Pacoa Jara, Hiburan dan Kebudayaan Masyarakat Dompu
Pacoa Jara |
Pacoa Jara
Pacuan kuda demikianlah artinya, merupakan suatu keramaian anak negeri dan menjadi hiburan yang paling digemari. Kegemaran ini didorong oleh lingkungan hidupnya sebagai petani dan peternak, karena manfaatnya untuk mendukung usaha pertanian seperti kerbau untuk membajak sawah dan mengangkut padi, untuk kendaraan, untuk tunggangan dan juga untuk beban.
Karena itu dahulu negeri ini dikenal menghasilkan kuda dan kerbau. yang juga diperdagangkan antarpulau seperti ke Pasuruan, Bondowoso Situbondo, Probolinggo dan lain-lain. Sedangkan kerbau untuk dalam negeri ke Palembang, Jambi, Surabaya dan Jakarta, untuk luar negeri ke Hongkong dan Singapura.
Pengangkutan hewan yang diperdagangkan antarpulau dari Dompu dahulu sebelum Pelabuhan Bima dibuat ialah melalui Pelabuhan Soro Kilo di Kecamatan Kilo sekarang, juga melalui Pelabuhan Kempo.
Kegemaran pacuan kuda ini berkembang sampai jadi kegemaran raja-raja atau pembesar-pembesar negeri, maka dengan demikian hiburan yang paling ramai pada kala itu satu-satunya adalah pacuan kuda. Mula-mula pacuan kuda dilakukan di masing-masing tempat, lama kelamaan dilakukan secara teroganisir, dengan dibentuknya organisasi pacuan kuda yang bernama Himpunan Pacuan Kuda Dompu, Himpunan Pacuan Kuda Kempo, dan Himpunan Pacuan Kuda Hu'u.
Jadwal Pacoa Jara
Dengan telah dibentuknya himpunan pacuan kuda tersebut, maka diaturlah jadwal pacuan kuda sebagai berikut:
1. Diadakan pacuan kuda tingkat kejenelian dengan peserta kuda yang ada di dalam kejenelian.
2. Diadakan pacuan kuda tingkat daerah kerajaan, dengan peserta peserta yang menang di tingkat kejenelian.
3. Diadakan pacuan kuda antara daerah Kerajaan Dompu, Bima, dan Sumbawa, lokasinya bergantian di antara daerah tersebut,
Saat-saat untuk lomba pacuan kuda adalah setelah selesai panen padi dan dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar Islam pada waktu itu.
Tiap pacuan kuda diadakan, kuda yang tercatat ikut berjumlah 200 300 ekor banyaknya dan biasanya dikelompokkan dalam beberapa kelas, misalnya:
- Kelas C, adalah kuda yang paling tinggi.
- Kelas B, adalah kuda yang sedang tingginya.
- Kelas A, adalah kuda pendek atau kuda tunas namanya.
Seperti diterangkan di atas, memelihara kuda pacuan bukanlah hal yang gampang. Selain memerlukan biaya pemeliharaan yang banyak, juga harus memilki tanda-tanda tertentu yang disebut kalisu atau pusaran yang pada umumnya setiap kuda terdapat berbeda.
Jenis-jenis kalisu (pusaran) pada kuda
Jenis-jenis kalisu (pusaran) pada kuda, adalah:
1. Kalisu panta paju (tancap payung), terletak pada bagian: Punggung bagian belakang (kamoto). Punggung bagian muka (paratama).
2. Kalisu wole (pasak), terletak pada bagian kiri-kanan ketiak kaki muka.
3. Kalisu colokomba, terletak pada bagian kiri-kanan pangkal telinga bagian belakang.
4. Kalisu mbuda ade (buta hati), terletak pada bagian dahi (tantangga).
Di antara jenis kalisu seperti diterangkan di atas, maka yang pantang bagi seekor kuda pacuan maupun kuda tunggang (jara sadonda), adalah apabila memiliki:
a. Kalisu wole: kuda semacam ini memiliki sifat suka meronta-ronta dan membahayakan bagi joki, lagi pula tidak begitu kuat.
b. Kalisu colokomba: kuda semacam ini memiliki sifat: Apabila letaknya berpapasan, tabiatnya baik. Apabila tidak berpapasan letaknya, tabiatnya tidak baik, disebut kabeu (males) dan kalau berlari suka maju mundur.
c. Kalisu mbuda ade: kuda semacam ini memiliki sifat: Apabila letaknya di bagian atas matanya, tabiatnya baik. Apabila letaknya di bagian bawah matanya, tabiatnya tidak baik.
Jenis warna bulu kuda
Jenis warna bulu kuda pun menjadi pilihan yang serius juga bagi para penggemar kuda, misalnya bulu hitam, karonde, cimbi, dan karaba, serta yang paling baik berbulu warna mbera bermata hitam, alat kelaminnya hitam dan kuku kakinya berwarna hitam pula.
Selain pantangan karena kuda memiliki tanda-tanda atau kalisu yang tidak baik, maka adapula pantangan yang dikaitkan dengan sifat sifat pemilik kuda tersebut, bahkan merupakan semacam kepercayaan adanya yang dihubungkan dengan slogan dou Dompu dalam kehidupan yang mengatakan, bahwa hidup yang sempurna itu adalah apabila didukung oleh empat unsur, yaitu:
1. Wei taho (istri yang baik).
2. Uma taho (rumah yang baik).
3. Besi taho (senjata yang baik).
4. Jara taho (kuda yang baik).
Di satu sisi, yang dimaksud dengan kuda yang baik adalah kuda yang memiliki persenyawaan (rohani) yang sesuai, cocok, dan searah dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemiliknya.
Percaya atau tidak, hal yang demikian itu dapat dibuktikan dengan kenyataan, yaitu:
a. Apabila seseorang telah memiliki seekor kuda, kehidupan rumah tangganya aman sejahtera, rezekinya bertambah. Itu pertanda memiliki Jara taho.
b. Apabila seseorang dulu-dulunya hidup rumah tangganya baik, aman tentram dan bahagia, akan tetapi setelah memiliki kuda, keadaan menjadi sebaliknya, sering berbantah-bantah dengan istri. tetangga, dan rezekinya semakin menurun, itu adalah pertanda dia memiliki kuda yang tidak baik.
Jika seekor kuda yang menjadi peliharaan sering meringkik di tengah malam dengan suaranya yang mengerikan, maka kuda semacam itu sangatlah terlarang untuk dipelihara.
Kuda yang memiliki tanda-tanda yang baik serta mempunyai persenyawaan dengan pemiliknya, maka sangatlah mahal.
sumber :
Israil M. Saleh, Sekitar Kerajaan Dompu,2020, buku litera, Yogyakarta h. . . . . .313
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar