Sejarah Dompu | Historis Masa Lalu


Sejarah Dompu | Historis Masa Lalu

Dompu Dalam Sejarah Masa Lalu


       DALAM lembaran Sejarah di Dompu mencatat, sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai "NCUHI" atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Huu yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Huu (Sekarang kecamatan Hu'u Dompu), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.

          Menurut cerita rakyat yang ada bahwa, konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama "Sang Kula" yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama "Komba Rame". Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi "Patakula". Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang di daerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putri Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
      Sedangkan raja ke-2 dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dan perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu, Raja dompu yang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu, cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang Punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5, Dewa yang mati di Bima.

    Baca : sejarah raja kerajaan Dompu.


Kesultanan Dompu


         Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah, Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdul Azis, putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan, Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima, begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdul Wahab, Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdul Rasul II adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
     Sultan Abdul Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar "Bata Bou", beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hukum pemerintah, beliau menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlaku di wilayah kekuasaan. Dalam menjalankan pemerintahan Sultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hukum mereka itu dalam tatanan kepangkatan adat dan hukum, mereka selanjutnya mereka disebut menteri-menteri dengan sebutan "Raja Bicara,rato rasanae, rato perenta,dan rato Renda" mereka tergabung suatu dewan hadat, merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
      Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintah yang berfungsi menjalankan hukum agama yang di kepalai oleh Kadi" atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya, salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger, sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti oleh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahan beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Sirajuddin yang memperbaharui kontrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertama kali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahannya berubah Menjadi kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan Dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan Dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma Toi), sistem pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.

Baca : sultan kesultanan dompu.


 Kerajaan Sanggar


       Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu, di sebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad . XIX, sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah sekitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.

        Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal, dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang oleh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu, dan sebagian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari serangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong-royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasa pulau sumbawa secara langsung, Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima.

 Kerajaan Tambora


         Kerajaan Tambora yang terletak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebalah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada di sekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus, air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat Tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu

 Ladang-ladang cukup dilembapi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar pada bulan Agustus dan memanen pada bulan Desember. Kekayaan  utama rakyat waktu itu adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan. Menurut Tobias, Kerajaan Tambora  pada tahun 1808 berpenduduk kurang lebih sekitar empat ribu jiwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar, selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sampai sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu.

Kerajaan Papekat (Pekat)


      Pekat saat ini merupakan sebuah nama desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat - Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat sendiri berasal dari kata "Pepekat".

       Kerajaan kecil ini tidak begitu banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali, hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan, meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diizinkan berdiri oleh pemerintah penjajah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar yang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan adanya Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus, akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Dompu hingga sekarang ini.
        Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 - 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu. Letusan Tambora yang paling dahsyat yakni terjadi pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Kemudian bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat, Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas. Pada tgl 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU.

_____________________

HM Agus Suryanto, & Kisman pengeran, 2006, Napas tilas leluhur, pemerintah kabupaten Dompu.

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar