Pendapat Teori Koneksionisme ( Edward l. Thorndike) Tentang Pendidikan


Pendapat Teori Koneksionisme ( Edward l.  Thorndike) Tentang Pendidikan
Pendapat Teori Koneksionisme ( Edward l.  Thorndike) Tentang Pendidikan



Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang belum lama lahir pada permulaan abad kedua puluh. Dua aliran pemikiran yang menonjol pada saat itu adalah strukturalisme dan fungsionalisme , tetapi masing-masing menghadapi permasalahan. Strukturalisme menggunakan metode introspeksi yang memisahkannya dari perkembangan perkembangan penting dalam ilmu pengetahuan dan tidak mempertimbangkan tulisan Darwin tentang adaptasi dan evolusi. Fungsionalisme memiliki fokus studi yang terlalu luas karena pendukung-pendukungnya memberikan terlalu banyak tuntutan penelitian.

          Di tengah situasi ini, behaviorisme mengawali kemunculannya menjadi disiplin ilmu psikologi yang terkemuka (Rachlin, 1991). John B. Watson (1878-1958) yang umumnya dikatakan sebagai penemu dan penyokong behaviorisme modern (Heidbreder, 1933; Hunt, 1993), meyakini bahwa aliran-aliran pemikiran dan metode metode penelitian yang mempelajari pikiran itu tidak ilmiah. Jika psikologi ingin dijadikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan, studinya harus membangun strukturnya sendiri melalui jalur-jalur ilmu-ilmu fisik yang meneliti fenomena-fenomena yang dapat diamati dan diukur. Perilaku merupakan materi yang tepat bagi studi para psikolog (Watson, 1924). Introspeksi tidak dapat diandalkan, pengalaman-pengalaman dari pikiran sadar tidak dapat diamati, dan orang-orang yang memiliki pengalaman pengalaman tersebut tidak bisa dipercaya untuk melaporkannya secara akurat (Murray, Kilgour, & Wasylkiw, 2000).

         Menurut aliran behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru dengan hasil interaksi antara stimulus dan respon. Penekanan dalam teori ini hanya pada perilaku yang dapat dilihat dan tanpa memperhatikan perubahan perubahan atau proses-proses internal yang terlibat di dalamnya. Teori-teori belajar yang termasuk dalam teori belajar behavioristik antara lain teori classical conditioning dari Pavlov, Connectionism Thorndike, teori operant conditioning dari Skinner

         Teori behaviorisme yang terkenal adalah operant conditioning (pengkondisian operan) dari B.F. Skinner. koneksionisme dari Thorndike, pengkondisian klasik dari Pavlov, dan pengkondisian kontinuitas (contiguouos conditioning) dari gutrhrie.

KONEKSIONISME ( Edward L.  Thorndike)

      Thorndike lahir pada 1874 di Williamsburg, Massachusetts, putra kedua dari seorang pendeta Methodis. Dia mengatakan belum pernah mendengar atau melihat kata psikologi sampai dia masuk Wesleyan University. Pada saat itu dia membaca karya William James, Principles of Psychology (1890), dan amat tertarik dengannya.Kelak saat dia masuk Harvard dan mengikuti pelajaran James, keduanya menjadi sahabat karib.

     Edward L. Thorndike (1874-1949) adalah seorang psikolog terkemuka di Amerika Serikat yang teori pembelajarannya-koneksionisme-dominan di negeri tersebut pada paruh pertama abad kedua puluh (Mayer, 2003). Tidak seperti banyak psikolog terdahulu, ia tertarik pada pendidikan, terutama pembelajaran, transfer, perbedaan-perbedaan individu, dan inteligensi (Hilgard, 1996; McKeachie, 1990). la menerapkan sebuah pendekatan eksperimental ketika mengukur hasil-hasil yang dicapai oleh siswa. Pengaruhnya terhadap pendidikan ditandai dengan adanya Thorndike Award (Penghargaan Thorndike); penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Divisi Psikologi Pendidikan Asosiasi Psikologi Amerika kepada kontribusi-kontribusi besar terhadap psikologi pendidikan.

         Menurut teori connectionism, seluruh kegiatan belajar didasarkan pada jaringan asosiasi atau hubungan (bonds) antara stimulus dan respon, sehingga teori ini dikenal dengan sebutan S-R bond Theory. Dalam hubungan antara stimulus dan respon ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga Thorndike merumuskan tiga hukum belajar yaitu sebagai berikut. Pertama, hukum persiapan atau Law of readiness, yaitu bahwa belajar akan menjadi bila ada kesiapan pada diri individu. Kedua, hukum latihan atau Law of excercise, yaitu bahwa hubungan antara stimulus dan respon dalam proses belajar akan diperkuat atau diperlemah oleh tingkat intensitas dan durasi dari penggulangan hubungan atau latihan.

         Hubungan akan bertambah kuat bila ada latihan, sebaliknya bila tidak terjadi latihan selama beberapa waktu, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah. Ketiga, hukum efek atau Law of effect, yaitu bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat bila sebuah respon menghasilkan efek yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila respon yang ada kurang memberikan efek yang menyenangkan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah, Paul Eggen dan D. Kauchak (1997) 

• Pembelajaran dengan Cara Trial-and-Error

     Karya Thorndike yang paling penting adalah seri Educational Psychology yang berjumlah tiga volume (Thorndike, 1913a, 1913b, 1914). Ia menyatakan pandangan bahwa tipe pembelajaran yang paling fundamental adalah pembentukan asosiasi-asosiasi (koneksi koneksi) antara pengalaman-pengalaman indrawi (persepsi terhadap stimulus atau peristiwa) dan impuls-impuls saraf (respons-respons) yang memberikan manifestasinya dalam bentuk perilaku. la percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian eksperimen trial and error (menyeleksi dan mengkoneksikan).

       Thorndike mulai mempelajari pembelajaran dengan serangkaian eksperimen yang dilakukannya terhadap hewan (Thorndike, I1911). Hewan-hewan yang berada dalam situasi situasi yang bermasalah mencoba untuk mencapai tujuannya (misalnya; mendapatkan makanan, sampai ke tempat yang dituju).Dari banyaknya respons yang mereka lakukan mereka memilih satu, menjalankannya, dan menerima akibatnya. Makin sering mereka membuat respons terhadap suatu stimulus, makin kuat respons tersebut menjadi terkoneksi dengan stimulus tersebut.

      Dalam sebuah situasi eksperimen tipikal, seekor kucing ditempatkan dalam sebuah kandang. Si kucing dapat membuka sebuah lubang keluar dengan mendorong sebuah tongkat atau menarik sebuah rantai. Setelah melakukan serangkaian respon acak, si kucing pada akhirnya dapat keluar dengan membuat respons yang dapat membuka lubang keluar tersebut Setelah itu si kucing ditaruh lagi dalam kandang. Dari hasil mencoba coba, kucing tersebut mencapai tujuannya (keluar. kandang) dengan lebih cepat dan membuat lebih sedikit kesalahan sebelum akhirnya merespons dengan benar.

• Pembelajaran trial-and-error

terjadi secara berangsur-angsur (bertahap) di mana respons-respons yang berhasil dibentuk dan yang tidak berhasil diabaikan. Koneksi koneksi terbentuk secara mekanis melalui perulangan; persepsi dari pikiran sadar tidak diperlukan. Hewan tidak "memahami" atau "memiliki pengetahuan." Thorndike menyadari bahwa pembelajaran manusia lebih kompleks karena manusia terlibat dalam tipe-tipe pembelajaran lainnya yang memerlukan pengkoneksian ide-ide, analisis, dan penalaran (Thorndike, 1913 b). Meski demikian, kemiripan dalam hasil-hasil penelitian dari studi hewan dan studi manusia mendorong Thorndike untuk menjelaskan pembelajaran yang kompleks dengan prinsip-prinsip pembelajaran dasar. Orang dewasa yang berpendidikan memiliki jutaan koneksi antara stimulus dan respons

• Hukum Latihan dan Akibat (Exercise and Effect Laws)

Ide-ide dasar Thorndike mengenai pembelajaran diwujudkan dalam Hukum Latihan dan Akibat. Hukum Latihan terdiri dari dua bagian: Hukum Kegunaan (Law of Use) sebuah respons terhadap sebuah stimulus memperkuat koneksi keduanya; Hukum Ketidakgunaan (Law of Disuse)-ketika respons tidak diberikan terhadap sebuah stimulus, kekuatan koneksinya menjadi mehurun (dilupakan). Makin panjang interval waktu sebelum sebuah respons diberikan, makin besar penurunan kekuatan koneksi.

• Prinsip prinsip lain

    Teori Thorndike (1913b) mencakup prinsip-prinsip lain yang juga relevan dengan pendidikan. Salah satunya adalah Hukum Kesiapan (Law of Readiness) yang menyatakan bahwa ketika seseorang dipersiapkan (sehingga siap) untuk bertindak, maka melakukan tindakan tersebut merupakan imbalan (rewarding) sementara tidak melakukannya me rupakan hukuman (punishing). Jika seseorang lapar, respons-respons yang mengarah pada makanan ada dalam kondisi siap, sementara respons respons lain yang tidak mengarah pada makanan tidak dalam kondisi siap. Ketika seseorang capek, yang akan dihasilkannya adalah hukuman jika ia memaksa untuk bekerja. Jika ide ini diaplikasikan pada pembelajaran, dapat kita katakan bahwa ketika siswa siap untuk mempelajari tindakan tertentu (dalam kaitannya dengan level perkembangan atau penguasaan keterampilan yang sebelumnya), maka perilaku-perilaku yang mendukung kelancaran pembelajaran ini akan menghasilkan imbalan. Ketika siswa tidak siap untuk belajar atau tidak memiliki keterampilan-keterampilan prasyaratnya, maka berusaha belajar akan menghasilkan hukuman dan menyia-nyiakan waktu.

      Prinsip peralihan asosiatif (nssociative shifting) mengacu pada situasi di mana respons respons yang diberikan untuk stimulus tertentu pada akhirnya ditujukan pada stimulus yang sama sekali berbeda, jika, setelah percobaan yang berulang-ulang ada perbedaan perbedaan kecil dalam karakteristik stimulus. Contohnya, untuk mengajari siswa membagi sebuah bilangan dua digit menjadi sebuah bilangan empat digit, pertama-tama kita mengajari mereka membagi bilangan satu digit menjadi bilangan satu digit, kemudian secara bertahap ditambahkan lebih banyak digit pada bilangan pembagi/penyebut dan pembilang.

     Prinsip elemen-elemen identik memengaruhi transfer (generalisasi),yaitu tingkatan di mana penguatan atau pelemahan suatu koneksi menghasilkan perubahan yang serupa dalam koneksi lainnya (Hilgard, 1996; Thorndike, 1913b;)  Transfer terjadi ketika situasi-situasi yang ada memiliki elemen-elemen yang identik dan memerlukan respons-respons yang sama. Thorndike dan Woodworth (1901)menemukan bahwa latihan atau pelatihan untuk sebuah keterampilan dalam konteks tertentu tidak meningkatkan kemampuan seseorang dalam mempraktikkan keterampilan tersebut secara umum. Jadi berlatih menghitung luas bujur sangkar tidak meningkatkan kemampuan siswa dalam menghitung luas segitiga, lingkaran, dan gambar-gambar bangun tak beraturan Keterampilan harus diajarkan dengan tipe-tipe muatan pendidikan yang berbeda-beda kepada siswa untuk memahami bagaimana menerapkannya.

•  PENDIDIKAN MENURUT THORNDIKE

Thorndike percaya bahwa praktik pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Menurutnya ada hubungan erat antara pengetahuan proses belajar dengan praktik pengajaran. Ia mengharapkan akan ditemukan lebih banyak lagi pengetahuan tentang hakikat belajar, semakin banyak pengetahuan yang dapat diaplikasikan untuk memperbaiki praktik pengajaran.



Sumber:
Dale H. Schunk, learning theories an educational perspective, edisi ke enam(yogyakarta : pustaka pelajar, 2012)
B. R. Hergenhahn dan Metthew H.  Olson, theories of learning,  edisi ke tujuh (jakarta;  kencana, 2009)
Zainal Abidin Arif,, landasan teknologi pendidikan, Bogor: uikapress: 2015
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar