Identifikasi dan Assesment Hambatan Intelektual dan Lambat Belajar


Identifikasi dan Assesment Hambatan Intelektual dan Lambat Belajar

ada pemaparan  awal sudah kita dapat pahami  mengenai  konsep  dasar  hambatan  intelektual dan lamban  belajar. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengenali bahwa seseorang termasuk didalam kondisi Hambatan Intelektual ataupun Lamban Belajar? pada bagian ini kita akan membahasnya.

Upaya pertama dalam melayani peserta didik dengan kebutuhan khusus adala h dengan  mengenali apakah  peserta  didik membutuhkan layanan pendidikan secara khusus? Salah satu hal yang muncul pada anak dengan kondisi kebutuhan khusus adalah tantangan belajar dalam aspek kognitif. Salah satu kemungkinan  ketika  peserta  didik  mengalami  tantangan  belajar  pada segi kognitif adalah dengan kondisi Hambatan Intelektual / Disabilitas Intelektual dan Lamban Belajar.

Hal yang dapat kita lihat dari sosok peserta didik yang mengalami hambatan intelektual dan lamban  belajar adalah keterlambatan dalam perkembangan. Untuk melihat hal ini kita dapat melihat melalui observasi, wawancara dan tes. Keterlambatan perkembangan pada peserta didik den gan kondisi hambatan intelektual akan terlihat lebih kontras dari pada peserta didik lamban belajar jik a diperbandingkan dengan sebayanya. Pada peserta didik lamban belajar dapat dilihat dalam segi akademik dan perliaku.

Perilaku merupakan ekspresi seseorang yang merupakan tanggapan seseorang terhadap  stimulasi yang diberikan oleh lingkungan atau dari dirinya sendiri. Perilaku muncul melalu mekanisme control atau melalui proses berfikir (Skinner,

1957). Jika dihubungkan dengan kondisi hambatan intelektual atau disabilitas intelektual maka sebagai ciri utama dari kondisi tersebut adalah keterlambatan perkembangan, dengan demikian perilaku yang dimunculkan juga akan berbeda dengan rata-rata orang seusianya. Seperti ketika seorang anak dengan usia 10 tahun harus merengek seperti anak usia 5 tahun ketika minta dibelikan permen . Hal ini menunjukan perilaku yang berbeda dengan kebanyakan anak usia 10 tahun ketika meminta sesuatu.

Selanjutnya perilaku bersifat menetap. Ketika anak tersebut melakukan perila k u yang sama ketika meminta sesuatu maka boleh jadi hal ini akan terjadi terus menerus. Melihat hal ini maka perilaku sebagai sebuah hasil berfikir maka kita dapat mulai menduga mengapa perilaku ini muncul. Dengan demikian kita dapat melihat  bahwa  terdapat  hubunga n  antara perilaku  dengan  proses berfikir. Artinya bahwa anak dengan hambatan intelektual atau disabilitas intelektual akan menunjukan perilaku yang berbeda dengan sebayanya dan lebih kearah pada perilaku yang tidak adaptif (BĂ©langer, et al., 2012). Walaupun hal ini dapat terjadi pada kondisi selain hambatan intelektual akan tetapi hal ini dapat menjadi informasi dugaan apakah anak ini mengalami kondisi hambatan intelektual.

Perilaku fungsional juga menjadi indicator apakah seseorang mengalami kondisi hambatan   intelektual   (American   Psychiatric   Association,   2013) .  Perilaku fungsional merujuk pada apakah seseorang dapat melakukan kegiat an sehari - hari seperti menolong diri.

Selanjutnya kita dapat mewawancarai anak yang kita duga (gunakan kata-kata yang biasa digunakan oleh anak sesuai dengan usianya dan sederhanakan pertanyaan  jika  pertanyaan  tidak  dapat  dijawab  oleh  anak).  Kata  yang digunakan oleh anak merupakan prodk hasil berfikir (Skinner, 1957). Walaupun hal  ini  juga   terjadi  pada   kondisi  disabilitas  lainny a,  namun  kita  dapat menggunakannya sebagai factor penduga adanya keterlambatan. Dalam beberapa kasus, anak-anak dengan kondisi hambatan intelektual akan menjawab pertanyaan yang sifatnya pertanyaan yang paling sederhana. Terkadang anak menunjukan jawaban yang “tidak nyambung” dengan pertanyaan. 

Proses identifikasi selanjutnya adalah dengan menggunakan tes. metode atau cara ini digunakan melalui tes yang bersifat formal dan/atau non formal. Tes formal  guna  mengetahui  apakah  seseorang  mengalami  kondisi  hamba tan intelektual adalah dengan menggunakan score IQ. Selanjutnya tes non formal dapat dikembangkan dengan mengadaptasi dari tahapan perkembangan manusia. Hal ini disebabkan ciri utama dari hambatan intelektual adalah keterlambatan perkembangan dari sebayanya.


Semakin  banyak  informasi yang terkumpul menganai diri anak maka akan sebakin dekat pula kesimpulan kita tetang anak. Apakah ia termasuk anak yg membutuhkan kebutuhan belajar yang berbeda dengan sebayanya? Dan apakah anak tergolong anak dengan kondisi hambatan intelektual ? berdasarkan  informasi  ini  maka  kita  dapat menduga  latar hambatan  yang dialami siswa yang kemudian akan mempengaruhi intervensi yang diberikan.

selanjutnya ketika kita dapat menyimpulkan bahwa yang bersangkutan adalah anak dengan hambatan intelektual maka pertanyaannya adalah jikalau anak termasuk hambatan intelektual lalu apakah cukup hanya sampai disana?

Guna merumuskan program pembelajaran atau intervens i, maka dibutuhkan gambaran apa yang belum berkembang, apa yang sudah berkembang dan apa kebutuhan yang diperlukan guna berkembang. Untuk menjawab hal ini maka dibutuhkan informan yang lebih banyak dari berbagai sumber. Sumber tersebut dapat berasal dari medis, psikolog, orang tua, pengasuh dan profesi lain yang dekat dengan anak. 

Seperti dalam kasus yang telah dipaparkan, kita dapat mewawancarai orang tua mengenai masa lalu anak, wawancara dengan pengasuh mengenai perilaku anak dan para professional yang berkaitan dengan pemeriksaan tes standard. Keseluruhan informasi tersebut kemudian dirangkai untuk dapat menemukan hambatan, kemampuan dan kebutuhan belajar anak. Keseluruhan proses ini yang kemudian dinamakan sebagai proses Assesment.





Sumber  Utama: Wuryan M. Arif Taboer, M. Pd. 2019. Modul PPG : Modul 4 Kegiatan Belajar Konsep Dasar Anak Hambatan Inteletual Dan Lambat Belajar PPG Dalam Jabatan, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar