Konflik Dalam Organisasi Dan Kelompok


Konflik Dalam Organisasi Dan Kelompok
Konflik Dalam Organisasi Dan Kelompok



   Konflik pada hakikatnya sebagai suatu gejala yang wajar terjadi dalam suatu organisasi. Bahkan kehadiran konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan tak perlu dihindari, karena konflik merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan suatu organisasi.

A. KONSEP DASAR KONFLIK (ARTI KONFLIK DALAM ORGANISASI)


           Suatu konflik bisa berupa sekecil bentuk ketidak setujuan ataupun sebesar peperangan. Kata konflik menurut bahasa Yunani configere dan conflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, serta interaksi yang antagonis bertentangan (Kartono, 1991).
           Soetopo & Supriyanto (2003) mendefinisikan konflik itu sebagai suatu keadaan dari seseorang atau sekelompok orang dalam suatu sistem sosial yang memiliki perbedaan dalam memandang suatu hal dan diwujudkan dalam perilaku yang tidak atau kurang sejalan dengan pihak lain yang terlibat didalamnya ketika mencapai tujuan tertentu. Unsurnya meliputi: adanya adanya pihak yang berkonflik, adanya situasi dan proses, serta adanya tujuan dan kebutuhan.
Pandangan ahli terhadap konflik dalam organisasi (Muhyadi, 1989) yaitu:
1. Aliran tradisional memandang konflik itu jelek, tidak menguntungkan, serta menimbulkan kerugian; sehingga harus dihindari, dicegah, dan diatasi.
2.  Aliran behavioral memandang konflik itu alamiah dan wajar terjadi, sehingga konflik tidak selamanya merugikan tetapi juga menguntungkan
3. Aliran interaksi memandang konflik itu seharusnya diciptakan karena jika organisasi tenang, harmonis, dan penuh kedamaian, maka kondisinya menjadi statis dan tidak inovatif, yang berakibat organisasi tidak sanggup bersaing
        Sifat yang melekat pada semua jenis konflik berpotensi menghasilkan hal yang merusak atau membangun, tergantung bagaimana cara mengelola konflik tersebut. Menurut Johnson (2012) konflik dikatakan membangun jika:
1. Hasilnya merupakan suatu persetujuan yang memperbolehkan setiap anggota mencapai tujuannya dalam rangka mencapai kepentingan terbaik bersama
2. Mempererat hubungan antar anggota dengan meningkatkan kesukaan, rasa hormat, dan kepercayaan satu sama lain.
3. Meningkatkan kemampuan anggota untuk memecahkan konflik satu sama lain di masa akan datang secara membangun.
           Konflik menjadi tidak sehat jika dihindari atau ditangani dengan dasar menang atau kalah (hanya satu pihak yang menang). Situasi balas dendam akan berkembang, komunikasi macet, rasa saling percaya dan sikap saling mendukung akan berkurang. Sehingga berakibat terjadi permusuhan, timbul kecenderungan membela pihak tertentu, produktivitas berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. Sebaliknya konflik menjadi sehat jika pihak-pihak yang terlibat konflik menjajaki ide-ide baru, menguji posisi dan keyakinan mereka serta memperluas wawasan imajinasi mereka (Maddux, 2001). Jika konflik ditangani secara konstruktif, maka anggota kelompok dapat dirangsang untuk lebih kreatif sehingga memiliki arah pilihan tindakan penyelesaian konflik yang lebih luas dan hasil yang lebih baik.
            Pada dasarnya konflik merupakan proses batin yang diliputi kegelisahan karena adanya pertentangan atau dapat dikatakan sebagai interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Sementara itu konflik dalam perusahaan atau organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas karena di antara mereka terjadi perbedaan dalam status, tujuan, nilai dan persepsi.
       Konflik adalah bagian normal dari kehidupan dan kenyataannya bisa membantu menstimulasi perubahan ke arah positif. Konflik juga bisa merusak bila berlangsung terus-menerus pada isu yang sama. Kita dapat mengambil keuntungan dalam kerja sama dengan orang lain dan memecahkan masalah lebih cepat dan lebih efektif dengan memahami bahwa konflik umumnya muncul karena ada perbedaan pada tiga area yaitu perbedaan kepribadian, persepsi dan tujuan. Dengan demikian konflik dalam organisasi adalah tiadanya kesesuaian antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena keharusan membagi sumber yang langka di antara mereka atau keharusan bekerja bersama-sama sedangkan mereka berbeda tingkat, tujuan, nilai-nilai ataupun persepsi.
         Terdapat dua tipe faktor yang terlibat di dalam bagaimana seseorang merasakan dunia ini yaitu faktor fisik dan faktor mental. Kita semua menerima informasi tentang dunia melalui lima panca indra dan berinteraksi dengan dunia melalui kemampuan-kemampuan fisik kita. Segala sesuatu dari pandangan mata dan pendengaran kita terhadap keterampilan fisik kita, kesehatan, ketidakmampuan mempengaruhi bagaimana kita merasakan sesuatu. Masing-masing orang memiliki pola yang unik terhadap suasana fisik dan ini memberikan mereka persepsi yang unik terhadap lingkungannya. Inilah yang disebut faktor fisik.
            Terdapat banyak faktor mental yang berperan sebagai filter atau penerjemah terhadap data yang kita terima melalui indra fisik kita. Faktor ini memberikan setiap orang sebuah cara yang unik untuk memfokuskan dan memahami suatu informasi yang mereka terima. Inilah sebabnya kenapa dua orang dapat melihat sebuah data yang sama dan menarik dua kesimpulan yang sama sekali berbeda. Inilah yang disebut faktor mental.

B. SUMBER  KONFLIK DALAM ORGANISASI DAN KELOMPOK


         Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Sumber terjadinya konflik di organisasi menurut Smith dalam Soetopo (2010) yaitu: masalah komunikasi, struktur organisasi, dan faktor manusia. Pertama, konflik terjadi karena salah komunikasi atau distorsi. Sumber kedua adalah struktur organisasi yang secara potensial dapat memunculkan konflik, karena masing-masing unit organisasi memiliki tugas dan kepentingan yang saling bisa bergesekandan berbenturan. Sumber ketiga adalah faktor manusia, yaitu karena sifat sifat kepribadian yang beragam dan unik dapat memunculkan konflik. Setiap pribadi bisa saja memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda, begitu juga sikap otoriter, dogmatis, mau menang sendiri, dan individualistis dapat menjadi sumber konflik.
        Utomo (2009) melihat dua sumber konflik secara umum yaitu: konflik substantif bersumber dari rasa ketidak sepakatan atas tujuan bersama, dan konflik emosi yang bersumber dari masalah hubungan antar pribadi anggota. 

C. JENIS KONFLIK DALAM ORGANISASI DAN KELOMPOK


Terdapat beberapa jenis konflik berdasarkan sudut tinjau Yang digunakan. Ditinjau dari segi fungsinya, ada konflik konstruktif yang bernilai positif bagi pengembangan organisasi; dan konflik destruktif Yang bernilai negatif bagi organisasi. Sedangkan .jika ditinjau dari segi instansionalnya. terdapat konflik kebutuhan individu dengan peranan dalam organisasi. konflik peranan dengan peranan. dan konflik individu dengan individu Iain. Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuh, sehingga sering berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam organisasi atau berbenturan dengan kebutuhan individu Iain yang berbeda dengannya.

D. JENIS KONFLIK DALAM ORGANISASI DAN KELOMPOK


Selanjutnya, terdapat empat jenis konflik jika ditinjau dari materi yang dikonflikkan yaitu: konflik tujuan, konflik peranan. konflik nilai, dan konflik kebijakan. Konflik tujuan terjadi jika ada dua atau lebih tujuan yang kompetitif atau bahkan kontradiktif. Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan setiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama. Konflik nilai muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki oleh setiap individu dan nilai yang dijunjung tinggi antar organisasi tidaklah sama. Konflik kebijakan dapat terjadi karena adanya ketidak setujuan individu atau kelompok terhadap kebijakan yang disampaikan oleh pihak tertentu.
Konflik tidak terjadi secara seketika dan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui tahapan atau proses tertentu. Filey dalam Soetopo (2010) menggambarkan proses terjadinya konflik sebagaimana bagan berikut.
l . Pertama adanya kondisi sebelumnya yang menyebabkan konflik, misalnya adanya peranan yang tidak jelas. Contoh: peranan kepala sekolah dan wakilnya sering bertubrukan.
2. Persepsi adanya konflik misalnya dalam kerja sehari-hari, antara kepala sekolah dengan wakilnya menafsirkan peranannya yang berbeda.
3. Konflik dirasakan: antara kepala sekolah dan wakilnya merasa tugasnya saling diambil alih.
4. Perilaku: antara kepala sekolah dengan wakilnya mulai cekcok tentang tugas yang dilaksanakan.
5. Penyelesaian konflik yaitu pemecahan konflik dengan metode atau strategi tertentu.
6. Hasil penyelesaian: hasil yang diperoleh setelah konflik diselesaikan misalnya apakah dengan penyelesaian itu memperbaiki hubungan atau mengurangi komunikasi antara kepala sekolah dengan wakilnya.

E. BENTUK BENTUK KONFLIK DALAM ORGANISASI DAN KELOMPOK


1. Konflik dalam diri perorangan
2. Konflik antara perorangan-perorangan dalam suatu organisasi
3. Konflik antara perorangan-perorangan dan kelompok-kelompok dalam suatu organisasi
4. Konflik antara kelompok suatu organisasi
5. Konflik antara organisasi-organisasi.

F. STRATEGI KONFLIK DALAM ORGANISASI DAN KELOMPOK


              Manajemen konflik merupakan suatu strategi resolusi yang digunakan untuk mencegah konflik menjadi destruktif, melainkan dapat menjadikan konflik sebagai suatu keadaan konstruktif dalam mencapai tujuan organisasi. Sehingga prinsipnya, konflik harus dicarikan resolusinya dengan memperhatikan berbagai sumber penyebabnya melalui manajemen konflik. Aktivitas inti manajemen konflik tidak terlalu rumit, meliputi: (1) perencanaan analisis konflik; (2) evaluasi konflik-konflik; dan (3) memecahkan konflik dengan baik (Kartono, 1991). Serta termasuk juga usaha merangsang dan mengembangkan konflik sehingga dapat mencapai titik kritis tetapi jangan sampai pada titik kepatahan (membahayakan organisasi). Apabila hal terakhir terjadi, dikhawatirkan mengandung konsekuensi bahaya dan menjadi tugas baru yang sangat berat.
               Strategi manajemen konflik secara umum menurut Thoha (2006) ialah: strategi menang-kalah (lose-win), strategi kalah-kalah (lose-lose), dan strategi menang-menang (win-win). Jika menggunakan strategi menang-kalah, maka salah satu pihak menang dan salah satu pihak kalah, termasuk penggunaan wewenang atau kekuasaan untuk menekan salah satu pihak. Bisa jadi, pihak yang kalah akan berprilaku non-produktif untuk tujuan organisasi. Sehingga diperlukan suatu usaha agar yang kalah tidak sabotase dan yang menang tidak tepuk dada.
           Strategi kalah-kalah berarti semua pihak yang berkonflik menjadi kalah.Strategi Ini Dapat berupa kompromi(kedua pihak berkurban atas kepentingannya),dan arbitrase (menggunakan pihak ketiga). Sedangkan strategi menang-menang memecahkan konflik melalui metode problem solving. Penelitian menunjukkan bahwa metode pemecahan masalah tersebut mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif dan pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, tetapi lebih menyukai bekerjasama.
           Terkait dengan strategi konflik, Johnson (2012) menyatakan bahwa jika seorang individu (pemimpin) terlibat dalam sebuah konflik, maka ia harus mau memperhatikan dua hal penting yang patut diperhitungkan. Hal penting tersebut adalah mencapai kesepakatan yang memenuhi keinginan dan sesuai dengan tujuan individu dan mempertahankan hubungan yang layak dengan orang lain. Semuanya ditempatkan pada kesatuan dari yang tidak penting sampai yang paling penting.

________________________
Wildan Zulkarnain, 2013, dinamika kelompok, Jakarta, bumi aksara
Veitzhal Rivai, 2004, kiat memimpin dalam abad ke 21, Jakarta : raja grafindo.

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar