Sultan Yakub | kisah pengasingan ke MPURI
LEWAT SO MANGGE KALO
SO MANGGE KALO yang terletak di kampung Pelita Kelurahan Bada Kecamatan Dompu adalah merupakan areal persawahan penduduk dengan luas sekitar 85 hektar dengan di kelilingi gugusan bukit-bukit yang memanjang disebelah timur. SO MANGGE KALO berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Mada Pangga Kabupaten Bima, dimana tepatnya di balik bukit (BUKIT TEKA ATI) terdapat beberapa Desa diantaranya Desa Tonda, Desa Mpuri dan Desa Woro Kecamatan Mada Pangga Bima.
Dilokasi Mangge Kalo terdapat aliran sungai yang oleh warga setempat dinamakan Sungai LEMBO (SORI LEMBO). Sori Lembo bagi masyarakat Dompu sangat besar nilai historisnya sebagai saksi serta bukti sejarah di masa lampau. Di sungai tersebut terdapat sebuah bangunan Cek Dam yang di bangun sejak zaman VOC. kini Cek Dam itu sendiri sudah direnovasi oleh Pemkab Dompu sebagai salah satu sumber air bagi para petani disekitar SO Mangge Kalo. Menurut Cerita sejarah yang ada di Dompu, So Mangge Kalo pada jaman masa pemerintahan sultan dompu yang ke-24 yakni Sultan Yakub itu merupakan tempat atau lokasi petilasan dimana saat sultan Yakub menjalani masa pembuangan politik oleh pemerintah VOC. di Mangge Kalo itulah Sultan Yakub pernah melintasi areal tersebut menuju Negeri Mpuri (Bima) dengan melewati bukit yang dinamakan Bukit “TEKA ATI” Sultan Yakub oleh pemerintahan VOC saat itu diasingkan ke Mpuri yang masuk dalam wilayah kesultanan Bima, Secara geogarfis lokasi So Mangge Kalo merupakan lokasi jalan pintas(potong kompas menuju Bima), begitu naik melintas bukit teka ati maka di bawah bukit tepatnya di balik bukit terdapat desa Mpuri wilayah kabupaten Bima.
Konon cerita, Sultan Yakub yang saat itu sudah berusia tua akhirnya menetap dan wafat di desa Mpuri bersama dengan beberapa kerabat Sultan lainya. Sultan Yakub diasing kan atau dibuang oleh pemerintahan VOC ke Mpuri karena politik pemerintahan penjajah saat itu. Melihat latar belakang sejarah atau peristiwa tersebut, maka dapat sedikit ditarik satu kesimpulan bahwa masyarakat desa Mpuri ada kaitan atau hubungan yang sangat erat dengan pihak kesultanan Dompu, sebab konon cerita para pengikut Sultan Yakub sebagian tidak kembali ke dompu namun mereka akhirnya menikah dan menetap di Mpuri begitu Sultan wafat. Hal itu juga diperkuat dengan penuturan isteri dari sultan Dompu terakhir MT. Sirajuddin yakni HJ. Siti Hadijah (Ruma Siwe) dikediamannya komplek ASI dompu beberapa waktu lalu. Ruma Siwe mengatakan bahwa sebagian masyarakat desa Mpuri itu ada kaitan atau hubunngan darah dengan pihak kesultanan Dompu jika menengok kebelakang dari peristiwa hijrahnya Sultan Yakub karena pembuangan politik pemerintah penjajah waktu itu. Bahkan sampai saat ini makam Sultan Yakub masih ada dan terawat di Desa Mpuri tersebut, oleh warga setempat makam tersebut dikenal dengan sebutan "RADE NDUPA”
Salah seorang budayawan sekaligus tokoh masyarakat Dompu H.Nurdin Umar kepada penulis menuturkan, sultan Yakub yang diasingkan oleh pemerintahan penjajah saat itu ibarat "SANATORIUM" Dimana sultan Yakub saat itu tengah mengalami sakit sehingga pihak pemerintah penjajah membuat kebijakan sementara untuk mengistirahatkan sultan Yakub di sebuah tempat khusus yakni di dusun Mpuri. H.Nurdin Umar juga sependapat jika masyarakat Mpuri itu masih ada hubungan darah dengan masyarakat dompu sebab ketika Sultan Yakub diasingkan ke Negeri Mpuri beserta para kerabat dan keluarganya itu sebagian dari kerabat dekat sultan banyak yang menetap dan menikah di Mpuri hingga beranak cucu. “Contohnya sebagian warga kelurahan potu ini nenek moyangnya juga berasal dari daerah Dena dan Mpuri,"Papar H.Nurdin .
Mengenai lokasi SO MANGGE KALO menurut H.Nurdin Umar, pada sekitar tahun 1981 yang lalu dilokasi tersebut pernah ditemukan sebuah KAPAK BATU peninggalan jaman dulu dan saat ini barang tersebut disimpan di musium Negeri Mataram NTB.
SULTAN YAKUB NEGERI MPURI 1798-1799
Makam Rade Ndupa dan Sultan Yakub
1. Sang Sultan Di Negeri Pengasingan
NEGERI MPURI, saat ini merupakan nama sebuah Desa diwilayah Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima. Nama Mpuri bagi masyarakat Dompu ternyata mempunyai kisah sejarah tersendiri terutama pada saat Zaman masa Kesultanan Dompu. Konon cerita, antara masyarakat Desa Mpuri dengan masyarakat di Kabupaten Dompu masih mempunyai hubungan historis khususnya di kalangan kerabat Kesultanan Dompu.
Hj.ST.Hadijah MT.Siradjuddin (Isteri Sultan Dompu terakhir, Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin) menuturkan membenarkan bahwa warga Desa Mpuri konon menurut sejarah memang masih ada hubungan darah (kerabat) yang cukup erat dengan masyarakat Dompu terutama di kalangan kerabat Kesultanan Dompu. Kisah tersebut berawal pada saat pasca masa pemerintahan Sultan Abdul Wahab yang bergelar Mawa'a cau 1793-1798 berakhir. Di kisahkan, Sultan Yakub yang bergelar Negeri Mpuri 1798-1799 atau Putra dari Sultan Abdul Wahab, saat itu di asingkan ke kampung Mpuri (Bima) bukan karena sakit akan tetapi disebabkan oleh kondisi politik di Kesultanan Dompu. (di Lingkup Kesultanan Dompu saat itu tengah terjadi perebutan kekuasaan para Putera almarhum Sultan Abdul wahab) Karena perebutan kekuasaan Putra-Putra Sultan Abdul Wahab antara Anak dari Isteri pertama dengan anak dari Istri Kedua, Sang Putra Mahkota Yakni Sultan yakub saat itu hanya mampu berkuasa selama satu tahun saja yakni dari Tahun 1798 hingga Tahun 1799. Selanjutnya Tahta Kesultanan Dompu berpindah ke tangan Sultan Abdullah Tajul Arifin Putra Sultan Abdul Wahab anak dari Isteri kedua.
Nama Mpuri saat itu masih berupa sebuah perkampungan kecil yang letaknya di lereng bukit Teka ati wilayah perbatasan antara Dompu dengan Bima. Sultan Yakub harus pergi meninggalkan Istana bersama keluarga dan kerabat serta para pengikut setianya menuju Negeri pengasingan di Kampung Mpuri. Sejarah di Dompu mencatat bahwa, rute perjalanan Sultan Yakub dan sebagian keluarga kerabat Kesultanan Dompu saat itu melalui jalan pintas yakni di sekitar wilayah 'SO MANGGE KALO' (saat ini lokasi tersebut merupakan areal persawahan penduduk yang berada disekitar antara Kampung Doro To'i dan Kampung Pelita Kelurahan Bada Dompu). Dari lokasi So Mangge kalo inilah Sultan Yakub dan rombongan menuju Kampung Mpuri melewati bukit Teka Ati.
Konon, Sultan Yakub dan beberapa kerabat akhirnya tidak kembali lagi ke Dompu, Sultan Yakub memutuskan untuk tinggal dan menetap di Mpuri hingga akhir hayat (wafat) di negeri pengasingan di kampung Mpuri. Oleh sebab itu almarhum Sultan Yakub akhirnya di beri gelar 'NEGERI MPURI (Sultan yang meninggal di Mpuri). Siapakah Sultan Yakub? Sultan Yakub merupakan Putra Sultan Abdul Wahab dari Isteri Pertama yang berasal dari kampung Potu (Kini kelurahan Potu Kecamatan Dompu).
Sultan Abdul Wahab mempunyai 2 (dua) orang Isteri yakni Isteri I (pertama) berasal dari Kampung Potu Dompu dan Isteri yang ke-2 (Dua) berasal dari Bali (Konon, Isteri ke-2 Sultan Abdul Wahab ini merupakan hadiah atau pemberian dari Raja Bali) Dari Isteri Pertama, Sultan Abdul Wahab mempunyai seorang anak yakni Sultan Yakub bergelar Negeri Mpuri ,dan dari Isteri ke-2 ini Sultan Yakub mempunyai dua orang anak yakni Sultan Abdullah Tajul Arifin yang bergelar Mawa'a bou 1799-1801 dan Sultan Abdul Rasul Il yang bergelar Yang Punya Bata baharu 1801-1857 Setelah Sultan Yakub diasingkan ke Negeri Mpuri, selanjutnya Tahta Kesultanan Dompu secara otomatis di gantikan oleh adik Sultan Yakub yang lahir dari Isteri ke dua Sultan Abdul Wahab yakni Sultan abdullah Tajul Arifin. Pada tahun 1801 Sultan Abdullah Tajul Arifin turun Tahta dan digantikan oleh adik kandungnya sendiri yakni Sultan Abdull Rasul II dari tahun 1801 hingga tahun 1857.
II. Misteri Makam Rade Ndupa Dan Sultan Yakub
HINGGA saat ini soal keberadaan makam Almarhum Sultan Yakub yang diasingkan ke Negeri Mpuri belum jelas dimana sebenarnya atau tepatnya lokasi makam leluhur masyarakat Dompu tersebut. Namun beredar cerita di Kampung Mpuri bahwa, di salah satu komplek pemakaman umum di Desa Mpuri Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima terdapat dua buah makam tua (Diduga makam tersebut merupakan suami istri) yg sudah mencapai ratusan tahun.
Oleh warga setempat makam tersebut sangat di keramatkan dan di sakralkan. Menurut warga setempat, makam tersebut merupakan makam milik tokoh atau cikal bakal (Leluhurnya) warga masyarakat Desa Mpuri. Makam keramat itu oleh warga Mpuri dikenal dengan nama RADE NDUPA Memang, makam tersebut kalau kita amati dengan cermat tampak lain dengan kondisi atau ciri-ciri makam umum lainnya yang berada dikomplek pemakaman umum tersebut. Bentuk nisan yang terbuat dari batu warna hitam yang berada di atas kedua makam tersebut berbentuk hampir mirip segi Delapan. Bagi masyarakat di Dompu bentuk delapan itu dikenal dengan Istilah 'NGGUSU WARU' dan ciri-ciri khas bentuk makam yang mempunyai batu Nisan berbentuk Nggusu Waru tersebut konon cerita biasanya merupakan milik seorang Tokoh atau pembesar Kerajaan (Bangsawan). Betulkah Makam Rade Ndupa tersebut milik salah seorang Bangsawan Kesultanan Dompu? Wallahualam.
Memang sempat beredar kabar bahwa makam Rade Ndupa diduga milik Almarhum Sultan Yakub dan Isterinya. Bukti otentik untuk membuktikan kebenaran akan cerita tersebut hingga kini memang belum ada. Makam Rade Ndupa, saat ini telah di pugar dan di bangun permanen oleh Pemerintah Kabupaten Dompu melalui Dinas Pariwisata Seni dan Budaya (Disparsenibud) Kabupaten Dompu pada akhir tahun 2005 yang lalu saat masa pemerintahan Bupati Dompu H.Abubakar Ahmad,SH.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar