Fotografi ( Pengertian, Dasar, Metering, Komposisi, DOF, Fotografi Makro dan Landscape)
a. Pengertian fotografi
Fotografi adalah melukis dengan cahaya. Jadi esensi dari fotografi adalah cahaya. Kamera tidak akan merekam apapun untuk menjadikan sebuah foto tanpa cahaya. Oleh karena itu, dasar dari sebuah fotografi adalah bagaimana seoptimal mungkin kita mengatur tingkat pencahayaan (exposure) yang masuk ke kamera kita, sehingga memperoleh pencahayaan yang pas, tidak kelebihan cahaya (Over Exposure) atau kekurangan cahaya (Under Exposure).
b. Dasar-dasar fotografi
Pada dasarnya, ada tiga pengaturan kamera yang mempengaruhi tingkat exposure kamera yaitu Shuter Speed, Aperture dan ISO. Ketiga pengaturan dasar tersebut sering dinamakan TRIANGLE FOTOGRAFI atau SEGITIGA FOTOGRAFI. Ketiganya harus bersinergi secara pas agar menghasilkan kualitas gambar yang terbaik atau sesuai keinginan kita. Ketiga pengaturan tersebut adalah:
1) Shutter Speed (Kecepatan Rana)
Shutter Speed adalah kecepatan terbuka sampai tertutupnya tirai (rana) atau dengan kata lain lamanya waktu penyinaran sensor pada kamera digital, dan film pada kamera konvensional. Shuter Speed dinyatakan dengan angka-angka: 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/125, 1/250, 1/500, 1/1000, dan seterusnya. Satuannya adalah detik, jadi 1/100 artinya 1/100 detik.
Pada saat kita menekan tombol Shuter, ada semacam tirai yang membuka dan menutup di depan sensor. Semakin lama tirai terbuka semakin banyak jumlah cahaya yang masuk dan sebaliknya, Semakin kecil angkanya berarti semakin cepat waktu yg digunakan, hal ini akan menciptakan efek diam (freeze), misalnya kita akan memotret objek yang bergerak, sebagai contoh mobil berjalan dengan kecepatan 50 km/jam. Agar mobil tertangkap seolah olah berhenti atau ter-efek diam, kita memerlukan setidaknya shutter speed di atas 1/125 detik, Sebaliknya bila kita akan memotret objek tersebut dengan efek bergerak, maka dibutuhkan shutter speed kurang dari 1/125 detik, sehingga terlihat obyek seperti ada bekas gerakan.
Dua hal di atas tergantung juga dari kecepatan objek tersebut bergerak, semakin cepat objek bergerak, berarti semakin tinggi shutter speed yang dibutuhkan agar memperoleh efek diam atau bergerak yang diinginkan. Perlu diperhatikan, semakin rendah shutter speed, akan mengakibatkan semakin besar juga kemungkinan terjadinya camera shaking, yang akan mengakibatkan hasil jepretan menjadi goyang dan tidak tajam. Agar aman, gunakan shutter speed di atas 30 atau 1/30 detik, kalau memang menginginkan shutter speed lebih rendah, misal 1/15 detik, 1/8 detik atau yang lebih rendah, gunakan penyangga atau tripod untuk menghindari shake (goyah) pada saat kita menekan tombol shutter.
2) Aperture (Diafragma)
Aperture adalah ukuran besar kecilnya bukaan lensa. Lensa berfungsi memasukkan dan meneruskan cahaya ke sensor atau film. Ukuran besar kecilnya diatur melalui diafragma. Pada kamera umumnya tertera 1,8 ; 2,8; 3,5 ; 4; 5,6 ; 7,1 dst. angka angka tersebut dikenal sebagai f- number atau biasa disebut aperture (bukaan): f/1.8 ; f/2,8; f/3,5 ; f/4; f/5,6 ; f/7,1 dan seterusnya. Semakin besar bukaan lensa semakin kecil f- numbernya sebaliknya semakin kecil bukaan semakin besar f-number nya jadi f/4 lebih kecil bukaannya daripada f/1,8.
Cara kerja aperture mirip pupil pada mata manusia, semakin besar bukaan berarti semakin banyak cahaya yang masuk, semakin kecil bukaan maka semakin sedikit cahaya yang masuk. Aperture sangat berhubungan dengan ruang tajam atau depth of field. Semakin besar bukaan lensa maka semakin tipis DOF nya, hal ini mengakibatkan efek blur di belakang obyek atau fokus sehingga bagus untuk Fotografi Makro. Sebaliknya semakin kecil bukaan lensa maka semakin lebar DOF nya, hal ini mengakibatkan gambar tetap tajam mulai dari obyek terdekat hingga background foto yang terjauh dari obyek. Bukaan kecil sering digunakan untuk Fotografi Landscape.
3) ISO/ASA (Tingkat Kepekaan Sensor)
ISO adalah tingkat kepekaan sensor atau film dalam merekam cahaya. Pada kamera digital dituliskan dengan angka 100, 200, 400, 800, 1600 dan seterusnya. Peranan ISO juga penting, semakin tinggi ISO yang digunakan, maka kepekaan terhadap cahaya pun makin besar, sehingga pada pencahayaan kurang pun, shutter speed maupun aperture masih dapat digunakan secara maksimal. Tapi perlu diingat, semakin tinggi ISO yang digunakan, akan semakin tinggi tingkat noise atau pun grain yang dihasilkan.
Untuk mengetahui apakah exposure sudah tepat atau belum, pada kamera digital atau konvensional tersedia fasilitas metering. Sehingga terjadinya over exposure (kelebihan pencahayaan) atau under exposure (kekurangan pencahayaan) dapat diminimalkan.
c. Metering
Fotografi tidak bisa lepas dari cahaya dan metering. Metering sendiri adalah proses mengukur seberapa terang objek foto supaya kamera bisa mendapatkan exposure yang tepat (tidak over dan tidak under). Mata manusia punya kemampuan beradaptasi pada berbagai tingkat intensitas cahaya sehingga meski berada di tempat terang atau redup, mata kita masih mampu memberikan eksposur yang normal. Selain itu, mata manusia pun punya jangkauan dinamis (dynamic range) yang luar biasa baik, kita bisa melihat benda yang punya perbedaan terang gelap yang sangat lebar. Saat memotret, kita dihadapkan pada kenyataan kalau kamera, tak peduli seberapa pun canggihnya, tidak mampu menangkap segala keindahan yang bisa dilihat oleh mata.
Bagaimana sebenarnya kerja metering kamera? Sederhananya, kamera yang bekerja secara otomatis akan melakukan langkah-langkah berikut ini:
- Mengukur cahaya
- Menebak eksposur yang tepat
- Menentukan nilai shutter dan aperture (dan ISO bila perlu).
Metering sangat erat kaitannya dengan exposure yang telah dibahas pada bagian terdahulu. Secara garis besarnya metering adalah melakukan pengukuran pada suatu objek utama (POI) agar mendapatkan exposure yang tepat. Metering adalah juga pengamatan terhadap cahaya, pengamatan terhadap highlight, shadow dan middle tone lalu memutuskan pada bagian manakah exposure akan didasarkan, ataukah akan diambil nilai rata-rata terhadap kondisi yang ada.
Metering adalah jiwa dari fotografer. Semakin paham dan piawai dalam satu masalah ini, maka akan semakin mendekatilah apa yang ada dibenak fotografer dengan foto yang dihasilkannya. Bukankah kita selalu berkeluh kesah, wah…saya maunya begini kok hasilnya begitu…semua itu adalah masalah metering, jadi perdalam masalah ini dan hasil foto yang diharapkan akan bisa didapatkan.
Metering kamera bekerja dengan mengkalkulasi objek menjadi middle grey. Kalau kamera diarahkan pada objek berwarna putih terang yang memenuhi frame kamera maka metering kamera tersebut akan menset objek tersebut menjadi middle grey, maka hasilnya akan under exposure. Kalau kamera diarahkan pada objek hitam pekat yang memenuhi frame kamera maka metering kamera akan mensetnya juga menjadi middle grey, maka hasilnya akan menjadi over exposure. Bukankah itu yang sering kita alami? Perhatikan Diagram 1 berikut untuk memperjelas pemahaman mengenai masalah ini.
d. Komposisi
1) Simpel (Simplicity)
2) Rule of Third
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3) Golden Mean/Golden Section
4) Kurva
5) Diagonal
f. Depth of Field (DOF)
g. Fotografi Makro
h. Fotografi Landscape
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar