenis kelamin yang berbeda dianggap mempunyai tujuan-tujuan seksual. Sehingga timbulnya harapan untuk meningkatkan keturunan agar dapat menjamin kekuatan dari sebuah kelompok tersebut. Maka dapat dikatakan asumsi kelompok ini didasari oleh emosi mengharap yang kuat. Fungsi dari pemimpin adalah sebagai juru selamat untuk menjaga kelestarian pasangan-pasangan tersebut dan mempertahankan keutuhan kelompoknya.
3. Asumsi Melawan (lari)
Emosi yang mendasari asumsi ini adalah kemarahan, ketakutan, kebencian, dan agresivitas. Cara untuk mempertahankan eksistensi kelompok ini adalah dengan cara berkelahi atau lari menghindari sesuatu. Tugas dari pemimpinnya adalah memungkinkan para anggotanya untuk dapat melawan dan menghindari atau melarikan diri.
H. Perspektif Teori Disonansi
Festinger mengatakan bahwa, disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan. Disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Browns menyatakan bahwa teori ini memungkinkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain, yaitu :
1. Hubungan konsonan (consonant relationship), ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain.
2. Hubungan disonan (disonant relationship) yaitu kedua elemennya tidak seimbang satu sama lainnya.
3. Hubungan tidak relevan (irrelevant relationship) ada ketika elemen elemen tidak mempunyai hubungan makna satu sama lain.
Teori ini berkaitan dengan dua jenis perilaku dan sikap yang tidak konsisiten, yang terjadi karena adanya pengambilan keputusan, dan yang timbul karena dilakukannya perilaku yang bertentangan dengan sikap. Cara untuk menangani ketidaksesuaian yang terjadi karena disonansi bila tidak dapat dicabut atau diubah kembali dengan berbagai cara adalah dengan cara mengubah sikap seseorang. Bila kita harus mengambil keputusan diantara dua alternatif atau lebih pilihan apapun yang kita amabil sampai tahap tertentu, tidak akan konsisten dengan beberapa keyakinan kita sesuai dengan pencitraan yang ada pada persepsi kelompok terhadap sesuatu. Dan setelah diambilnya keputusan, maka semua aspek yang baik dari yang tidak dipilih, semua aspek buruk dari alternatif yang dipilih menjadi tidak sesuai dengan keputusan.
Asumsi Teori Disonansi Kognitif:
1. Manusia memiliki hasrat akan konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya. Disini menekankan sifat dasar manusia yang mementingkan stabilitas dan konsistensi.
2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. Teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis. Contoh; seseorang akan merasa tidak konsisten secara psikologis ketika ia tidak melakukan apapun sementara ia sebenarnya ingin membantu
3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi.
___________________
Yusmar Yusuf, 1988, dinamika kelompok, Bandung ;CV armico
Wildan Zulkarnain,2013, dinamika kelompok, Jakarta; bumi aksara
Namora lumongga Lubis hasnida,2016, konseling kelompok, Jakarta; kencana
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar