Misteri Situs Waro Kali Dompu


 

Misteri Situs Waro Kali Dompu
Misteri Situs Waro Kali Dompu

Situs purbakala 'WARO KALI yang pernah diteliti oleh Balai ARKELOGI Denpasar Bali pada bulan September tahun 2001 lalu itu telah mendapat kesimpulan bahwa lokasi atau situs tersebut merupakan bekas bangunan sebuah candi tempat pemujaan pada saat sebelum masuknya ajaran islam ke Dompu. Situs Waro Kali yang teletak di lingkungan "DORO MPANA “Kelurahan Kandai I Dompu itu berupa gundukan tanah dengan luas sekitar 17 meter persegi atau tepatnya sekitar 1 kilo meter dengan lokasi situs Purbakala "DORO BATA ".

Tim arkeologi yang saat itu dipimpin oleh Wayan Suantika dengan anggota atau staf terdiri dari Anak Agung Gedhe Bagus, Ayu Ambarwati serta staf khusus penggambaran I Nyoman Putra dengan di Bantu oleh dua orang tim pembantu khusus itu menjelaskan bahwa, setelah dilakukan penelitian arkelogi Situs "WARO KALI "diperkirakan merupakan jenis bangunan Berundak (Bangunan Bata tempat pemujaan di jaman kebudayaan Hindu Kuno. Menurut Wayan, berdasarkan hasil study banding yang pernah dilakukan oleh tim arkeologi pada tahun 1989 bahwa, situs purbakala "DORO BATA "terdapat pecahan-pecahan bata yang bentuknya maupun jenisnya ada persamaan dengan pecahan-pecahan bata yang ada di situs Waro Kali.

Antara Situs "DORO BATA "dan situs "WARO KALI "diduga sangat erat kaitannya hal itu dapat dibuktikan dengan adanya beberapa benda purbakala yang pernah ditemukan oleh para warga penduduk sekitar lokasi atau tepatnya sekitar tahun 1978 hingga tahun 1989 lalu. Penemuan pertama kali kedua situs tersebut bersamaan dengan adanya penelitian oleh tim arkelogi Jakarta yang tengah meneliti penemuan situs Islam di wilayah kabupaten Bima dan Dompu sekitar tahun 1978. Pada saat penggalian situs "DORO BATA "itulah situs "WARO KALI "ditemukan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. DR. Sukmono. Masih menurut wayan Suantika, situs "WARO KALI"yang merupakan bangunan dengan struktur Bata itu ada kemiripan dengan situs purbakala yang ditemukan di daerah Sumatra Barat yakni MANOPO atau tempat pemujaan di masa kerajaan Sriwijaya.

Selain ada kemiripan dengan situs Klasik di daerah Sumatera, situs "WARO KALI"dan Situs "DORO BATA"menurut tim ahli arkeologi itu diduga ada kemiripan atau kesamaan dengan struktur bangunan candi yang ada di daerah Jawa Tengah yakni candi Borobudur. Di samping itu dari balai arkelogi dan Denpasar Bali tersebut, mengatakan bahwa pusat salah satu kerajaan di Dompu. Salah satu bukti pendukungnya yakni dengan adanya bukit "DORO PARA PIMPI "yang teletak di sekitar lokasi situs Waro Kali. "DORO PARA PIMPI "jika diartikan dalam bahasa daerah Dompu atau mbojo artinya adalah tempat atau lokasi pertemuan para pimpinan (Raja) pada zaman dulu.

Bebagai sumber sejarah yang ada di Dompu menyebutkan bahwa, pada sekitar abad ke 13, kerajaan Majapahit di pulau Jawa di bawah pimpinan Panglima perangnya yang cukup terkenal yakni Maha PATIH GAJAH MADA SANG AMURWA BUMI datang ke Dompo (Dompu) untuk menaklukan kerajaan tersebut. Seperti dalam sumpah palapanya bahwa salah satu kerajaan di seluruh Nusantara yang akan ditaklukan oleh Gajah Mada adalah kerajan Dompo (Dompu). Sejarah mencatat bahwa, dua kali Gajah Mada gagal menaklukan kerajaan Dompo yang saat itu dikenal gat tangguh dan kuat sekali. Kemudian sekitar 16 tahun kemudian atau tepatnya sekitar tahun 1347 Maja Pahit kembali meyerang kerajaan Dompo sekaligus dapat menguasai serta menakluk kan kerajaan tersebut dengan pasukannya yang cukup handal apalagi saat itu Maja Pahit mengutus salah seorang panglima perangnya yang juga merupakan orang kepercayaan Gajah Mada yakni Panglima Perang NALA. Konon cerita, sang maha patih gajah mada pada saat melakukan ekspedisi kerajaan Dompo dengan bala tentaranya masuk melalui wilayah pantai selatan didaerah Hu'u atau tepatnya sebelah selatan wilayah kerajaan DOMPO saat itu. Hal itu diperkuatdengan adanya bukti peninggalan sejarah yang bernama nama-nam desa yang mirip dengan nama-nama kerajaan besar kekuasaan Maja Pahit di Pulau Jawa seperti nama Desa "DAHA"yang saat ini merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Hu'u Kabupaten Dompu. Nama "DAHA "atau Desa ADU identik dengan nama-nama Kerajaan di Pulau Jawa atau tepatnya di wilayah Jawa Timur. Bahkan berbagai sumber kuat di Dompu menyebutkan bahwa,Desa Daha dulu merupakan tempat atau loksi markas Bala tentara Gajah Mada saat hendak menyerang Kerajaan Dompu

Berbagai sumber sejarah di Dompu juga menyebutkan bahwa Gajah Mada mempunyai hubungan erat dengan Dompo (Kerajaan DOMPO). Cerita tersebut diperkuat dengan adanya sebuah bukit yang terletak di Desa Hu'u dimana di atas bukit tersebut terdapat kuburan tua yang oleh penduduk setempat di yakini sebagai kuburan atau RADE LA LEMBO RO O FIKO artinya kuburan Si Manusia Bertelinga Besar mirip seperti telinga Gajah. Masih menurut cerita dari penduduk setempat bahwa konon Gajah Mada itu merupakan sosok manusia yang bertubuh tinggi besar serta memiliki satu ciri Khas yakni manusia dengan telinga yang cukup besar, bahkan oleh penduduk setempat (Warga Desa Hu'u) Gajah Mada yang dalam sejarah Nasional itu dikenal dengan Sang Maha Patih Gajah Mada dari kerajaan Maja Pahit tersebut diduga kuat berasal dari kerajaan DOMPO (Menurut Versi masyarakat Dompu). Di dalam sejarah sendiri Gajah Mada tigdak pernah diketahui asal usulnya bahwa seorang ahli sejarah yakni Profesor Mohamad Yamin yang banyak menulis tentang Maha Patin Gajah Mada tidak pernah menyebutkan dari mana asal usul Gajah Mada serta latar belakang kehidupan Gajah Mada sebelum menjadi Maha Patih di Kerajaan Maja Pahit tersebut.

Mengenai kebenaran cerita tersebut hingga saat ini belum diperoleh informasi yang jelas atau bukti-bukti otentik untuk mendukung kebenaran dari cerita yang sudah berkembang dari mulut ke mulut sejak jaman dahulu itu, bahkan cerita itu sudah menjadi bagian dari sebuah legenda sejarah ditengah-tengah masyarakat "Bumi Nggahi Pahu". Namun yang jelas, perlu mejadi pertanyaan serta kajian sejarah bagi kita semua terutama masyarakat Dompu mengapa kerajaan besar seperti Kerajaan Maja Pahit di Pulau Jawa itu dulu sangat kuat sekali keinginannya untuk menguasai wilayah kerajaan Dompo waktu itu,ada apa sebenarnya di Kerajaan Dompo saat itu? Misteri ini barang kali dapat terungkap dan tentunya harus pula melalui sebuah kajian kajian ilmiah sejarah lainya.

Kembali ke soal situs klasik WARO KALI, menurut salah seorang tokoh masyarakat kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu H. Umar H. Ismail kapada H.R.M. Agoes soeryanto menuturkan bahwa pada tahun 1968 salah seorang warga setempat pernah menemukan barang-barang antik di sekitar lokasi situs WARO KALI, warga tersebut bernama H. Musa (Almarhum). Benda-benda antik itu berupa satu lusin piring kuno buatan Cina, yang terbuat dari bahan keramik serta sebuah wajan besar atau Kampo (Semacam tempat untuk menyimpan barang perhiasan jaman dulu). Setelah dilakukan penelitian ternyata benda-benda antik itu dibuat sekitar abad ke-13. Menurut H.Musa H.Ismail, sayangnya benda-benda antic tersebut saat ini tidak diketahui rimbanya setelah pada saat itu barang-barang yang bernilai sejarah tinggi tersebut diamankan oleh pihak pemerintah waktu itu.

H.Musa yang menemukan benda-benda antik itu sebelumnya pernah bermimpi didatangi oleh suara gaib dan disuruh untuk menggali UWI SARA' (semacam ubi jalar) yang ada di dekat lokasi atau komplek makam situs waru kali. Keesokan harinya sesuai dengan pentunjuk mimpi maka H. Musa langsung menggali UWI SARA yang terletak di dekat kuburan orang tuanya. Setelah digali ternyata ditemukan benda-benda antik bernilai sejarah tinggi itu.

Di dekat komplek situs purbakala waro kali terdapat lokasi pemakamam umum dimana salah satunya terdapat satu makam tua yang oleh penduduk setempat dikenal dengan nama kuburan waro kali atau “RADE WARO KALI". Menurut penduduk setempat kuburan yang usianya sudah ratusan tahun itu merupakan makam seorang ulama penyebar agama Islam di Dompu, ulama tersebut konon cerita berasal dari Sumatera bernama Syekh Hasanuddin. Syekh Hasanuddin yang berasal dari Sumatera tersebut akhirnya menetap di Dompu (Kandai 1) dan menikah dengan warga setempat hingga akhirnya wafat dan dimakamkan di pemakaman Waro Kali tersebut. Kuburan tua yang letaknya dipinggir lokasi makam-makam umum lainya itu atau tepatnya berdampingan dengan lokasi situs Waro Kali tersebut menurut beberapa tokoh masyarakat setempat,sekitar tahun 1980 -an kuburan tesebut banyak dikunjungi atau diziarahi oleh masyarakat baik warga Dompu maupun masyarakat dari luar Dompu seperti Bima dan Sumbawa.

Bahkan para peziarah itu datang ke makam waro kali untuk mengambil segenggam tanah yang ada di atas kuburan tesebut untuk dijadikan obat."Warga percaya bahwa tanah yang diambil dari makam tua itu dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang ada, "Ujar beberapa warga setempat. Kuburan tua yang panjangnya sekitar dua meter setengah itu terdapat dua buah batu besar berwarna hitam legam sebagai Nisan atau tanda dimana letak atau tempat kuburan itu berada diatas gundukan tanah atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuburan-kuburan umum lainya yang berada di lokasi makam waru kali tersebut. Hingga saat ini belum ada keterangan yang jelas dari pihak arkeologi apakah kuburan tua tersebut ada kaitan nya dengan situs klasik Waro Kali yang lokasinya berdekatan dengan Makam dan komplek situs.(*).

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar