Pembuktian Ilmiah Kecerdasan Spiritual Zohar dan Marshall


 

Pembuktian Ilmiah Kecerdasan Spiritual Zohar dan Marshall

Secara literal, kecerdasan spiritual adalah spiritual quotient atau SQ. Jika IQ bersandarkan nalar dan rasio-intelektual, EQ bersandarkan pada emosional, maka SQ berpusat pada ruang spiritual (spiritual space) Theodore Rotzack, ahli teknologi spiritualis yang memberi pengantar pada buku "Small is Beautiful" karya ahli ekonomi pembangunan dunia, E.F. Schumacher menarik kesimpulan, bahwa dalam diri setiap manusia ada ruang spiritual, yang jika tidak diisi dengan hal-hal yang lebih tinggi, maka ruang itu secara otomatis akan terisi oleh hal-hal yang lebih rendah, yang ada dalam diri manusia". Kecerdasan spiritual hendak membawa ruang spiritual dalam diri manusia untuk menjadi cerdas.

Pembuktian Ilmiah Kecerdasan Spiritual

empat pembuktian ilmiah tentang SQ yang dipaparkan Zohar dan Marshall di antaranya adalah: 

(1) Riset ahli neuropsikologi Michael Persinger pada awal tahun 1990-an dan lebih mutakhir lagi tahun 1997 oleh VS Ramachandran dan timnya dari University of California, yang menemukan eksistensi atau keberadaan "Titik Tuhan" atau "God Spot" dalam otak manusia. Hanya saja secara singkat adanya God Spot dalam riset Ramachandran dan timnya ini tidak untuk membuktikan keberadaan Tuhan, tetapi untuk menunjukkan bahwa otak manusia telah berkembang ke arah pencarian agenda-agenda fundamental dan mendasar dalam hidup ini, seperti rasa memiliki dan menggunakan kepekaan, makna, dan nilai-nilai kehidupan. Nada-nadanya, arah pencarian ini bermuara pada spiritualitas gaya Naisbitt dan Aburdene, yang tidak mengarah ke orientasi Tuhan dalam agama formal.

(2) Bukti lainnya adalah hasil riset ahli saraf Austria Wolf Singer pada tahun 1990-an yang menunjukkan adanya proses saraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan saraf yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. 

(3) sebagai pengembangan dari penelitian Austria Wolf Singer, penelitian Rodolfo Linas pada pertengahan tahun 1990-an tentang kesadaran saat terjaga dan saat tidur serta ikatan-ikatan peristiwa-peristiwa kognitif dalam otak telah dapat ditingkatkan dengan teknologi MEG (Magneto Encephalographic) baru yang memungkinkan diadakannya penelitian menyeluruh atas bidang-bidang elektis otak yang berisolasi dan bidang-bidang magnetik yang dikaitkan dengannya.

(4) Neurolog dan Antropolog biologi Harvard, Terance Deacon baru ini menerbitkan penelitian baru tentang asal-usul bahasa manusia (The Symbolic Species 1997) Deacon membuktikan bahwasannya bahasa adalah sebuah yang unik pada manusia, suatu aktifitas yang pada dasarnya bersifat simbolik dan berpusat pada makna yang berkembang bersama dengan cuping-cuping depan otak komputer atau bahkan monyet yang lebih unggulpun (dengan sedikit pengecualian yang terbatas) tidak ada yang dapat menggunakan bahasa karena mereka tidak memiliki fasilitas cuping depan otak untuk menghadapi persoalan makna. 

Dukungan ilmu pengetahuan kepada SQ semakin hari semakin luas. Psikologi, Sains, Teknologi, Manajemen dan Kedokteran kini tampaknya mengarah kepada fenomena SQ. Sekedar contoh buku-buku populer dalam masyarakat mengarah kepada pusat spiritualitas, yakni The Habits of Highly Effective People, Tao of Physic Tao of Leadership, Mozard dan reformasi sufistik.

Dukungan kepada SQ lebih dari sekedar bukti-bukti ilmiah. Bila kita kunjungi para tokoh-tokoh agama di Mesir, India, Tibet, Iran atau Indonesia kita akan menemukan kejelasan ini, lebih-lebih bila kita berminat mengkaji sejarah dunia.

Salah satu kajian yang paling menarik adalah buku 100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah Karya Michael H Hart, hasil karya Hart itu memberikan hasil untuk 6 tokoh teratas adalah Nabi Muhammad, Issac Neutron, Nabi Isa, Budha, Konghucu dan St Paul, lima dari tokoh tersebut adalah tokoh agama, para pemimpin spiritual jelaslah bahwa manusia yang menentukan sejarah adalah manusia yang memiliki kualitas spiritual atau SQ tinggi

Kecerdasan spiritual memang mengarahkan hidup kita untuk selalu berhubungan dengan kebermaknaan hidup, agar hidup kita menjadi lebih berkualitas dan menoleh kepada esensi spiritualitas (keberagamaan) yang melampaui tradisi agama agama besar. Sudut pandang kecerdasan spiritual memberi tahu kita bahwa "ruang spiritual" pun memiliki arti kecerdasan. Maka, di antara kita bisa saja tidak cerdas secara spiritual, dengan menunjukkan ekspresi keberagamaan yang monolitik, eksklusif, dan intoleran, yang sering berakibat pada korban konflik antar nama agama dan Tuhan. 


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar