MULTIPLE INTELLIGENCE | jenis jenis Kecerdasan


MULTIPLE INTELLIGENCE | jenis jenis Kecerdasan
MULTIPLE INTELLIGENCE | jenis jenis Kecerdasan 


PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG KECERDASAN MAJEMUK

A. PENGERTIAN KECERDASAN (INTELEGENCE)        

        Ada banyak definisi kecerdasan, meskipun para ahli merasa sulit mendefinisikannya. Kecerdasan dapat dilihat dari berbagai pendekatan, yakni pendekatan teori belajar, pendekatan teori neurobiologis, pendekatan teori psikometri, dan pendekatan teori perkembangan. 
        Menurut pendekatan psikometris, kecerdasan dipandang sebagai sifat psikologis yang berbeda pada setiap individu. Kecerdasan dapat diperkirakan dan diklasifikasi berdasarkan tes inteligensi. Tokoh pengukuran inteligensi Alfred Binet mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yakni (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, (2) kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau tindakan, dan (3) kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocritism. Menurutnya, inteligensi merupakan sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seorang anak cukup intelijen atau tidak, dapat dinilai berdasarkan pengamatan terhadap cara dan kemampuan anak melakukan tindakan dan kemampuan mengubah arah tindakan apabila diperlukan.

          Edward Lee Thorndike, seorang ahli psikologi pendidikan, mengklasifikasi inteligensi ke dalam tiga bentuk kemampuan, yakni:

1. kemampuan abstraksi yakni kemampuan untuk "beraktivitas" dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol secara efektif

2. kemampuan mekanik, yakni kemampuan untuk "beraktivitas" dengan menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan untuk kegiatan yang memerlukan aktivitas indra-gerak; 

3. kemampuan sosial, yakni kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru dengan cara-cara yang cepat dan efektif 
         Menurut Thorndike, ketiga kemampuan tersebut, dapat saling berkorelasi, namun mungkin pula tidak. Dengan demikian ada seseorang yang memiliki daya abstraksi bagus, tetapi lemah dalam bersosialisasi, tetapi ada pula orang yang bagus dalam melakukan abstraksi, mekanik, dan sosial sekaligus
         Inteligensi menurut Piaget lain lagi. Pandangan ahli perkembangan ini melihat inteligensi secara kualitatif, berdasarkan aspek isi, struktur, dan fungsinya. Untuk menjelaskan ketiga aspek tersebut, Piaget mengaitkan inteligensi dengan periodisasi perkembangan biologis, meliputi sensorimotor, praoperasional, konkret operasional, dan abstrak operasional. Pembagian ini dimaksudkan juga sebagai periode perkembangan kognitif. Di dalam perkembangan tersebut terkandung konsep kecerdasan atau inteligensi anak.

B. PENGERTIAN KECERDASAN MAJEMUK 


         Seorang ahli pendidikan lain dari Harvard University bernama Howard Gardner berpendapat bahwa tidak ada manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang teori dikotomi cerdas-tidak cerdas. Gardner juga menentang anggapan "cerdas" dari sisi IQ (intellectual quotient), yang menurutnya hanya mengacu pada tiga jenis kecerdasan, yakni logiko-matematik, linguistik, dan spasial Untuk selanjutnya, Howard Gardner, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences. Istilah ini kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan, dan neuroanatomi (Armstrong, 1993; Larson, 2001)
           Bagi para pendidik dan implikasinya bagi pendidikan, teori multiple intelligences melihat anak sebagai individu yang unik. Pendidik akan melihat bahwa ada berbagai variasi dalam belajar, di mana setiap variasi menimbulkan konsekuensi dalam cara pandang dan evaluasinya.
         Kecerdasan, menurut paradigma multiple intelligences (Gardner, 1993), dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang mempunyai tiga komponen utama, yakni:

1. kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata sehari hari; 
2. kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru yang dihadapi untuk diselesaikan;
3. kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang. 

        Semua kemampuan tersebut dimiliki oleh semua manusia, meskipun manusia memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkannya. 
        Kecerdasan anak juga didasarkan pada pandangan pokok teori multiple intelligences (Armstrongs, 1993) sebagai berikut.
 1. Setiap anak memiliki kapasitas untuk memiliki sembilan kecerdasan. Kecerdasan-kecerdasan tersebut ada yang dapat sangat berkembang, cukup berkembang, dan kurang berkembang.
 2. Semua anak, pada umumnya, dapat mengembangkan setiap kecerdasan hingga tingkat penguasaan yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan, dan pengajaran.
 3. Kecerdasan bekerja bersamaan dalam kegiatan sehari-hari. Anak yang menyanyi membutuhkan kecerdasan musikal dan kinestetik.
 4. Anak memiliki berbagai cara untuk menunjukkan kecerdasannya dalam setiap kategori. Anak mungkin tidak begitu pandai meloncat tetapi mampu meronce dengan baik (kecerdasan kinestetik), atau tidak suka bercerita, tetapi cepat memahami apabila diajak berbicara (kecerdasan linguistik).

C. LATAR BELAKANG KECERDASAN MAJEMUK


         Dikotomi anak cerdas dan tidak cerdas, serta pemberian label hiperaktif, gangguan belajar, dan prestasi di bawah kemampuan, mendorong para pendidik untuk mempelajari teori Multiple Intelligences. Setelah menemukan delapan bukti dari teorinya, Gardner meneguhkan kriteria temuannya tentang sembilan kecerdasan dalam multiple intelligences. 
         Howard Gardner (1993; Armstrong, 1993) menyadari bahwa banyak orang bertanya-tanya tentang konsep multiple intelligences. Benarkah musikal, visual-spasial, intrapersonal, dan kinestetik dapat dikategorikan sebagai kecerdasan, dan bukan bakat? Untuk menguatkan temuan dan keyakinannya, Gardner menyusun kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap kategori kecerdasan. Kriteria tersebut didasarkan pada bukti-bukti berikut
 1. Ditemukannya potensi yang terisolasi akibat kerusakan otak. Ini berarti setiap kecerdasan memiliki sistem otak yang relatif otonom. Terdapat struktur otak dalam setiap kecerdasan.
 2. Ditemukannya orang-orang jenius dan idiot savant. Ini berarti, ada kecerdasan yang sangat tinggi sementara kecerdasan lain hanya berfungsi pada tingkat rendah.
 3. Ditemukannya riwayat perkembangan khusus dan kinerja kondisi puncak bertaraf ahli yang khas. Hal ini berarti, kecerdasan terbentuk melalui keterlibatan anak dalam kegiatan dan setiap kecerdasan memiliki waktu kemunculan tertentu. Musik dan bahasa, misalnya muncul sejak awal dan bertahan hingga usia tua sementara logiko-matematis mencapai kinerja kondisi puncak pada usia belasan tahun.
 4. Ditemukannya bukti-bukti sejarah dan kenyataan logis evolusioner. Hal ini berarti, kecerdasan ada pada setiap kurun waktu, meskipun peran dari setiap kecerdasan tidak sama. Bukti kecerdasan musik ditemukan pada bukti arkeologis instrumen musik purba. 
 5. Ditemukannya dukungan dari temuan psikometri atau tes pengujian, seperti tes verbal IQ dan TPA (verbal-linguistik), penalaran IQ dan TPA (logiko-matematik), tes bakat seni dan tes memori visual (visual-spasial) tes kebugaran fisik (kinestetik), sosiogram (interpersonal), tes proyeksI (intrapersonal) untuk mengenali kecerdasan anak. Saat ini, telah di tes psikometri untuk kecerdasan majemuk.
6. Ditemukannya dukungan riset psikologi eksperimental, seperti studi kemampuan mengingat, persepsi, dan atensi. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan yang terkotak-kotak, dan bahwa setiap kemampuan kognitif berlaku khusus untuk satu kecerdasan.
 7. Ditemukannya cara kerja dasar yang teridentifikasi. Setiap kecerdasan memerlukan cara kerja dasar yang berperan menggerakkan kegiatan yang spesifik pada setiap kecerdasan. Cara kerja dasar kinestetik, misalnya adalah kemampuan meniru dan menguasai gerak. 
8. Ditemukannya penyandian kecerdasan dalam sistem simbol. Semua kecerdasan memiliki sistem simbol khas, seperti bunyi bahasa (verbal linguistik), simbol matematika (logiko-matematik), kanji (visual spasial), braille (kinestetik), notasi (musikal), mimik wajah (interpersonal), dan simbol diri terhadap karya seni (intrapersonal), klasifikasi spesies (naturalis), dan simbol nurani (eksistensial)
 
       Menurut Howard Gardner, multiple intelligences memiliki karakteristik konsep yang berbeda dengan karakteristik konsep kecerdasan terdahulu Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 1. Semua inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat. Dalam pengertian ini, tidak ada inteligensi yang lebih baik atau lebih penting dari inteligensi yang lain (Gardner, 1993; Hine; 2003; Armstrong, 1993; 1996).

 2. Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama. Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan, dan dikembangkan secara optimal.

 3. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki dan menipiskan kelemahan-kelemahan. 

 4. Semua kecerdasan yang berbeda-beda tersebut akan saling bekerja sama untuk mewujudkan aktivitas yang diperbuat manusia. Satu kegiatan mungkin memerlukan lebih dari satu kecerdasan, dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai bidang (Gardner, 1993: 37-38).

 5. Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan di seluruh atau semua lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia (Gardner, 1993; Amstrong,2004: 10-13)

 6. Tahap tahap alami dari setiap kecerdasan dimulai dengan kemampuan membuat pola dasar. Kecerdasan musik, misalnya di tandai dengan  kemampuan untuk membedakan tinggi rendah nada. Sementara itu kecerdasan spasial dimulai dengan kemampuan pengaturan tiga dimensi.

 7.  Saat seseorang dewasa, kecerdasan diekspresikan melalui rentang pengejaran profesi dan hobi. Kecerdasan logika-matematika yang dimulai sebagai kemampuan membuat pola dasar pada masa balita, berkembang menjadi penguasaan simbolik pada masa anak-anak, dan akhirnya mencapai kematangan ekspresi dalam wujud profesi sebagai ahli matematika, akuntan, atau ilmuwan. 

 8. Ada kemungkinan seorang anak berada pada kondisi "berisiko" sehingga apabila mereka tidak memperoleh bantuan khusus, mereka akan mengalami kegagalan dalam tugas-tugas tertentu yang melibatkan kecerdasan tersebut (Gardner, 1993: 27-29).

KECERDASAN DALAM MULTIPLE INTELLIGENCES

          
      Temuan kecerdasan menurut paradigma multiple intelligences, telah mengalami perkembangan sejak pertama kali ditemukan. Pada bukunya Frame of The Mind (1983) Howard Gardner pada awalnya menemukan tujuh kecerdasan. Setelah itu, berdasarkan kriteria kecerdasan di atas, Gardner menemukan kecerdasan yang ke-8, yakni naturalis. Dan terakhir Howard Gardner memunculkan adanya kecerdasan yang ke-9, yaitu kecerdasan eksistensial. 
        Menurut Gardner kecerdasan dalam multiple intelligences meliputi kecerdasan verbal-lingustik (cerdas kata), kecerdasan logis-matematis (cerdas angka), kecerdasan visual-spasial (cerdas gambar-warna), kecerdasan musikal (cerdas musik-lagu), kecerdasan kinestetik (cerdas gerak), kecerdasan interpersonal (cerdas sosial), kecerdasan intrapersonal (cerdas diri), kecerdasan naturalis (cerdas alam), kecerdasan eksistensial (cerdas hakikat). Setiap kecerdasan dalam multiple intelligences memiliki indikator tertentu
         Kecerdasan majemuk anak diidentifikasi melalui observasi terhadap perilaku, tindakan, kecenderungan bertindak, kepekaan anak terhadap sesuatu, kemampuan yang menonjol, reaksi spontan, sikap, dan kesenangan.

1. Kecerdasan Verbal-Linguistik


        Kecerdasan ini ditunjukkan dengan kepekaan seseorang pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa. Anak yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal berkomunikasi lisan dan tulisan mengarang cerita, diskusi dan mengikuti debat suatu masalah, belajar bahasa asing, bermain "game" bahasa, membaca dengan pemahaman tinggi, mudah mengingat ucapan orang lain, tidak mudah salah tulis atau salah eja, pandai membuat lelucon, pandai membuat puisi, tepat dalam tata bahasa, kata kosa kata, dan menulis secara jelas 
         Kecerdasan verbal-linguistik anak usia dini dapat diketahui melalui kegiatan: 

a. Mengobservasi kemauan dan kemampuan berbicara. Anak yang cerdas dalam verbal-linguistik banyak bicara, suka bercerita, pandai melucu dengan kata-kata. Anda dapat mengamati bagaimana mereka berbicara, bernegosiasi, mengekspresikan perasaan melalui kata-kata, dan mempengaruhi orang lain; 

b. mengamati kemampuan anak-anak lucu dengan kata-kata dan menangkap kelucuan;
 
c. mengamati kegiatan di kelas dan mengamati bagaimana anak-anak bermain dengan huruf-huruf, seperti mencocok huruf, menukarkan huruf, menebak kata-kata, dan kegiatan bermain lain yang melibatkan bahasa, baik lisan maupun tulis; 

d. mengamati kesenangan mereka terhadap buku serta kemampuan mereka membaca dan menulis 
       Cara belajar terbaik bagi anak-anak yang cerdas dalam verbal-linguistik adalah dengan mengucapkan, mendengarkan, dan melihat tulisan. Oleh karena itu, ajak anak-anak ke toko buku, beri kesempatan berbicara, sediakan banyak buku-buku, rekaman, serta menciptakan peluang mereka untuk menulis, menyediakan peralatan membuat tulisan, tape recorder, mesin ketik keyboard, untuk belajar mengidentifikasi huruf dalam kata-kata. 

2. Kecerdasan Logis-Matematis


            Kecerdasan ini ditandai dengan kepekaan pada pola-pola logis dan memiliki kemampuan mencerna pola-pola tersebut, termasuk juga numerik serta mampu mengolah alur pemikiran yang panjang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal menghitung dan menganalisis hitungan, menemukan fungsi-fungsi dan hubungan, memperkirakan, memprediksi, bereksperimen, mencari jalan keluar yang logis, menemukan adanya pola, induksi dan deduksi mengorganisasikan/ membuat garis besar, membuat langkah-langkah, bermain permainan yang perlu strategi, berpikir abstrak dan menggunakan simbol abstrak, dan menggunakan algoritma.
       Informasi mengenai kecerdasan logis-matematis anak-anak dapat diperoleh melalui observasi terhadap:
a. kesenangan mereka terhadap angka-angka, mampu membaca angka, dan berhitung. Anak yang cerdas dalam logis-matematis cepat dan efektif dalam menjumlah, mengurangi, dan membaca simbol angka;  
b. kemahiran mereka berpikir dan menggunakan logika. Anak yang cerdas logis-matematis mampu memecahkan masalah secara logis, cepat  memahami permasalahan, mampu menelusuri sebab dan akibat suatu masalah; 
c. kesukaan mereka bertanya dan selalu ingin tahu;
d. Kecenderungan mereka untuk memanipulasi lingkungan dan  menggunakan strategi coba-ralat, serta menduga-duga dan mengujinya;
e. kecenderungan mereka untuk bermain konstruktif, bermain dengan pola-  pola, permainan strategi, menikmati permainan dengan komputer atau kalkulator;
f. kecenderungan untuk menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama.
Cara belajar terbaik anak-anak yang cerdas logis-matematis adalah melalui angka, berpikir, bertanya; mencoba, menduga, menghitung, menimbang, mengurutkan, mengklasifikasi, dan mengonstruksi. Oleh karena itu, sediakan alat-alat bermain konstruktif, puaskan rasa ingin tahu anak, dan beri kesempatan anak untuk bertanya, menduga, dan mengujinya.

3. Kecerdasan Visual-Spasial


Kecerdasan ini ditandai dengan kepekaan mempersepsi dunia Visual spasial secara akurat dan mentransformasi persepsi awal. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai arsitektur bangunan, dekorasi, apresiasi seni, desain, atau denah. Mereka juga menyukai dan efektif dalam membuat dan membaca chart, peta, koordinasi warna, membuat bentuk, patung dan desain tiga dimensi lainnya, menciptakan dan menginterpretasi grafik, desain interior, serta dapat membayangkan secara detil benda-benda, pandai dalam navigasi, dan menentukan arah. Mereka suka melukis, membuat sketsa, bermain game ruang, berpikir dalam image atau bentuk, cara memindahkan bentuk dalam angan-angan. 
Informasi mengenai kecerdasan visual-spasial pada anak-anak dapat diperoleh melalui observasi terhadap: 
 a. kemampuan menangkap warna serta mampu memadukan warna-warna saat mewarnai, dan mendekorasi; 
b. kesenangan mereka mencoret-coret, menggambar, berkhayal, membuat 
c. desain sederhana; kemampuan anak dalam memahami arah dan bentuk; 
d. kemampuan anak mencipta suatu bentuk, seperti bentuk pesawat terbang, rumah, mobil, burung, atau bentuk lain yang mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit. Anak yang cerdas dalam visual-spasial terkesan kreatif, memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata (Armstrong, 1996). Mereka memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda. Mereka juga mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek (Indra Supit, dkk., 2003). Cara belajar terbaik untuk anak yang cerdas visual-spasial adalah melalui warna, coretan, arah, bentuk, dan ruang.

4. Kecerdasan Musikal 


          Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama pola titi nada, dan warna nada; juga kemampuan mengapresiasi bentuk-bentuk ekspresi musikal. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal menyusun melodi dan lirik, bernyanyi kecil, menyanyi dan bersiul. Mereka juga mudah mengenal ritme, mudah belajar mengingat irama dan lirik, menyukai  mendengarkan dan mengapresiasi kan musik, memainkan instrumen musik, mengenali bunyi instrumen, mampu membaca musik, mengetukkan tangan dan kaki serta memahami struktur musik.
          Informasi mengenai kecerdasan musikal pada anak-anak dapat diperoleh melalui observasi terhadap:
a. kesenangan dan kemampuan mereka menyanyi dan menghafal lagu-lagu. bersiul, bersenandung, dan mengetuk-ngetuk benda untuk membuat bunyi berirama;
b. kepekaan dan kemampuan mereka menangkap nada-nada, irama, dan kemampuan menyesuaikan suara dengan nada yang mengiringi; 
c. kecenderungan musikal saat anak berbicara dan kemerduan suara mereka pada saat menyanyi; 
d. kesenangan dan kemampuan mereka memainkan alat musik; 
e. kemampuan mereka mengenali berbagai jenis suara di sekitarnya, mulai dari suara manusia, mesin, hewan, dan suara-suara khas lainnya. 
      Hampir semua anak memiliki kecerdasan ini, dan cara belajar yang terbaik untuk mereka adalah dengan nada, irama, dan melodi. Oleh karena itu, guru perlu memfasilitasi anak agar dapat berekspresi secara musikal melalui salam berirama, deklamasi, menyanyi bersama, tepuk bernada, dan, bila mungkin, orkestra kaleng bekas, dan latihan membedakan bunyi dan suara di sekitarnya

5. Kecerdasan Kinestetik 


      Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal mengekspresikan dalam mimik atau gaya, atletik, menari dan menata tari; kuat dan terampil dalam motorik halus, koordinasi tangan dan mata, motorik kasar dan daya tahan. Mereka juga mudah belajar dengan melakukan, mudah memanipulasikan benda benda (dengan tangannya), membuat gerak-gerik yang anggun, dan pandai menggunakan bahasa tubuh. Informasi mengenai kecerdasan kinestetik pada anak-anak sangat mudah diperoleh. Tanda-tanda yang dimunculkan sangat terlihat seperti kecerdasan verbal-linguistik. Indikator kecerdasan ini dapat diperoleh melalui observasi terhadap:
a. frekuensi gerak anak yang tinggi serta kekuatan dan kelincahan tubuh;
b. kemampuan koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti menggambar, menulis, memanipulasi objek, menaksir secara visual melempar, menendang, menangkap;
c. kemampuan, keluwesan, dan kelenturan gerak lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, berbaris, meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak, serta keterampilan nonlokomotor yang baik, seperti membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang, mengayun, jongkok, duduk, berdiri; 
d. kemampuan mereka mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak, dan mengubah arah; 
e. kecenderungan memegang, menyentuh, memanipulasi, bergerak untuk belajar tentang sesuatu serta kesenangannya meniru gerakan orang lain. 
         Anak yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik membutuhkan kesempatan untuk bergerak, dan menguasai gerakan. Mereka perlu diberi tugas-tugas motorik halus, seperti menggunting, melipat, menjahit, menempel, merajut, menyambung, mengecat, dan menulis, serta motorik kasar, seperti berlari, melompat, berguling, meniti titian, berjalan satu kaki, senam irama, merayap, dan lari jarak pendek. 
         Adanya rangsangan stimulus terhadap kecerdasan gerak-kinestetik membantu perkembangan dan pertumbuhan anak. Sesuai dengan sifat anak, yakni suka bergerak, proses belajar hendaklah memperhatikan kecenderungan ini. Anak-anak dengan kecenderungan kecerdasan ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang bersifat kinestetik dan dinamis. Mereka membutuhkan akses ke lapangan bermain, lapangan rintangan, kolam renang, dan ruang olahraga. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang menuntut konsentrasi anak dalam konteks pasif (duduk tenang di kelas) dalam waktu lama sangat menyiksa mereka.

6. Kecerdasan Interpersonal 


         Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal mengasuh dan mendidik orang lain, berkomunikasi, berinteraksi, berempati dan bersimpati, memimpin dan mengorganisasikan kelompok, berteman, menyelesaikan dan menjadi mediator konflik, menghormati pendapat dan hak orang lain, melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang sensitif atau peka pada minat dan motif orang lain, dan handal bekerja sama dalam tim. Tanda utama kecerdasan interpersonal sangat mudah diidentifikasi. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal sangat menyenangkan bagi teman sebayanya. Indikator kecerdasan interpersonal dapat diketahui melalui observasi terhadap

a. kepekaan anak terhadap perasaan, kebutuhan, dan peristiwa yang dialami teman sebayanya. Kepekaan ini mendorong anak memberikan perhatian yang tinggi pada anak lain, senang membantu teman lain kemampuan anak mengorganisasi teman-teman sebayanya. 

b. Kemampuan ini mendorong anak menggerakkan teman-temannya untuk tujuan bersama, dan cenderung memimpin;

c. kemampuan anak memotivasi dan mendorong orang lain untuk bertindak. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mereka mengenali dan membaca pikiran orang lain, dan karenanya anak dapat mengambil sikap yang tepat; 

d. sikap yang ramah, senang menjalin kontak, menerima teman baru, dan cepat bersosialisasi di lingkungan baru. Hal ini disebabkan oleh dorongan anak untuk selalu bersama orang lain dan menjalin komunikasi dengan sesama; 

e. kecenderungan anak untuk bekerja sama dengan orang lain, saling membantu, berbagi, dan mau mengalah; 

f. kemampuan untuk menengahi konflik yang terjadi di antara teman sebayanya, menyelaraskan perasaan teman-teman yang bertikai, dan kemampuan memberikan usulan-usulan perdamaian. 
         Cara belajar terbaik bagi anak yang cerdas interpersonal adalah melalui interaksi dengan orang lain. Anak dengan kecerdasan ini akan tampak sebagai individu yang manis, baik hati, dan suka perdamaian, oleh karena itu, mereka disukai banyak orang. Untuk mengembangkan kecerdasan ini, pendidik perlu memberikan tugas-tugas menarik yang harus diselesaikan anak secara berpasangan dan berkelompok. Kegiatan bermain bersama di bawah pengawasan pendidik sangat disarankan.

7. Kecerdasan Naturalis 


         Kecerdasan ini ditandai dengan keahlian membedakan anggota-anggota suatu spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies, baik secara formal maupun informal. Seseorang yang optimal kecerdasan naturalisnya cenderung menyukai dan efektif dalam menganalisis persamaan dan perbedaan, menyukai tumbuhan dan hewan, mengklasifikasi flora dan fauna, mengoleksi flora dan fauna, menemukan pola dalam alam, mengidentifikasi pola dalam alam, melihat sesuatu dalam alam secara detil, meramal cuaca, menjaga lingkungan, mengenali berbagai spesies, dan memahami ketergantungan pada lingkungan. 
         Anak yang cenderung cerdas dalam naturalis tampak sebagai penyayang binatang dan tumbuhan, serta peka terhadap alam. Kecerdasan mereka dapat diidentifikasi melalui observasi terhadap: 
a. kesenangan mereka terhadap tumbuhan, bunga-bungaan, dan kecenderungan untuk merawat tanaman, tampak "seolah-olah berbicara dengan tumbuhan; 
b. sikap mereka yang sayang terhadap hewan piaraan (membelai, memberi makan-minum, mengoleksi binatang atau gambar atau miniatur), 
c. kemampuan mereka dalam mengenal dan menghafal nama-nama burung dan mengenali tumbuhan. Menghafal nama nama ikan, nama nama burung dan mengenali tumbuhan;
d. kesukaan anak melihat gambar binatang dan hewan, serta sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Apabila sudah dapat  membaca, anak sering memilih bacaan tentang hewan atau tumbuhan untuk dibaca; 
e. kepekaan terhadap bentuk, tekstur, dan ciri lain dari unsur alam, seperti daun-daunan, bunga-bungaan, awan, batu-batuan; 
f. Kesenangan terhadap alam, menyukai kegiatan di alam terbuka, seperti pantai, tanah lapang, kebun, sungai, sawah, dan dalam alam terbatas menghabiskan waktu di dekat kolam, dekat aquarium,
        Anak-anak dengan kecerdasan naturalis tinggi cenderung tidak takut memegang-megang serangga dan berada di dekat binatang (Indra-Supit, 2003). Sebagian besar anak berusaha memenuhi rasa ingin tahunya dengan cara bereksplorasi di alam terbuka, mereka mencari cacing di sampah, membongkar sarang semut, menelusuri sungai. Pendidik sering menilai kegiatan mereka sebagai kenakalan dan menjijikkan. Larangan dan hukuman pun sering diberikan pada anak-anak yang menonjol dalam kecerdasan naturalis.
          Pendidik yang cerdas akan membawa anak-anak didik mereka ke alam terbuka, menyediakan materi-materi yang tepat untuk mempertimbangkan kecerdasan naturalis, seperti membiasakan menyiram tanaman, menciptakan permainan yang berkaitan dengan unsur-unsur alam, seperti membandingkan berbagai bentuk daun dan bunga, mengamati perbedaan tekstur pasir, tanah, dan kerikil, mengoleksi biji-bijian, dan menirukan karakteristik binatang tertentu. Sebaiknya, buku-buku dan VCD yang memuat seluk-beluk hewan, alam, dan tumbuhan dengan gambar-gambar yang bagus dan menarik perlu di pajang di depan anak. 
         Dalam kadar kecil, kecerdasan naturalis dapat diwujudkan dalam kegiatan investigasi, eksperimen, menemukan elemen, fenomena alam, pola cuaca, kondisi yang mengubah karakteristik sebuah benda, misalnya es mencair ketika terkena panas matahari (Hutinger, 2003). Kecerdasan naturalis memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Pengetahuan anak mengenai alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat mengantarkan mereka ke berbagai profesi strategis, seperti dokter hewan, insinyur pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, ahli farmasi, ahli geodesi, geografi, dan ahli lingkungan.

8. Kecerdasan Intrapersonal 


      Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, serta pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal berfantasi, "bermimpi", menjelaskan tata nilai dan kepercayaan, mengontrol perasaan, mengembangkan keyakinan dan opini yang berbeda, menyukai waktu untuk menyendiri, berpikir, dan merenung. Mereka selalu melakukan introspeksi, mengetahui dan mengelola minat dan perasaan, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, pandai memotivasi diri, mematok tujuan diri yang realistis, dan memahami.
         Anak-anak yang cerdas intrapersonal sering tampak sebagai sosok anak yang pendiam dan mandiri. Kecerdasan intrapersonal anak dapat diketahui melalui observasi yang cukup cermat terhadap: 
a. Kecenderungan anak untuk diam (pendiam), tetapi mampu melaksanakan tugas dengan baik, cermat; 
b. sikap dan kemauan yang kuat, tidak mudah putus asa, kadang-kadang terlihat keras; 
c. sikap percaya diri, tidak takut tantangan, tidak pemalu;
d. kecenderungan anak untuk bekerja sendiri, mandiri, senang melaksanakan kegiatan seorang diri, tidak suka diganggu 
e. kemampuan mengekspresikan perasaan dan keinginan diri dengan baik 
         Anak-anak yang cerdas secara intrapersonal belajar sesuatu melalui diri mereka sendiri. Mereka mencermati apa yang mereka alami dan rasakan. Awal masa anak-anak merupakan saat yang menentukan bagi perkembangan intrapersonal. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan, dorongan, dan tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu membentuk citra diri sejati (Armstrong, 1993). 
           Kecerdasan intrapersonal dirangsang melalui tugas, kepercayaan, dan pengakuan. Anak perlu diberi tugas yang harus dikerjakan sendiri, dipercaya untuk berkreasi dan mencari solusi, dan didorong untuk mandiri. Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasi yang sesuai untuk kecerdasan intrapersonal ini.

9. Kecerdasan Eksistensial


           Kecerdasan eksistensial ditandai dengan kemampuan berpikir sesuatu yang hakiki, menyangkut eksistensi berbagai- hal, termasuk kehidupan kematian, kebaikan-kejahatan. Eksistensial muncul dalam bentuk pemikiran dan perenungan. Seseorang yang cerdas secara eksistensial cenderung mempertanyakan hakikat kehidupan, mencari inti dari setiap permasalahan, merenungkan berbagai hal atau peristiwa yang dialami, memikirkan hikmah atau makna di balik peristiwa atau masalah, dan mengkaji ulang setiap pendapat dan pemikiran. Orang yang cerdas secara eksistensial cenderung berani menyatakan keyakinan dan memperjuangkan kebenaran, mampu menempatkan keberadaan sesuatu, dalam bingkai yang lebih luas, selalu mempertanyakan kebenaran suatu pernyataan/kejadian, memiliki pengalaman yang mendalam tentang cinta pada sesama dan seni, mampu menempatkan diri dalam kosmis . yang luas, sena memiliki kemampuan merasakan, memimpikan, dan merencanakan hal-hal yang besar.
            Kecerdasan eksistensilah memiliki indikator yang sangat sulit dipastikan keberadaannya. Bagaimana mengamati kegiatan berpikir, merasa, merenung, merefleksi diri, atau mimpi-mimpi seseorang? indikator hanya dapat diperoleh melalui pengamatan yang benar-benar cermat terhadap:
 a kecenderungan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat sesuatu, tujuan sesuatu, dan manfaat sesuatu; 
b. kepekaan anak untuk merasakan keberadaan diri dan sesuatu sebagai bagian dari komposisi yang lebih besar;
 c. kemampuan anak untuk menjabarkan penilaian dan reaksi tentang sesuatu. Anak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik tentang berbagai hal yang dirasakan, diimpikan, dan dipikirkannya; 
 d. reaksi anak yang relatif terkendali terhadap peristiwa yang dialaminya, belajar mengambil hikmah dari suatu peristiwa;
 e. keberanian anak untuk menerima sesuatu yang dirasakannya benar, memperjuangkan keyakinan dan rasa keadilan, seperti, "Kalau aku tak boleh bohong, Bu Guru juga tak boleh, dong!" 
         Anak-anak yang cerdas secara eksistensial belajar dari pemikiran mendasar. Oleh karena itu, ada dua hal mendasar yang wajib dilakukan pendidik yaitu: 
a. menanggapi setiap pernyataan, pertanyaan, dan kritik anak perihal hakikat dan makna ke situasi, peristiwa, impian, perilaku yang teramati/ terasakan oleh anak dengan jawaban yang baik dan jelas sesuai kapasitas anak;
b. merangsang kemampuan anak untuk belajar menangkap makna berbagai hal yang dilihat, dialami, dan dirasakannya. 
            Sama dengan kecerdasan lainnya, kecerdasan eksistensial mulai muncul pada awal masa kanak-kanak. Oleh karena anak-anak belum mempunyai penyaring kebudayaan seperti orang dewasa, mereka selalu dapat menerima rahasia kehidupan dan secara terus-menerus mengajukan pertanyaan besar yang sulit dijawab oleh orang dewasa di sekitarnya (Armstrong, 2002).
           Indikator kecerdasan eksistensial dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua Frekuensi seseorang dalam memikirkan kematian, misalnya mungkin dapat digunakan untuk menguji kesadaran eksistensialnya. Meskipun demikian, tidak salah jika hal itu mengindikasikan keputusasaan seseorang itu mengenai kehidupan. Seperti juga anak kecil yang bertanya kepada gurunya, "Mengapa kita harus upacara? Pakai hormat-hormat segala?" Fenomena tersebut dapat dipandang sebagai munculnya kesadaran eksistensial dan dapat juga merupakan refleksi dari keengganan anak untuk melaksanakan kegiatan rutin sekolah.


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar