Aplikasi teori behaviorisme dalam pengajaran


Aplikasi teori behavior dalam pengajaran
 Aplikasi teori behavior dalam pengajaran



    Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang belum lama lahir pada permulaan abad kedua puluh. Dua aliran pemikiran yang menonjol pada saat itu adalah strukturalisme dan fungsionalisme , tetapi masing-masing menghadapi permasalahan. Strukturalisme menggunakan metode introspeksi yang memisahkannya dari perkembangan perkembangan penting dalam ilmu pengetahuan dan tidak mempertimbangkan tulisan Darwin tentang adaptasi dan evolusi. Fungsionalisme memiliki fokus studi yang terlalu luas karena pendukung-pendukungnya memberikan terlalu banyak tuntutan penelitian.

          Di tengah situasi ini, behaviorisme mengawali kemunculannya menjadi disiplin ilmu psikologi yang terkemuka (Rachlin, 1991). John B. Watson (1878-1958) yang umumnya dikatakan sebagai penemu dan penyokong behaviorisme modern (Heidbreder, 1933; Hunt, 1993), meyakini bahwa aliran-aliran pemikiran dan metode metode penelitian yang mempelajari pikiran itu tidak ilmiah. Jika psikologi ingin dijadikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan, studinya harus membangun strukturnya sendiri melalui jalur-jalur ilmu-ilmu fisik yang meneliti fenomena-fenomena yang dapat diamati dan diukur. Perilaku merupakan materi yang tepat bagi studi para psikolog (Watson, 1924). Introspeksi tidak dapat diandalkan, pengalaman-pengalaman dari pikiran sadar tidak dapat diamati, dan orang-orang yang memiliki pengalaman pengalaman tersebut tidak bisa dipercaya untuk melaporkannya secara akurat (Murray, Kilgour, & Wasylkiw, 2000).

        Watson (1916) berpikir bahwa model pengkondisian Pavlov adalah model yang tepat untuk membangun sebuah ilmu perilaku manusia. Ia terkesan dengan pengukuran Pavlov terhadap perilaku-perilaku yang dapat diamati. Watson yakin bahwa model Pavlov dapat dikembangkan. untuk dapat mencakup bentuk-bentuk pembelajaran dan karakteristik kepribadian yang bermacam-macam. Contohnya, bayi yang baru lahir mampu memperlihatkan tiga macam emosi: rasa sayang, rasa takut, dan rasa marah (Watson, 1926a). Melalui teori pengkondisian dari Pavlov, emosi-emosi ini dapat menjadi lekat dengan stimulasi-stimulasi untuk menghasilkan kehidupan masa dewasa yang kompleks.

         Menurut aliran behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru dengan hasil interaksi antara stimulus dan respon. Penekanan dalam teori ini hanya pada perilaku yang dapat dilihat dan tanpa memperhatikan perubahan perubahan atau proses-proses internal yang terlibat di dalamnya. Teori-teori belajar yang termasuk dalam teori belajar behavioristik antara lain teori classical conditioning dari Pavlov, Connectionism Thorndike, teori operant conditioning dari Skinner

         Teori behaviorisme yang terkenal adalah operant conditioning (pengkondisian operan) dari B.F. Skinner. koneksionisme dari Thorndike, pengkondisian klasik dari Pavlov, dan pengkondisian kontinuitas (contiguouos conditioning) dari gutrhrie.

   >  Aplikasi teori behavior dalam pengajaran

      Skinner (1954, 1961, 1968, 1984) menulis panjang lebar tentang bagaimana gagasan gagasannya dapat diaplikasikan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. la yakin bahwa ada terlalu banyak kontrol yang tidak diinginkan. Meskipun siswa jarang menerima hukuman fisik, mereka sering mengerjakan tugas bukan karena mereka ingin belajar atau karena mereka menikmatinya, tetapi lebih disebabkan oleh keinginan menghindari hukuman seperti kritik dari guru, kehilangan hak-hak istimewa, dan diminta menghadap ke kantor kepala sekolah.

     Keprihatinannya yang kedua adalah bahwa penguatan jarang diberikan di sekolah dan ketika diberikan sering pada saat yang tidak tepat. Guru memerhatikan masing-masing siswa hanya selama beberapa menit setiap harinya. Ketika siswa mengerjakan tugas di bangku mereka masing-masing, ada selang waktu beberapa menit yang berlalu antara ketika mereka selesai mengerjakan tugas dan ketika mereka menerima umpan balik dari guru. Akibatnya, siswa tidak belajar secara benar, yang berarti bahwa guru harus mengalokasikan tambahan waktu untuk memberikan umpan balik perbaikan.

        Poin perhatian ketiga Skinner adalah bahwa cakupan dan rangkaian kurikulum, kurikulum tidak menjamin bahwa seluruh siswa akan berhasil memperoleh keterampilan keterampilan yang diajarkan. Para siswa tidak belajar dengan kecepatan yang sama. Untuk dapat menyelesaikan seluruh materi, guru kadang-kadang beralih ke pelajaran lain sebelum semua siswa menguasai pelajaran yang sebelumnya. Skinner berpendapat bahwa permasalahan permasalahan ini serta yang lainnya tidak dapat dipecahkan dengan menaikkan gaji guru (meskipun hal ini akan menyenang kan bagi guru), memperpanjang jam belajar harian dan tahunan di sekolah, menaikkan standar, atau memperketat persyaratan sertifikasi guru.

     Skinner merekomendasikan pemanfaatan waktu mengajar yang lebih baik. Karena mengharapkan siswa menjalani kurikulum dengan kecepatan yang sama adalah hal yang tidak realistis, mengindividualkan pengajaran akan meningkatkan efisiensi Skinner yakin bahwa mengajar membutuhkan pengaturan kontingensi-kontingensi penguatan yang tepat. Kita tidak memerlukan prinsip-prinsip baru dalam mengaplikasikan pengkondisian operan terhadap pendidikan. Pengajaran akan lebih efektif jika 

(1) guru memberikan materi dalam langkah-langkah yang lebih kecil.

(2) para siswa merespons secara aktif daripada sekadar mendengarkan secara pasif,

(3) guru memberikan umpan balik langsung setelah didapatkan respons-respons dari pembelajar, dan

(4) siswa mempelajari materi yang diberikan sesuai dengan ritme mereka sendiri. Proses dasar pengajaran melibatkan pembentukan tujuan dari pengajaran (perilaku yang diinginkan) dan perilaku awal siswa diidentifikasi; 

sub-sub langkah (perilaku perilaku) yang bermula dari perilaku awal dan bergerak menuju perilaku yang diinginkan dirumuskan; dan akhirnya, tiap sub-langkah merepresentasikan sebuah modifikasi kecil dari sub-langkah sebelumnya. Siswa digerakkan sepanjang rangkaian pembentukan ini menggunakan berbagai pendekatan yang meliputi demonstrasi; belajar dalam kelompok kecil dan tugas individu. Siswa secara aktif merespons terhadap materi dan menerima umpan-balik langsung.




-----------------------

Sumber:

Dale H. Schunk, learning theories an educational perspective, edisi ke enam(yogyakarta : pustaka pelajar, 2012)

B. R. Hergenhahn dan Metthew H.  Olson, theories of learning,  edisi ke tujuh (jakarta;  kencana, 2009)

Zainal Abidin Arif,, landasan teknologi pendidikan, Bogor: uikapress: 2015

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar