Silsilah Leluhur dan Keturunan Sangaji Dompu



Sumber utama Sejarah sejatinya adalah prasasti, kronik, piagam, candi yang benar-benar berasal dari jamannya. Namun manakala kesemuanya tidak bisa ditemukan, maka Sumber Sejarah berupa keterangan langsung (Sumber lisan) dari Saksi Sejarah atau Turunan langsung dari saksi Sejarah yang menyimpan atau mewarisi ceritnya secara turun temurun menjadi pilihan yang bisa dipertimmbangkan

Salah satu upaya menelusuri Silsilah atau Asal Usul Sangaji Dompu, Penulis menemui H. M. Ali Kamaluddin, di Kampung Kandai II, seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan tentang asal mula Sangaji dana Dompu.   Beliau juga adalah orang yang menjadi Sumber Lisan Prof. DR. G.J.Held, ketua Team Peneliti Universitas Indonesia tahun 1955, tentang BAHASA dan BANGSA Dompu, mengatakan : Cerita ini menurut beliau, diwariskan secara turun temurun tentang Nenek Moyang  (Ompu ra Waro) Sangaji Dompu. Konon ceritanya, leluhur Sangaji Dompu berasal dari suatu Negri yang jauh.

Ada empat anak raja (versi lain lain 3) yang sepakat untuk mencari sisa-sisa kerajaan leluhurnya. Keempat anak raja itu adalah Sang Kula, Sang Bima, Sang Dewa, dan Sang Jin. Dalam perjanalannya mereka menggunakan perahu molek yang berwarna kuning (Lopi Monca). Kemudian melegenda menjadi Lopi Jao. Perjalanan mereka membutuhkan waktu yang cukup lama, mengarungi lautan dengan sebuah perahu terbuat dari Bambu. Singkatnya sampailah mereka di sebuah pulau dan singgah  untuk beberapa bulan lamanya atas permintaan Ina Ka'u (Permaisuri) yang menguasai Pulau itu.

Ina Ka'u sudah lama hidup sendiri karena sang Raja telah wafat dan telah mendengar bahwa di sekitar perairannya akan dilewati oleh rombongan anak turunan Raja. Ina Ka'u sangat berkeinginan untuk mengetahui siapakah mereka.

Sebagai pimpinan rombongan adalah Sang Kula, anak tertua. Setelah melewati pemeriksaan oleh petugas pantai di mana tidak ditemukan benda-benda yang mencurikan, maka rombongan diijinkan untuk mendarat. Rombongan pun berangkatlah ke Istana menemui Ina Ka'u. Sebagai pimpinan rombongan, Sang Kula menceritakan kisah perjalanan mereka sesuai permintaan Ina Ka'u. Demi melihat kehalusan dan kesopanan Sang Kula, maka Ina Ka'u menyampaikan keinginannya untuk menikah dengan Sang Kula. Gayung bersambut, lamaran Ina Ka'u diterima oleh Sang Kula.
Setelah beberapa saat hidup bersama, tibalah waktunya keempat bersaudara ini melanjutkan perjalanan sebagaimana tujuan awal mereka.

Meski sedih karena perpisahan itu, Ina Ka'u melepas kepergian mereka dengan ikhlas. Sang Kula berpesan, jika Ina Ka'u ingin menyusulnya, Carilah suatu  tempat yang ada Istana yang berhiaskan gambar naga, dengan pintu yang berhiaskan warna warni dan menghadap ke arah matahari terbit.

Perjalanan mereka kemudian dilanjutkan ke arah Timur, menuju Pulau Sangiang, membelok ke Selatan Selat Sape, menuju perairan Waworada, Teluk Cempi, dan berhenti untuk sementara di Riang Ria (Riwo). Tingal beberapa saat di Riwo, dan melepas seekor ayam sebagai pertanda mereka pernah ke tempat itu.

Perjalanan dilanjutkan lagi menuju ke arah Barat dengan tujuan untuk kembali ke daerah asal mereka. Namun yang terjadi perahu mereka tidak dapat dikendalikan, perahu malah membelok Selatan, selat alas, menuju suatu titik arah (Turu), sehingga tempat tersebut dinamakan Turu. Berbula-bulan mereka menuju ke Selatan pulau Sumbawa, terseret kembali ke arah Riwo, tempat yang pernah mereka singgahi. Kokok ayam yang pernah mereka lepas itulah yang menjadi pertandanya
Akhirnya mereka mendarat dipantai yang sekarang disebut Riang Ria atau Riwo. Saking sulitnya sulitnya medan tempat mereka mendarat, sampai mereka berujar "Woja ra Sambamu" Dari itulah muncul nama Woja.

Kemudian di sanalah mereka bermukim dan mengembangkan keturunan. Atas kesepakatan para Ncuhi akhirnya Sang Kula diangkat menjadi Raja Dompu I.

Meski informasi yang yang tertulis dalam naskah Sejarah Bima bertolak belakang dengan Cerita Rakyat yang beredar dan melegenda dalam masyarakat Dompu sendiri, namun sebagai pembanding tidak ada salahnya untuk ditampilkan silsilah Raja-Raja Dompu versi naskah Sejarah Bima adalah menurut rekaman M. Jauffret (1961) dalam buku Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa.

 Pada suatu cerita, petikan dari Tambo Kerajaan Dompu, yang tertulis saat Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin berkuasa, menerangkan keturunan Sultan Dompu dengan segala Mentrinya, berasal dari Batara Bima, yaitu Indra Kumala dan Indra Jamrut. Indra Kumala menjadi Raja pertama dan menurunkan Raja-Raja Dompu seterusnya.

  1. Dewa Batara Dompu (Indra Kumala), anak dari Batara Bima
  2. Dewa Indra Dompu, cucu dari Dewa Indrakumala 
  3. Dewa Ma Mbora Bisu, anak Dewa Indra Dompu
  4. Dewa Ma Mbora Balada, saudara dari  Dewa Ma Mbora Bisu
  5. Dewa Yang Punya Kuda, anak dari Ma Mbora Bisu
  6. Dewa Yang Mati di Bima, putra dari Dewa yang Punya Kuda, diasingkan di Bima karna memerintah terlalu kejam dan meninggal di Bima
  7. Dewa yang bergelar Ma Wa'a Patu, memberi gelar dirinya sendiri, ke Bima menjadi Raja dan diberi gelar Ma Wa'a Laba (Yang Mendatangkan Keuntungan) oleh orang Bima.
  8. Dewa Ma Wa'a Taho,anak dari saudaranya Ma Wa'a Patu

Demikian yang tertulis di Kepustakaan Bima. Sumber yang bertolakbelakang dengan Cerita atau Legenda Rakyat Dompu sendiri yang dituturkan secara turun temurun.Dari Legenda dan tutur lisan yang turun temurun di Negri Dompu, Sumbawa dan bahkan Bima sendiri, bahwa :

  1. Raja yang pertama di Bima adalah Sang Bima
  2. Raja yang pertama di Dompu adalah Sang Kula (Nakula)
  3. Raja yang pertama di Sumbawa adalah Sang Dewa (Sahadewa)
Tutur lisan ini diperkuat oleh keterangan dalam buku SEJARAH INDONESIA DI TENGAH-TENGAH DUNUA DARI ABAD KE ABAD, karangan Dr. Soeroto, dilukiskan mengenai pengembaraan Pandawa Lima, sebagai berikut : 
  1. Sang Yudhistira di India
  2. Sang Arjuna di Jawa
  3. Sang Bima, Sang Kula (Nakula) dan Sang Dewa (Sahadewa) ke Timur

Bukti-bukti yang bisa kita angkat sebagai bahan pembanding adalah :

  • Orang Bima mengabadikan nama Sang Bima dengan nama daerahnya
  • Orang Dompu mengabadikan nama Sang Kula dengan panggilan Sangaji atau Sang Dewa
  • Orang Sumbawa mengabadikan nama Sang Dewa dengan panggilan keturunan Raja-Raja atau bangsawan sumbawa dengan panggilan Dea yang berasal dari kata Dewa

Dari sumber tutur lisan tersebut Silsilah Raja Dompu adalah sebagai berikut :


MENGAPA SANGAJI ?

Sangaji adalah sebutan (panggilan) oleh rakyat Dompu kepada Raja ataupun Sultan.
Dalam kisahnya, asal Raja pertama Dompu adalah dari pengembaraan Sang Kula. Sang Kula (Nakula) dipercaya sebagai salah satu Pandawa Lima yang sedang melakukan pengembaraan.
Menurut Susartra Hindu, setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan (penitisan) dari Dewa tertentu. Meski suami Kunti adalah Pandu, Raja Hastinapura, namun Pandawa Lima adalalah anak Kunti dengan Dewa.
Saat Sang Kula memasuki wilayah Dompu, masyarakat Dompu masih menganut faham Animisme, dimana Jin dan Roh haluslah yang dipercaya. Sehingga apa yang disebut dalam kepercayaan Hindu sebagai Dewa, masyarakat Dompu mengasosiasikannya sebagai Jin.  Dengan demikian Sang Kula yang dipercaya sebagai penjelmaan dari Sang Dewa, oleh masyarakat Dompu disebut sebagai Sang Jin. Dari sinilah asal kata panggilan SANGAJI.

Legenda Lopi Jao
Tak terpisahkan dari Riwayat Sangaji Dompu adalah Legenda Lopi Jao.
Lopi Jao adalah Perahu milik Sang Kula bersaudara yang dipergunakan untuk berlayar dan akhirnya terdampar di Riwo (Riang Ria), sebuah wilayah pantai di Dompu. Lopi Jao (Perahu Hijau) terbuat dari bambu betung (O'o Potu) dan dianggap sebagai benda yang Ma Wa'a Pahu (penjelmaan).

Dalam masyarakat sendiri beredar mitos tentang Lopi Jao dengan berbagai kemunculannya yang misterius. Terkadang terlihat di Sungai-sungai yang dikenal angker, dalam mimpi, atau bahkan anak kecil yang mengalami panas tinggi menceritakan pernah melihat Lopi Jao. Kemunculannya selalu dikaitkan dengan akan ada wabah penyakit atau tiba-tiba ada seseorang yang menghilang secara misterius karena diculik oleh Lopi Jao. Begitulah Mitos, percaya gak percaya, tetapi mitos tentang Lopi Jao sangat merakyat waktu itu.

Berikut ini adalah  Silsilah Sangaji (Sultan) setelah Kerajaan Dompu berubah menjadi Kesultanan, karena masuknya pegaruh agama Islam, sehingga sebutan Raja pun berubah menjadi Sultan. Namun dalam keseharian Raja ataupun sultan tetap disebut sebagai Sangaji.


Putra dari Sultan Muhammad Sirajuddin tidak ada yang diangkat menjadi Sultan pengganti Muhammad Sirajuddin, karena pemerintahan  diambil alih oleh Belanda dan Sultan Muhammad Sirajuddin termasuk Raja Muda (Ruma To'i) Abdul Wahab diungsikan ke Kupang.

Pada saat pemulihan kembali Kesultanan, yang diangkat menjadi Sultan adalah cucu dari Muhammad Sirajuddin, Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin, anak dari Raja Muda Abdul Wahab (Ruma To'i).

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar

Posting Komentar