Telaah Reflektif Pengembangan Profesional Guru
Telaah reflektif pengembangan profesional guru ini memang mengarah kepada semacam dialog antara penulis dengan para guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas. Tetapi secara tidak langsung juga dimaksudkan untuk melibatkan para peneliti yang bukan guru Artinya, secara tersirat mengandung makna mendorong para peneliti bukan guru untuk secara kolaboratifikut membahasakan yang sulit menjadi mudah, tanpa mengurangi makna substansinya.
1. Refleksi adalah Kegiatan Berkelanjutan, Bukan Kegiatan Akhir
Dalam langkah-langkah tindakan, memang refleksi merupakan langkah keempar yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian tindakan. Namun demikian, seangannya tidak berarti bahwa pekerjaan analisis dan refleksi itu dikerjakan setelah seluruh kegiatan yang dilakukan pada langkah pertama, kedua dan ketiga selesai. Dalam penelitian tindakan kelas kegiatan merancangkan, melaksanakan, mengumpulkan data, memb analisis, membuat refleksi, dan membuat kesimpulan dilakukan secara berkelanjutan
Artinya, setiap kali guru selesai mengajar seharusnya merenung kembali apa yang sudah dikerjakan dalam proses pembelajaran. Apakah sudah menjadi lebih baikkah sehingga perlu dilanjutkan, ataukah masih perlu diadakan perbaikan di beberapa aspek Perenungan ini dapat menyangkut banyak aspek, misalnya materi pembelajaran, metode pembelajaran, sikap dan perilaku siswa dalam proses pembelajaran, penanganan siswa yang lamban dalam belajar, atau alat peraga yang masih kurang, dan sejenisnya. Namun, jika guru sedang melaksanakan penelitian tindakan kelas, refleksi atau perenungan itta hendaknya difokuskan pada permasalahan yang memang dirancang untuk diperbaiki Adapun keinginan untuk melakukan perbaikan pada aspek-aspek lainnya, sebaiknya dicatat saja dulu untuk dilakukan perbaikan pada kesempatan lain, atau dilakukan perbaikan sesuai kebutuhan sesaat dulu.
Untuk dapat melakukan refleksi dengan baik, guru harus memfokuskan pada permasalahan yang telah dirancang? Guru jangan ragu-ragu, setiap kali datang mengajar seharusnya ada kemanan untuk mengadakan perbaikan. Jangan juga terlalu lamban, sudah terlalu lama berjalan baru berupaya memperbaiki. Oleh karena itu, setelah beberapa kali guru mengajarkan sesuatu satuan pelajaran atau kompetensi dasar (KD) atau sub kompetensi dasar, lakukanlah analisis refleksi, dan buatlah kesimpulan Berdasarkan hasil renungan setiap kali mengajar, hasil analisis hasil refleksi, dan pembuatan kesimpulan tersebut, rancangkanlah perbaikan selanjutnya. Lakukan kegiatan semacam itu terus menerus selama satu semester. Telaah reflektif untuk mengupayakan perbaikan memang harus dilakukan. Namun, upaya perbaikan yang dirancangkan sebaiknya dibatasi pada permasalahan penelitian yang memang telah dirancangkan Dalam pada itu, perbaikan dilakukan dua, tiga, sampai empat kali saja dalam satu semester Itulah makna kegiatan berkelanjutan dalam penelitian tindakan kelas
Berikut ini dipaparkan suatu contoh: guru sebagai peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan fokus telaah kali ini adalah interaksi guru dengan seswa Dalam interaksi antara guru dengan siswa selama ini masih dirasakan adanya dominasi dari guru Setelah dicermati, rancangan mengajar berikutnya untuk meningkatkan partisipasi siswa dengan menambah alat peraga dan dialog. Dari telaah balik setelah selesai pelaksanaan, ternyata partisipasi aktif dari siswa yang lemah masih belum juga tampak Guru merancang lagi untuk pelajaran berikutnya dengan menggunakan motivasi dan pujian pada siswa yang masih lemah, dan ternyata berhasil. Namun, pada siswa yang lain muncul masalah, siswa yang cerdas menjadi bosan karena guru banyak meladeni siswa yang lemah sehingga pelajaran menjadi terasa lambat sekali. Guru kemudian melakukaan telaah lebih mendalam lagi di rumahnya. Berdasarkan telaah guru di rumah, dirancang lagi cara-cara melibatkan yang cerdas untuk membantu yang lemah, lewat kerja kelompok. Ternyata dalam pelaksanaan pelajaran berikutnya, tiga anak yang cerdas antusias membantu yang lemah, tetapi dua yang lain ogah-ogahan, Variasi masalahnya yang muncul menjadi semakin rumit. Siswa cerdas yang antusias tadi, satunya sabar tapi satunya lagi otoriter, dan yang ketiga justru mengerjakan sendiri tanpa membawa serta kelompoknya. Dua siswa yang ogah-ogahan tadi, satunya kacau balau dan satunya lagi dikerjakan sendiri oleh kelompok tanpa bantuan anak cerdas kedua kelompoknya. Pada kesempatan lain, guru menyisipkan tentang pentingnya solidaritas antarwarga masyarakat untuk saling membantu. Siswa yang pandai diumpamakan sebagai mata air yang diambil terus aimya tidak habis, melainkan mata air tersebut menjadi semakin besar dan semakin jernih. Siswa yang pandai membantu yang lemah yang akan menjadi lebih cermat memahami pelajarannya sehingga dia akan menjadi pandai. Ketika kerja kelompok diadakan lagi, lima anak cerdas tersebut telah berubah sehingga kerja kelompok menjadi hidup dan berubah menjadi kompetisi antarkelompok Dan siklus pertama tersebut, guru dapat menyimpulkan bahwa pelajaran perlu dilengkapi alat peraga, yang lemah perlu bantuan motivasi, dan yang cerdas diperankan untuk memacu prestasi ke seluruh kelas.
Untuk siklus kedua, guru mulai berupaya memperhatikan tiga faktor, yaitu: alat peraga, motivasi anak yang lemah, dan memerankan yang cerdas. Dan teori yang pernah dipelajari, guru mengenal beragam alat peraga, seperti gambar, alat peraga sebenarnya dibawa ke kelas, dan anak dibawa ke alam nyata. Ada dua kendala yang dihadapi guru, yaitu tidak ada uang untuk membuat alat peraga dan bahan pelajaran yang harus diselesaikan cukup banyak. Siswa mau dibawa ke luar kelas tidak mungkin. Kendala lain muncul adalah bahan yang harus diajarkan masih cukup banyak, sedangkan kerja kelompok akan menghabiskan banyak waktu.
Menghadapi kenyataan seperti ini, guru mulai merefleksi antara lain:
1. bagaimana caranya ada alat peraga, tapi tanpa mengeluarkan biaya;
2. bagaimana membuat proses belajar tidak menyita banyak waktu agar bahan pelajaran dapat diselesaikan;
3. bagaimana memerankan siswa yang cerdas tanpa kerja kelompok atau kerja kelompoknya diminimalkan atau dijadikan ekstrakurikuler. Maksud ekstrakurikuler di sini adalah guru tidak meletakkan bahan pelajaran pada ekstrakurikuler, tetapi solidaritas dibina lewat kegiatan ekstrakurikuler
Refleksi semacam itu dilakukan berkelanjutan kemudian dilakukan tindakan tindakan berkelanjutan dalam proses pembelajaran. Refleksi merupakan kegiatan berpikir guru untuk mencermati fakta empiris, selanjutnya dicema dengan pemikiran abstrak diperkaya lagi dengan fakta empiris haru, dicema lagi, diadakan telaah balik, diperkaya lagi dengan fakta empiris baru, dilanjutkan lagi dengan pemikiran abstrak, dan akhimya menghasilkan pemikiran yang cemerlang dan bermutu untuk perbaikan dan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Itulah telaah reflektif
Kegiatan berpikir reflektif itu dapat berlangsung lebih cepat daripada berpikir induktif atau deduktif. Pada berpikir induktif, seseorang berupaya menghimpun fakta empiris sebanyak-banyaknya dan dilanjutkan dengan membuat abstraksi, sedangkan berpikir deduktif adalah berupaya menjabarkan pemikiran abstrak kepada terapan terapan empiris. Proses berpikir dari empiris ke abstrak dan dari abstrak ke empiris yang dilakukan dengan cepat tanpa menunggu lengkapnya fakta empiris pendukung dan tanpa menunggu upaya penjabaran yang lengkap itulah kerja berpikir reflektif atau telaah reflektif
Pertanyaannya adalah apakah guru mampu melakukan proses berpikir refleksi atau merefleksi? Jawabnya: tentu saja bisa. Syaratnya, guru itu memiliki perhatian mendalam terhadap permasalahan yang dihadapi, mau berpikir jernih tidak kacau balau, mau menjadi lebih bijak dan tidak mengulang-ulang kesalahan yang sama, serta mau berlatih untuk berpikir cerdas.
2, Pengembangan Kemampuan Guru Profesional
Salah satu karakteristik guru profesional adalah selalu ada keinginan secara berkelanjutan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan guna meningkatkan hasil belajar siswanya. Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan profesional, seorang guru harus berusaha agar mampu melihat masalah dalam upaya memperbaiki proses pembelajarannya. Guru yang tidak professional biasanya memiliki pemikiran dan sikap cepat puas atau acuh tak acuh terhadap hasil belajar siswanya. Sikap guna semacam ini sulit diharapkan mampu berkembang menjadi guru profesional. Namun demikian bagi guru yang sebenamya pembekalan profesionalitasnya kurang, tetapi masih memiliki kepedulian terhadap upaya perbaikan proses pembelajaran dan hasil belajar siswanya, masih memungkinkan dapat membuat praktik pembelajarannya baik. Lebih lanjut, guru yang demikian itu masih memungkinkan untuk merancang proses pembelajaranya dalam desain penelitian tindakan kelas
Penting untuk ditegaskan di sini adalah bahwa upaya memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar siswa jangan hanya dilihat pada prosesnya saja, tetapi harus diupayakan sampai pada perbaikan pribadi siswa menjadi aktif, rajin. ulet dalam belajar, dan sejenisnya Upaya perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas tidak mesti diberangkatkan dari interaksi guru-siswa, tetapi dapat juga dimulai dari aspek-aspek pembelajaran lainnya. Misalnya perlu-tidaknya alat peraga model-model pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran, yang semuanya itu memerlukan perbaikan atau modifikasi Untuk mengembangkan profesionalitas guru, sejak awal menjadi guru hendaknya selalu mengembangkan sikap belum puas terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan sehingga muncul upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut guna meningkatkan hasil belajar siswa
3. Penelitian Tindakan Kelas Bukan Eksperimen, Tetapi Evaluasi Diri Secara Terancang dan Berkelanjutan.
Untuk meningkatkan profesionalitas guru, maka guru dituntut melakukan evaluasi diri secara terancang dan berkelanjutan. Ini penting agar upaya memperbaiki proses pembelajaran dan hasil belajar siswanya dilakukan secara berkelanjutan pula. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas lebih merupakan upaya mencermati usaha yang dilakukan guru dalam membelajarkan siswanya, dan pencermatan itu dilakukan sendin oleh guru yang bersangkutan. Karena telaah atau pencermatan itu tidak sebatas pada din guru sendiri, tetapi menyangkut seluruh konteks pembelajaran, termasuk di dalamnya adalah siswa dan lingkungannya, maka kegiatan ini disebut dengan analisis dan refleksi
Karena upaya guru memperbaiki pembelajaran itu berangkat dari praktik sehari hari, maka agar kemampuan guru melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang dilaksanakan semakin meningkat, perlu memperoleh partisipasi dari peneliti perguruan tinggi kependidikan untuk memberi masukan- masakan. Masukan-masukan itu terutama dari aspek teoretis berdasarkan hasil telaah pustaka dan pencermatan hasil-hasil penelitian terdahulu. Ini relevan dengan salah satu bentuk penelitian tindakan kelas yakni penelitian kolaboratif atau dapat pula disebut penelitian kolaboratif-partisipatoris Wujud dari kolaboratif di sini adalah kerja sama antara guna yang memiliki bekal pengalaman empiris dengan peneliti dari perguruan tinggi kependidikan yang diharapkan dapat membeni uraian ide berdasarkan teon toon dan tentang laporan hasil penelitian terdahula yang dimiliki. Adapun penelitian partisipatoris dimaksudkan bahwa dalam kerjasama antara guru dengan peneliti dari perguruan tinggi itu dilakukan secara intensif melalui diskusa, telaah balik berkelanjutan antara kedua belah pihak untuk menghayati praktiknya, dan sekaligus merefleksibalikkan praktik tersebut dengan teori dan hasil penelitian terdahulu secara bersama-sama
Kerja sama secara kolaboratif di sini harus dipahami bahwa antara guru dengan peneliti dan perguruan tinggi saling membantu memperkaya wawasan empiris. Agar kolaborasi tersebut berkembang sehat dan berkelanjutan, perlu dikembangkan iklim saling menghargai dan tekad untuk sama-sama berupaya memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Makna saling menghargai ini adalah adanya saling berupaya menjadi pendengar yang baik, saling memahami jalan pikiran koleganya, dan saling memberikan masukan demi perbaikan penelitian tindakan kelas yang sedang dilakukan.
Bekal pemahaman teoretis dari peneliti perguruan tinggi dapat membantu memahami dan menemukan permasalahan yang layak untuk diteliti melalui penelitian tindakan kelas dan menyusun rencana dan desain penelitian. Ini penting karena desain penelitian tindakan kelas berbeda dengan dengan penelitian pada umumnya. Dalam desain penelitian pada umumnya diberangkatkan dari masalah dan diakhir dengan pembuatan kesimpulan dan saran-saran. Adapun tindak lanjut dari hasil penelitian berada itu berada di luar desain penelitian. Sedangkan dalam desain penelitian tindakan kelas, kegiatan rencana, tindakan, observasi, dan refleksi sudah dimasukkan ke dalam desain. Kegiatan ini dirancang untuk dilakukan secara bersiklus dan dikembangkan secara spiral berkelanjutan sampai diperoleh keyakinan bahwa upaya perbaikan dilakukan telah cukup dan membuahkan hasil.
Noeng Muhadjir (1999) menegaskan bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan dan perlu dikerjakan dalam satu siklus penelitian tindakan yaitu:
a. kegiatan rutin manajerial tetap dikerjakan. Ini bisa berupa proses pembelajaran di kelas, di sekolah, proses produksi dipabrik, telaah sesuatu, atau upaya mencoba melakukan suatu perbaikan
b. pengambilan keputusan untuk melakukan perbaikan berdasarkan kegiatan kegiatan rutin manajerial tersebut di atas,
c. kegiatan rutin dan keputusan melakukan perbaikan itu perlu terancang dalam desain penelitian
Ketiga kegiatan tersebut dilakukan secara bersiklus secara spiral dan dikembangkan secara berkelanjutan. Maksud dikembangkan secara spiral adalah bahwa siklus itu bukan semata-mata mengulang kegiatan rutin manajerial yang lama, melainkan harus ada upaya mengadakan perbaikan dan telah diuji lewat penelitian tindakan. Dengan demikian, berarti bahwa kegiatan rutin manajerial berikutnya sudah menggunakan cara yang lebih baik dan lebih meningkat. Dalam penelitian tindakan, termasuk penelitian tindakan kelas, pelaksana rutin manajerial adalah sekaligus pembuat keputusan kebijakan dan sekaligus peneliti. Dengan demikian, guru dalam penelitian tindakan kelas adalah guru yang sekaligus menyelenggarakan upaya pembelajaran di kelasnya, pembuat keputusan kebijakan tentang cara mengajar, memilih alat peraga, memilih materi pelajaran, dan juga menjadi peneliti.
Disadari bahwa telaah teoretis dan telaah hasil-hasil penelitian berkenaan dengan pembelajaran lebih banyak dimiliki oleh para dosen dan perguruan tinggi kependidikan, maka ada baiknya kegiatan penelitian tindakan kelas menggunakan bentuk penelitian kolaboratif-partisipatoris. Dengan bentuk penelitian tindakan kelas seperti ini, guru selain sebagai pengelola rutin kegiatan pembelajaran juga bersama-sama dosen menyusun desain penelitian tindakan kelas Tetapi karena pelaksanaan pembelajaran, modifikasi pembelajaran, dan juga pengendalian pembelajaran dilakukan oleh guru, maka secara berkelanjutan harus senantiasa ada kerjasama kolaboratif antara guru dengan dosen perguruan tinggi dalam upaya menyempurnakan desain penelitiannya. Ini harus dilakukan secara berkelanjutan karena tidak mungkin seluruh siklus spiral tersebut dirancangkan pada awal penelitian. Siklus kedua perlu menunggu hasil siklus pertama, siklus ketiga perlu menunggu hasil siklus kedua; demikian pula siklus keempat misalnya, perlu menunggu hasil siklus ketiga. Namun demikian, secara perlahan tapi pasti, guru harus mampu merancang desain dan melakukan penelitian tindakan kelas secara mandiri karena sesungguhnya yang menghayati praktik pembelajaran di kelas adalah guru itu sendiri.
Mengapa siklus kedua, ketiga, dan keempat dalam penelitian tindakan kelas tidak dapat dirancangkan sejak awal? Sebab, kalau dapat dirancang sejak awal, berarti bukan lagi bernama penelitian tindakan kelas. Karena berdasarkan hasil-hasil tindakan pada siklus sebelumnya itulah siklus berikutnya dapat dirancang.
Perlu ditegaskan di sini adalah bahwa jangan sampai terjadi merancang siklus, tetapi sesungguhnya yang dirancangkan bukan siklus melainkan tahap-tahap kegiatan penelitian. Jadi harus dibedakan antara siklus penelitian dengan tahap-tahap penelitian. Bila yang dircancangkan adalah kegiatan seperti identifikasi masalah, penyusunan rancangan treatment atau perlakuan, pelatihan, pelaksanaan treatmen, dan evaluasi. maka itu bukan siklus tindakan melainkan tahap-tahap kegiatan penelitian. Kalau ini yang dirancangkan, memang bisa saja dapat dirancangkan sejak awal, tetapi itu bukan penelitian tindakan kelas. Kegiatan seperti ini biasanya dilakukan pada eksperimental, penelitian kebijakan, penelitian evaluatif, dan ada pula yang penelitian evaluasi program, atau bentuk-bentuk penelitian lainnya. Tahap-tahap tersebut dapat saja menjadi penelitian tindakan kelas, apabila kelima tahapan tersebut diselesaikan dalam satu siklus, dan pada siklus kedua kelima tahapan tersebut muncul kembali setelah dengan modifikasi atau perbaikan.
src. Mohammad Asrori, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, 2016, wacana prima h. 126
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar