4 Kategori Sistem Kurs Valuta Asing



Nilai kurs dapat berubah-ubah atau bergerak dari waktu ke waktu. Besarnya perubahan yang terjadi terhadap nilai mata uang lokal dipengaruhi oleh sistem kurs yang berlaku atau dianut oleh negara tersebut. Sistem kurs tukar dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kurs tukar yang dikendalikan oleh pemerintah. Ada empat kategori sistem kurs tukar sebagai berikut.

1. Sistem Kurs Tetap

Sistem kurs tetap atau dikenal sebagai sistem Bretton Woods adalah kebijakan pemerintah untuk menjaga nilai tukar mata uang pada tingkat tertentu dan pemerintah akan berusaha menjaga nilai pada batasan tersebut. Contohnya, pemerintah menetapkan bahwa nilai kurs rupiah terhadap dolar sebesar Rp10.000,00. Nilai tersebut akan tetap sampai jangka waktu yang ditetapkan. Walaupun nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah, tetapi tidak berarti bahwa tidak ada perubahan permintaan dan penawaran atas suatu mata uang di pasar valuta asing. Dampak dari perubahan permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing dikendalikan oleh pemerintah. Apabila terjadi kelebihan penawaran mata uang asing, pemerintah akan membelinya. Sebaliknya, apabila terjadi kelebihan permintaan terhadap mata uang asing tertentu, pemerintah akan menjual sediaan mata uang yang dimilikinya. Bagaimana latar belakang munculnya sistem kurs tetap tersebut?

a. Latar Belakang Munculnya Sistem Kurs Tetap. 

Sistem Bretton Woods muncul setelah ber akhirnya Perang Dunia II. Negara yang terlibat perang mengalami banyak kerugian karena kerusakan aset-aset atau prasarana publik. Selain itu, cadangan kekayaan negara ikut terserap habis untuk membiayai perang yang mahal.

Negara-negara yang terlibat perang harus bangkit untuk memperbaiki perekonomiannya. Berbagai cara dilakukan, termasuk meningkatkan produksi bahan makanan dan membangun industri di dalam negeri. Semua barang yang semula diimpor dari negara lain berusaha diproduksi di dalam negeri dan negara membatasi masuknya barang-barang impor, baik dengan membatasi jumlah maupun mengenakan bea masuk yang sangat tinggi terhadap barang impor. Pemerintah juga sering melakukan devaluasi terhadap mata uangnya. Devaluasi adalah kebijakan menurunkan nilai mata uang lokal terhadap mata uang asing sehingga harga barang ekspor menjadi lebih murah. Tujuan kebijakan ini adalah agar ekspor meningkat dan impor menurun sehingga negara mengalami surplus dalam perdagangan dengan negara lain.

Apabila dilihat dari suatu negara, kebijakan tersebut sangat menguntungkan, tetapi jika dilihat dari perekonomian dunia justru akan merugikan satu sama lain. Setiap negara berusaha melindungi kepentingan negaranya sendiri dan tidak mempedulikan dampaknya bagi negara lain. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan tersebut adalah pengemis tetangga saya (beggar their neighbour country). Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman yang terjadi setelah Perang Dunia II, sebanyak 44 negara berkumpul di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada 1 hingga 22 Juni 1944 untuk membahas masalah tersebut.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh ekonom dari Inggris, John Maynard Keynes dan Harry Dexter White bersama-sama negara lain menyepakati sistem keuangan Bretton Woods berdasarkan pada sistem kurs tetap. Sejak saat itu negara-negara di dunia, khususnya Amerika Serikat mulai tumbuh dengan pesat dan dua tahun setelah konferensi tersebut didirikan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) untuk mengawasi sistem tersebut.

b. ciri-ciri sistem kurs tetap 

Sistem Bretton Woods mendasarkan diri pada sistem nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat, sedangkan dolar Amerika Serikat nilainya dikaitkan dengan emas. Berdasarkan kesepakatan Bretton Woods, kurs tukar setiap negara harus dalam nilai yang pasti, tetap, atau diizinkan berubah-ubah hanya dalam batasan tertentu. Apabila kurs tukar mulai bergerak terlalu besar, pemerintah melakukan intervensi untuk menjaga agar tetap dalam batasan yang diizinkan. Berikut ketentuan sistem Bretton Woods.

1) Tiap-tiap negara menetapkan nilai tukarnya terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (USD). 

2) Amerika Serikat menetapkan nilai mata uang dolar Amerika Serikat terhadap emas dengan nilai 35 USD per ons emas.

3) Amerika Serikat akan menjual emas dengan harga tetap kepada pemegang resmi mata uang dolar Amerika Serikat.

4) Nilai tukar boleh mengalami perubahan, tetapi perubahan nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika Serikat tidak boleh melebihi 1%. Apabila terpaksa melebihi, batas maksimalnya adalah 10%.

5) Amerika Serikat akan menjual emas dengan harga tetap kepada pemegang resmi mata uang dolar Amerika Serikat.

Sistem kurs tetap memiliki kelebihan dan ke kurangan. Kelebihan sistem kurs tetap adalah mampu memberikan kepastian mengenai nilai tukar mata uang. Adanya kepastian nilai tukar mata uang mengakibatkan pelaku usaha lebih pasti dalam merencanakan usaha. Contohnya, dalam menentukan rencana produksi yang membutuhkan bahan baku impor. Harga barang impor yang tidak berubah-ubah memberikan kepastian bagi pengusaha untuk memperhitungkan biaya produksi dan harga jualnya. Dampaknya adalah harga-harga barang lebih stabil. Setelah berlakunya sistem tersebut selama dua puluh lima tahun, terjadilah masa keemasan perekonomian global (the golden years).

Namun, sistem kurs tetap juga mempunyai kekurangan, di antaranya adalah pemerintah Amerika Serikat harus memiliki cadangan devisa yang besar untuk menjaga kestabilan nilai tukar senilai 35 ons emas untuk satu dolar Amerika Serikat. Tiap-tiap negara yang menetapkan nilai tukarnya terhadap mata uang dolar Amerika Serikat mengakibatkan per ekonomian banyak negara memiliki ketergantungan tinggi terhadap mata uang dolar dan cadangan emas Amerika Serikat. Pada akhirnya sistem ini terpaksa ditinggalkan setelah terjadi defisit neraca pembayaran yang sangat besar dalam perekonomian Amerika Serikat. Sistem ini berakhir pada Agustus 1971, yaitu pada masa pemerintahan Presiden Nixon.

c. Sistem Kurs Tetap di Indonesia

Indonesia pernah menerapkan sistem kurs tetap pada tahun 1970 hingga 1978. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditetapkan berdasarkan kurs resmi Amerika Serikat sebesar Rp250,00 per dolar Amerika Serikat. Untuk nilai tukar dengan mata uang lainnya ditetapkan atas dasar nilai tukar rupiah dengan dolar Amerika Serikat di pasar domestik maupun internasional. Dalam periode diberlakukannya sistem fixed exchange rate, pemerintah Indonesia sangat ketat dalam mengontrol devisa. Meskipun usaha mengontrol devisa telah dilakukan dengan ketat, kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali. Devaluasi pertama kali dilakukan pada 17 April 1970 tukar rupiahnya ditetapkan kembali menjadi Rp378,00 yang nilai per dolar Amerika Serikat. Devaluasi kedua dilakukan pada 23 Agustus 1971 yang tukar rupiahnya menjadi Rp415,00 per dolar Amerika Serikat. Sementara, devaluasi ketiga dilakukan pada 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp625,00 per dolar Amerika Serikat. 

2. Sistem Kurs Mengambang Bebas

Sejak berakhirnya sistem kurs tetap pada tahun 1971, sistem kurs yang berlaku di dunia adalah sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate). Sistem kurs ini berlaku umum di dunia internasional hingga saat ini. Sistem kurs mengambang bebas adalah sistem nilai kurs tukar yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pasar tanpa adanya campur tangan pemerintah. Nilai kurs dapat mengalami kenaikan dan penurunan berdasarkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut. Sesuai dengan hukum permintaan, apabila permintaan terhadap suatu mata uang meningkat dan penawarannya tetap, harga atau kurs mata uang tersebut akan meningkat. Sebaliknya, apabila permintaan terhadap mata uang tersebut turun dan penawaran tetap, nilai kurs tersebut akan mengalami penurunan.

Contohnya, apabila jumlah uang dolar Amerika Serikat beredar di Indonesia sebesar US$10.000.000 dengan kurs sebesar Rp11.569,00, maka total uang dolar Amerika Serikat adalah seharga Rp115.690.000.000,00. Kemudian, pada hari berikutnya terjadi transaksi yang menyebabkan jumlah uang beredar menjadi US$9.000.000. Berkurangnya jumlah dolar Amerika Serikat yang beredar tersebut menyebabkan nilai rupiah turun sebesar Rp115.690.000.000,00 : US$9.000.000 - Rp12.854,44 per dolar Amerika Serikat.

Menurunnya nilai kurs rupiah tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap mata uang dolar. Kelebihan sistem ini sebagai berikut.

a. Bank sentral dan pemerintah tidak perlu terus menjaga dan mempertimbangkan kurs tukar dalam menerapkan kebijakan-kebijakannya.

b. Nilai tukar mata uang suatu negara sekaligus mencerminkan keadaan ekonomi negara tersebut. Pada sistem kurs mengambang bebas, nilai kurs dapat menjadi cerminan perkembangan perekonomian suatu negara. Nilai tukar yang memburuk sering disebabkan oleh hilangnya kepercayaan masyarakat dan dunia terhadap perekonomian negara tersebut. Contohnya, negara yang sedang mengalami krisis ekonomi atau krisis politik akan berpengaruh pada menurunnya nilai mata uang negara tersebut.

c. Pemerintah tidak perlu campur tangan terhadap pergerakan nilai tukar mata uang dan cadangan devisa negara tidak perlu digunakan untuk menjaga nilai tukar. Hal inilah yang membedakan dengan sistem kurs tetap. Pada sistem kurs tetap, negara harus melakukan intervensi untuk menjaga nilai kurs sesuai dengan ketetapan. Intervensi tersebut dalam bentuk penjualan atau pembelian mata uang asing. Ketika nilai kurs menurun, pemerintah harus mengeluarkan cadangan valuta asingnya.

Adapun kekurangan sistem kurs mengambang bebas sebagai berikut. 

a. Membuka Peluang untuk Spekulasi

Salah satu kekurangan sistem kurs mengambang bebas adalah terbukanya kemungkinan spekulasi mata uang yang dapat mengacaukan kurs. Apabila para pedagang valuta asing mengetahui suatu mata uang akan terdepresiasi, mereka akan menjual seluruh mata uangnya karena depresiasi tersebut benar-benar diharapkan terjadi. Apabila keadaan ini terjadi terus menerus dan penjualan terjadi secara besar-besaran, spekulasi dapat dianggap sebagai perusak stabilitas. Inflasi mendorong terjadinya kenaikan upah dan harga sehingga terjadilah depresiasi yang dapat membawa keadaan suatu negara yang tidak menentu.

b. Ancaman fluktuasi Kurs

Pada sistem kurs mengambang bebas, kurs mata uang mungkin sekali mengalami kenaikan dan penurunan nilai yang tajam. Perubahan nilai kurs dapat berlangsung dalam kurun waktu yang sangat cepat, terlebih pada era keterbukaan informasi saat ini. Peristiwa ekonomi dan politik di suatu negara dapat dengan mudah diketahui masyarakat di belahan lain dunia dalam waktu yang singkat. Respons pelaku pasar valuta asing terhadap kenaikan atau penurunan kurs mata uang sangat cepat sehingga menyebabkan adanya fluktuasi kurs.

Fluktuasi yang terjadi di pasar valuta asing akan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi di sektor riil. Fluktuasi kurs mata uang menyebabkan importir semakin sulit memastikan harga barang pada masa mendatang. Di sisi lain, eksportir juga hanya menduga duga harga yang akan mereka terima. Ketidakpastian mengakibatkan meningkatnya risiko perdagangan internasional sehingga volume perdagangan menurun yang pada akhirnya mengurangi pendapatan yang diterima suatu negara dan perdagangan nasional.

Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas mulai Agustus 1997 sampai sekarang. Pada periode ini nilai tukar rupiah pernah mengalami tekanan dengan semakin melemahnya nilai rupiah yang disebabkan oleh adanya krisis kurs yang melanda Thailand dan menyebar ke kawasan ASEAN termasuk Indonesia. Pada Agustus 1997 rupiah terus melemah, sampai pada puncaknya mencapai Rp16.000,00 per dolar Amerika Serikat pada 15 Juni 1998. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa langka dan luar biasa sepanjang sejarah nilai tukar rupiah. Pada bulan-bulan berikutnya, nilai rupiah mulai menguat dan mencapai kisaran Rp9.000,00

3. Sistem Kurs Mengambang Terkendali

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada sistem kurs mengambang bebas, kurs tukar diizinkan berfluktuasi pada basis harian tanpa adanya batasan resmi. Sedangkan, pada sistem kurs tetap, pemerintah melakukan intervensi untuk mencegah mata uang bergerak terlalu jauh. Sistem kurs yang digunakan negara-negara saat ini berada di antara sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang bebas, yaitu sistem kurs mengambang terkendali. Sistem ini diterapkan karena adanya kekurangan pada sistem nilai kurs mengambang bebas. Beberapa negara, termasuk Indonesia, memang membiarkan nilai mata uangnya mengambang dengan bebas. Namun, negara melakukan intervensi dengan cara membeli dan menjual mata uang. Hal ini dilakukan untuk mencegah fluktuasi nilai tukar yang terlalu besar bahkan mempertahankan suatu paritas, yaitu target tingkat kurs tertentu yang diumumkan oleh pemerintah

Nilai tukar pada sistem kurs mengambang terkendali pada dasarnya ditentukan oleh penawaran dan permintaan mata uang di pasar valuta asing. Nilai kurs dapat bergerak bebas, baik naik maupun turun. Namun, untuk menghindari gejolak yang terlalu tajam, pemerintah melakukan intervensi atau campur tangan sampai batas-batas yang telah ditentukan, misalnya 5% di atas atau di bawah kurs keseimbangan. Batas yang digunakan untuk menyatakan bahwa perubahan nilai tukar dianggap terlalu tajam ditentukan oleh bank sentral. Campur tangan pemerintah dalam memengaruhi nilai kurs ini dapat dilakukan secara langsung (misalnya dengan membeli maupun menjual valuta asing di pasar) maupun secara tidak langsung (misalnya melalui pengaturan tingkat bunga). Apabila pemerintah melakukan campur tangan secara langsung, maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut mengambang kotor (dirty floating). Sedangkan apabila pemerintah melakukan campur tangan secara tidak langsung, maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut sebagai mengambang bersih (clean floating).

Apakah kelebihan sistem mengambang terkendali? Sistem mengambang terkendali merupakan penyempurna an dari sistem mengambang bebas bagi negara-negara yang tidak ingin nilai tukarnya terus merosot. Dengan adanya intervensi pemerintah, nilai tukar mata uang tidak menurun terlalu tajam, meskipun sebenarnya keadaan perekonomian negara tersebut belum baik.

Apakah kekurangan sistem mengambang terkendali? Kekurangan sistem ini adalah pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang cukup untuk menjaga paritas yang ditentukan. Indonesia pernah menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali, yaitu pada tahun 1978 hingga tahun 1997. Sebelum krisis ekonomi berlangsung, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali dengan paritas. Sebelum Juli 1997, Bank Indonesia menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berada pada tingkat Rp2.500,00 per dolar Amerika Serikat. Ini tentu berbahaya karena cadangan devisa negara dalam dolar akan terus berkurang bahkan habis jika rupiah tidak kunjung membaik secara riil dengan mekanisme pasar.

4. Sistem Kurs Terikat

Dalam sistem kurs terikat (pegged exchange rate), nilai mata uang suatu negara diikatkan ke satu atau lebih mata uang asing. Nilai mata uang negara tersebut kemudian menjadi tetap dalam unit mata uang asing yang diikat, tetapi nilainya akan bergerak sejalan dengan nilai mata uang asing yang diikat terhadap mata uang asing lainnya.

Sistem ini banyak dianut oleh negara-negara di Afrika yang mengaitkan mata uangnya dengan mata uang euro dan dolar Amerika Serikat. Selain itu, negara-negara Eropa yang telah tergabung dalam Uni Eropa juga mengaitkan nilai mata uangnya dengan European Currency Unit (ECU).




Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar