5 Kompetensi Wajib Menjadi Penerjemah


5 Kompetensi Wajib Menjadi Penerjemah
bahasa arab



Kegiatan penerjemahan setidaknya melibatkan tiga aspek sekaligus : teks sumber, penerjemah, teks terjemahan, dari ketiga aspek ini penerjemah menduduki peran sentral, posisinya berada di tengah-tengah. Di tangannyalah kegiatan penerjemahan berlangsung, bisa dikatakan, penerjemah bertindak sebagai mediator dalam komunikasi antar bahasa, sebagai mediator, tugas penerjemah ialah menyampaikan amanah teks sumber kepada pembaca teks target.
  

           Secara gamblang Neubert (2000) menyebutkan lima kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang penerjemah, 

          
          pertama kompetensi kebahasaan terkait dengan penguasaan bahasa sumber dan bahasa target. Sebagai dwibahasawan penerjemah harus memahami aspek linguistik dua bahasa sekaligus. Dengan begitu penerjemah dapat melakukan analisis sintagmatis dengan mengidentifikasi relasi setiap kata dalam kalimat. Dalam bahasa Arab dikenal I’râb sebagai sarana untuk menganalisis وظيفة النحوية  ‘fungsi sintaksis’ setiap kata dalam kalimat, kesalahan analisis i’râb dapat menyebabkan kekeliruan dalam penerjemahan sebuah kalimat,  kompetensi kebahasaan dapat dimatangkan dengan pembiasaan. Bahasa adalah kebiasaan. Sebagaimana yang diungkapkan Aristoteles, kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang, keunggulan bukanlah suatu perbuatan melainkan suatu kebiasaan.

           Kedua, Kompetensi tekstual, kompetensi ini terkait dengan kemampuan penerjemah memahami isi pembicaraan, perlu dilakukan analisis sintagmatik untuk menghasilkan pemahaman tekstual, pemahaman tekstual diperoleh setelah penerjemah mengidentifikasi relasi antarkata dalam kalimat, berkat kompetensi tekstual penerjemah dapat menyelami makna yang tertuang dalam setiap ragam kalimat, kompetensi tekstual mesti ditunjang oleh “common knowledge”  ‘pengetahuan umum’ seorang penerjemah, oleh karena itu kiranya penerjemah terlebih dahulu membaca teks sumber secara utuh atau membaca aneka buku yang relevan dengan materi teks sumber.

             Ketiga, kompetensi materi, pengetahuan penerjemah ihwal bidang ilmu yang diterjemahkan turut menentukan kualitas hasil terjemahan, tidak perlu menjadi pakar dibidang ilmu tersebut, tetapi paling tidak, ia harus bisa memahami wacana  istilah-istilah teknis yang berhubungan dengannya, disinilah perlunya penerjemah  menjadi orang yang ‘tahu sedikit tentang banyak’, kuncinya banyak baca banyak tahu.

            Keempat, kompetensi kurtural, penciptaan sebuah teks tidak terlepas dari budaya yang melatari penulisnya, bahasa adalah budaya dan budaya direalisasikan melalui bahasa – lenguage is a mirror of the culture – bahasa adalah cerminan budaya salah satu problem yang penerjemahan juga terkait dengan istilah-istilah yang bernuansa budaya sebagai contoh, ungkapan    يقلّب كفّيه ‘membolak-balikan telapak kedua tangan’ dalam bahasa Arab digunakan untuk menggambarkan penyesalan penggambaran ini tentu saja bersifat curtural, dalam bahasa Indonesia menyesal digambarkan dengan mengelus dada, contoh lain masyarakat Indonesia mengatakan sedia payung sebelum hujan untuk menyebutkan kehati-hatian, untuk pengertian yang sama masyarakat Arab mengatakan


قَبْلَ الرَّمَاءِ  تُمْلًا اَلْكَنَاءِنِ
‘sebelum memanah isi dahulu tabung anak panah’

            Kelima, kompetensi transfer, menerjemah berarti mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa target. Tidak semua orang, sekalipun dwibahasawan atau multibahasawan memiliki kemampuan semacam ini. Penerjemah yang mumpuni sudah pasti memiliki kompetensi transfer yang baik. Kompetensi ini antara lain berkenaan dengan persoalan strategi penerjemahan, prosedur atau tehnik, penerjemahan apa yang akan dipakai agar menghasilkan terjemahan yang berkualitas.[1]



________________________________________
[1]  M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia.(Bandung: Remaja rosda Karya , 2011)  h. 40-44

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar