1) Pengertian Tes
Menurut Gronlund & Linn (1990: 5) tes adalah “an Instrument or systematic procedure for measuring a sample behaviour”, hal ini dapat diartikan” sebuah alat atau prosedur sistematik untuk mengukur perilaku sampel”. Sejalan dengan itu, Cronbach (1984) menyatakan bahwa tes adalah “a systematic procedure for observing a person's behaviour and describing it with the aid of a numerical scale or a category system” atau prosedur sistematik untuk mendiskripsikan dan mengamati perilaku seseorang dan menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem kategori. Tes ini tidak mengukur secara langsung, hanya pada sifat/karakteristik yang ada pada jawaban testee terhadap item tes. Senada dengan pemikiran Gronlund dan Cronbach, menurut Anastasi (2006: 4), “a test as an "objective" and "standardized" measure of a sample of behavior” (tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian tes adalah suatu alat atau metode pengumpulan data yang sudah distandardisasikan untuk mengukur/mengevaluasi salah satu aspek ability/kemampuan atau kecakapan dengan jalan mengukur sampel dari salah satu aspek tersebut. Dengan demikian tes merupakan alat pengumpul data untuk mengetahui kemampuan individu atau kelompok individu dalam menyelesaikan sesuatu atau memperlihatkan ketrampilan tertentu, dalam memperlihatkan hasil belajar, atau dalam menggunakan kemampuan psikologis untuk memecahkan suatu persoalan.
Menurut Cronbach (1984), terdapat dua klasifikasi tes yakni Test of Maximum Performance dan Test of Typical Performance. Test of Maximum Performance adalah tes yang digunakan untuk mengukur seluruh kemampuan siswa dan seberapa baik dapat melakukannya. Dalam hal ini pertanyaan atau tugas yang diberikan harus jelas struktur dan tujuannya, serta arah jawaban yang dikehendakinya. Di sini ada jawaban betul dan salah, misalnya: tes intelegensi dan tes hasil belajar.
Selanjutnya, Test of Typical Performance, untuk menilai respon yang khas, yaitu apa yang orang paling sering lakukan atau rasakan dalam situasi tertentu berulang atau dalam kelas yang luas dari sebuah situasi. Dengan kata lain tes ini digunakan untuk mengukur seluruh kemampuan siswa dan seberapa baik dapat melakukannya. Kategori kedua ini merupakan teknik untuk memeriksa kepribadian, kebiasaan, minat, dan karakter. Typical behavior bukan menanyakan apa yang orang dapat lakukan, tetapi apa yang dia lakukan, rasakan atau apa yang dia yakini. Kategori yang kedua ini biasanya menggunakan teknik observasi maupun self-report yang tidak ada ketentuan jawaban benar dan salah, jawaban yang tepat adalah yang sesuai dengan keadaan diri pribadi peserta didik.
2) Kegunaan Tes
Tes digunakan untuk berbagai tujuan yang dapat digolongkan dalam kategori yang lebih umum (Domino, 2006: 2). Banyak penulis mengidentifikasi empat kategori yakni: klasifikasi/ classification, pemahaman diri/ self-understanding, evaluasi program/ program evaluation, dan penelitian ilmiah/ scientific inquiry.
Klasifikasi melibatkan keputusan bahwa orang tertentu termasuk dalam kategori tertentu. misalnya, berdasarkan hasil tes kita dapat menetapkan diagnosis kepada pasien, tempat siswa di kursus bahasa inggris bukan saja menengah atau lanjutan, atau menyatakan bahwa seseorang telah memenuhi kualifikasi minimal untuk praktek kedokteran. Macam-macam klasifikasi antara lain: seleksi, sertifikasi, penyaringan, penempatan dan diagnosis (Cronbach, 1984: 21).
Pemahaman diri melibatkan menggunakan informasi tes sebagai sumber informasi mungkin sudah tersedia untuk individu, tetapi tidak dalam cara yang formal misalnya mengetahui tingkat inteligensi, potensi diri dan karakteristik kepribadian yang lainnya.
Evaluasi program pendidikan maupun progam sosial. Hasil pengumpulan data dapat dijadikan evaluasi. Selain itu, penggunaan tes untuk menilai efektivitas program tertentu atau tindakan baik pendidikan atau sosial sesuai dengan kebutuhan.
Diagnosis dan perencanaan perlakuan, fungsi tes untuk mencari penyebab gangguan perilaku dan menggologkan perilaku ke dalam sistem diagnostik. Dengan memperoleh sejumlah data tentang siswa, misalnya siswa yang bermasalah, maka guru BK dapat melakukan penelaah tentang: apa masalah yang dialami peserta didik? Dalam bidang apa masalah itu ada? Apa yang melatarbelakangi masalah itu? Alternatif apa yang diperkirakan cocok untuk membantu menyelesaikan masalahnya? Kepada siapa konseli harus di rujuk? (Furqon & Sunarya,2011: 230).
Tes juga digunakan dalam penelitian ilmiah. Jika Anda melirik melalui jurnal profesional yang paling dalam ilmu-ilmu sosial dan perilaku, Anda akan menemukan bahwa sebagian besar studi menggunakan tes psikologis untuk operasional mendefinisikan variabel yang relevan dan untuk menerjemahkan hipotesis ke dalam laporan numerik yang dapat dinilai statistik. Dengan memanfaatkan hasil tes psikologi guru BK dapat mengetahui potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
3) Jenis-jenis Tes Psikologi yang Bisa Dimanfaatkan untuk Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Ada banyak jenis tes psikologi yang digunakan dalam bimbingan konseling, hanya saja tidak semua guru memiliki kewenangan dalam melancarkan tes dan mengadministrasikan jika tidak memiliki lisensi dari sertifikasi tes. Bagi guru BK penting mengetahui dan mengenal beberapa tes psikologi yang bisa dimanfaatkan untuk menghimpun data tentang konseli yang nanti bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan saat membantu konseling mengembangkan potensi yang dimiliki.
Berikut tes psikologi yang bisa dimanfaatkan oleh bimbingan dan konseling :
(a) Tes Intelegensi
Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran, atau intelektual manusia. Inteligensi merupakan merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (high cognition). Alfred Binet (1857) mendefinisikan inteligensi terdiri dari tiga komponen yaitu:
a) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan,
b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan, dan
c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri.
Secara umum inteligensi biasa disebut kecerdasan. Intelegensi bukan kemampuan tunggal dan seragam, tetapi komposit dari berbagai fungsi. Ketika pertama kali diperkenalkan, IQ merujuk pada jenis skor yakni: ratio usia mental dengan usia kronologis. Selanjutnya pengertian IQ diperluas yakni, IQ adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat teretentu, dalam hubungan dengan norma usia tertentu. Tes-tes intelegensi umum yang dirancang untuk digunakan anak-anak usia sekolah atau orang dewasa biasanya mengukur kemampuan-kemampuan verbal, untuk kadar lebih rendah, tes-tes ini juga mencakup kemampuan- kemampuan untuk berurusan dengan simbol numerik dan simbil- simbol abstrak lainnya. Ini adalah kemampuan-kemampuan yang dominan dalam proses belajar di sekolah. Kebanyakan tes intelegensi dapat di pandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau intelegensi akademik. Tes- tes intelegensi seharusnya digunakan tidak untuk memberi label pada individu- individu, tetapi untuk membantu memahami mereka.
Jenis jenis tes intelegensi akan dijelaskan sebagaimana berikut:
Tes SPM (The Standard Progressive Matrices).
Tes ini merupakan salah satu jenis tes inteligensi yang dapat diberikan baik itu secara individual atau kelompok. Tes ini dirancang oleh J.C. Raven dan diterbitkan di London pada tahun 1960. Tes SPM merupakan tes yang bersifat non verbal. Hal itu tampak pada item- item soal yang bukan berupa tulisan atau bacaan melainkan gambar- gambar.
Tes SPM terdiri atas lima seri dan tiap seri terdiri atas dua belas item soal jadi total keseluruhan ada 60 butir soal. Butir-butir soal berbentuk suatu pola yang sebagian bentuknya dihilangkan sehingga dengan demikian tugas subjek tes adalah menyempurnakan pola tersebut dengan memilih satu dari enam kemungkinan jawaban yang tersedia. Tes yang bermaksud mengukur faktor “G” (general faktor) dari inteligensi manusia ini dikenakan kepada subjek berdasarkan rentangan umur 12-60 tahun. Sedangkan untuk anak- anak (5-11 tahun) dikenai tes CPM (The Colored Progressive Matrices). Tes CPM terdiri dari 36 item/gambar dikelompokkan menjadi 3 set yaitu set A, set AB dan set B.
Raven berpendapat bahwa tes CPM dimaksudkan untuk mengunkap aspek-aspek: (a) Berpikir logis, (b) Kecakapan pengamatan ruang, (c) kemampuan untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagianbagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan kemampuan integrasi dan (d) kemampuan berpikir secara analogi. Dalam perkembangan berikutnya, khusus bagi mereka yang memiliki kapasitas intelektualnya di atas rata-rata disediakan versi lain yaitu Tes APM (The Advanced Progressive Matrices).
Tes CFIT (The Culture Fair Intelligence Test)
Tes inteligensi umum ini dikembangkan oleh Cattel. Sesuai dengan namanya tes ini dikembangkan dengan menghindari unsur-unsur bahasa, dan isi yang berkaitan dengan budaya. Tes CFIT terdiri atas tiga skala yaitu: Skala 1 yang digunakan untuk mengukur inteligensi anak yang berumur antar 4-8 tahun dan orang dewasa yang mengalami kecacatan mental. Skala2 yang digunakan untuk mengukur inteligensi orang dewasa dengan kemampuan rerata dana anak yang berumur antara 8-13 tahun dan Skala 3 yang digunakan untuk mengukur inteligensi pada orang dewasa dengan kemampuan inteligensi yang tinggi dan untuk siswa SMA atau perguruan tinggi. Masing-masing skala tes CFIT terdiri atas dua bentuk (Bentuk A dan B) yang bertujuan untuk memudahkan penyajian dan mengurangi keletihan.
(1) s WISC dan WAIS
Tes ini dikembangkan oleh David Wechsler. Ada dua model tes yang dikembangkan yaitu tes WISC dan WAIS. Tes WISC adalah tes yang digunakan untuk mengukur inteligensi umum pada anak usia 6-16 tahun. Tes WISC terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Kedua belas subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu tes verbal yang terdiri: informasi, pemahaman, hitungan, kesamaan, kosakata, rentang angka dan tes performansi yang terdiri atas: kelengkapan gambar, susunan gambar, rancangan balok,perakitan objek, sandi dan taman sesat. Tes WAIS yang dikenakan pada orang dewasa pada dasarnya sama dengan WISC yakni terdiri atas dua golongan tes yaitu tes verbal dan performansi. Hanya pada tes performansi pada tes WAIS tidak terdapat sub tes.
Dari hasil tes disusunnya, Wechsler kemudian menyusun distribusi Intelligence Qoutient (I.Q) sebagai berikut: Distribusi IQ oleh Weschler
(a) Tes Bakat
Tes Bakat mucul dikarenakan adanya ketidakpuasaan pada tes intelegensi yang hanya memunculkan skor tunggal yang disebut IQ, karena hasil IQ belum dapat memberikan gambaran kemampuan individu di masa mendatang. Bakat dalam konteks tes bakat ini didefinisikan oleh Bennet et al (1982) sebagai: Suatu kondisi atau seperangkat karakteristik sebagaimana yang tampak dalam simptom kemampuan dasar yang bersifat individual dimana dengan melalui latihan khusus akan memungkinkan individu mencapai suatu kecakapan, keterampilan, atau seperangkat respon seperti kecakapan berbicara dalam bahasa, menciptakan musik dll. Tes bakat dimaksudkan untuk mengukur potensi seseorang mencapai aktifitas tertentu atau kemampuannya belajar mencapai aktivitas tersebut.
Tes bakat banyak digunakan para guru BK dan pengguna lain karena memiliki manfaat diantaranya : a) mengidentifikasikan kemampuan potensial yang tidak didasari individu, b) mendukung pengembangan kemampuan istimewa atau potensial individu tertentu, c) menyediakan informasi untuk membantu individu membuat keputusan pendidikan dan karir atau pilihan lain diantara alternatif-alternatif yang ada, d) membantu memprediksi tingkat sukses akademis atau pekerjaan yang bisa di antisipasi individu, e) berguna mengelompokkan individu-individu dengan bakat serupa bagi tujuan perkembangan kepribadian dan pendidikan.
Dari sekian model tes bakat yang ada, salah satu yang dirancang dan digunakan dalam bimbingan dan konseling adalah tes DAT. Tes DAT (Differential Aptitude Test) ini merupakan tes bakat diferensial yang disusun oleh Bennet, Seashore dan Wesman pada tahun 1947. Tes ini berulang kali mengalai revisi dan standarisasi ulang. Subtes-subtes dam tes DAT dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran bakat, dan terutama dikembangkan dengan lebih mengutamakan kegunaannya. Dengan demikian pendeskripsian bakat-bakat dalam DAT tidak bertolak dari konsep faktor- faktor murni, melainkan lebih menitikneratkan pada kemungkinan penggunaan daya ramal hasil tes bagi perkembangan dan karier individu. Perangkat Tes DAT meliputi delapan macam sub tes, namun karena pertimbangan budaya indonesia hanya memakai tujuh macam subtes saja (Mugiharso, H & Sunawan, 2008: 54) yaitu:
a) Tes Berpikir Verbal yaitu tes yang disusun untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep- konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dal bentuk kata-kata.
b) Tes Berpikir Numerik yaitu untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka- angka. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk angka- angka.
c) tes Kemampuan Skolastik, untuk mengukur seberapa baik seseorang kemampuan menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata pelajaran dan persiapan akademik.
d) Tes Berpikir Abstrak, untuk mengukur seberapa baik seseorang mengerti ide ide dan konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka dan katakata. Juga dirancang untuk mengetahui seberapa baik atau seberapa mudah seseorang memecahkan masalah-masalah meskipun tidak berupa kata-kata atau angka-angka.
e) Tes Berpikir Mekanik, untuk mengukur seberapa mudah seseorang memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alamiah dalam kejadian sehari-hari yang berhubungan dengan kehidupan kita. Juga seberapa baik kemampuan seseorang dalam mengerti tata kerja yang berlaku dalam perkakas sederhana, mesin dan peralatan lainnya.
f) Tes Relasi Ruang, untuk mengukur seberapa baik seseorang dapat menvisualisasi, mengamati, atau membentuk gambar- gambar mental dari obyek-obyek dengan jalan melihat pada rengrengan dua dimensi. Juga seberapa baik seseorang berpikir dalam tig dimensi.
g) Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal, mengukur seberapa cepat dan teliti seseorang dapat menyelesaikan tugas tulis- menulis, pekerjaan pembukuan, atau ramu meramu yang diperlukan dalam pekerjaan di kantor, gudang, perusahaan dagang.
Dalam pengembangan tes DAT, ternyata kombinasi skor Tes Berpikir Verbal dan Kemampuan Numerikal dapat memprediksi kemampuan akademik, oleh karena itu gabungan kedua subtes ini disebut tes Bakat Skolastik. Hasil
tes bakat skolastik dapat dipakai untuk menyeleksi siswa program siswa cerdas dan berbakat (gifted). Seperti dikemukakan di atas skor tes DAT dapat memprediksikan keberhasilan akademik di sekolah menengah. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa skor-skor pada subtes bakat skolastik, numerikal, relasi ruang, mekanik dan abstrak dapat memprediksi keberhasilan pada program ilmu pengetahuan alam. Sedangkan skor untuk subtes bakat skolastik dan verbal, berpikir abstrak dan kecepatan ketelitian klerikal dapat memprediksi keberhasilan pada progam Ilmu Pengetahuan Sosial. Sementara itu, skor tes bakat skolastik, verbal dan berpikir abstrak memprediksi keberhasilan siswa pada program Bahasa dan sastra.
(b) Tes Minat
Menurut Hurlock (1993), minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Tiga bidang terapan hasil tes minat antara lain: 1) Konseling Karier 2) Konseling Pekerjaan, 3) Penjurusan Siswa. Hakikat dan kekuatan dari minat dan sikap seseorang merupakan aspek penting kepribadian. Karakteristik ini secara material mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan antar pribadi, kesenangan yang didapatkan seseorang dari aktifitas waktu luang, dan fase-fase utama lainnya dari kehidupan sehari-hari.
Studi tentang minat mendapatkan dorongan terkuat dari penafsiran pendidikan dan karir. Meskipun lebih sedikit kadarnya, pengembangan tes dalam area ini juga dirangsang oleh seleksi dan klasifikasi pekerjaan. Perkembangan populer tes minat, berkembang dari studi-studi yang mengindikasikan kalau individu di suatu pekerjaan dicirikan oleh kelompok minat umum yang membedakan mereka dari indivdidu di pekerjaan lainnya. Para peneliti juga mencatat perbedaan minat ini bergerak melampaui yang di asosiasikan dengan performa kerja dan yang individu di bidang kerja tertentu memiliki juga minat bukan pekerjaan yang berbeda yaitu aktifitas, hobi dan rekreasi. Karena itu, inventori minat bisa di rancang untuk menilai minat-minat pribadi dan mengaitkan minat-minat tersebut dengan wilayah kerja yang lain. Tes minat yang banyak dipakai dalam bimbingan dan konseling pada umumnya adalah Tes minat jabatan. Tes minat jabatan disusun atas dasar konsep teoritik yang menyatakan bahwa minat adalah kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sesuatu seperti obyek, pekerjaan, seseorang, tugas, gagasan, atau aktivitas. Inventori minat jabatan berupa butir-butir daftar pernyataan yang diberi bobot tertentu dan meminta individu untuk merespon secara jujur. Beberapa contoh tes minat adalah: Kuder Preference Record Vocational Test (Tes Kuder) dan Tes Minat Jabatan Lee- Thorpe.
Tes Kuder Preference Record Vocational Sesuai dengan namanya, tes ini berguna untuk menunjukkan preferensi pekerjaan pada diri individu. Tes yang dikembangkan oleh Kuder tersebut dalam pengadministrasiannya mengharuskan testi memilih satu dari dua pilihan pekerjaan dari butir pernyataan yang tersedia.
Jenis minat yang diungkap melalui tes Kuder meliputi:
a) Outdoor, yaitu berkenaan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar ruangan.
b) Mechanical, yaitu berkenaan dengan pekerjaan mekanis.
c) Computational, berkenaan dengan pekerjaan yang menggunakan kemampuan menghitung.
d) Science, berkenaan dengan pekerjaan ilmiah.
e) Persuasive, berkenaan dengan pekerjaan yang memerlukan kemampuan diplomasi atau persuasi.
f) Artistic, berkenaan dengan pekerjaan seni.
g) Literary, berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan bahasa dan sastra.
h) Musical, berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan musik.
i) Social service, berkenaan dengan pekerjaan yang berorientasi pada pemberian pelayanan kepada masyarakat.
j) Clerical, berkenaan dengan pekerjaan administratif.
Tes Minat Jabatan Lee-Thorpe merupakan seperangkat inventori minat terhadap jabatan ini dikembangkan oleh Lee dan Thorpe (1956). Inventori minat jabatan Lee-Thorpe dirancang untuk mengukur dan menganalisis minat jabatan individu. Demikian pula, alat ini merupakan alat pengukuran performansi jabatan dan bukan tes kemampuan atau ketrampilan jabatan. Tujuan utama tes ini adalah untuk membantu individu untuk menemukan minat jabatan dasar pada dirinya. Sehingga dengan demikian hasilnya dapat digunakan untuk membantu individu yang bersangkutan menjadi pekerja atau orang yang berminat, memiliki penyesuaian diri yang baik adan efektif.
Jenis bidang minat yang diukur oleh tes Minat Jabatan Lee- Thorpe meliputi:
a) Pribadi Sosial (personal-social), mencakup pekerjaan- pekerjaan yang menuntut hubungan pribadi dan bidang pelayanan.
b) Natural (natural), mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dan yang memberi banyak kesempatan untuk bergaul dengan hewan dan tumbuh- tumbuhan.
c) Mekanik (mechanical), meliputi bidang kegiatan yang mempersyaratkan pemahaman mekanika dan bidang permesinan.
d) Bisnis (business), meliputi berbagai kegiatan perniagaan dalam arti yang luas.
e) Seni (the art), mencakup bidang kesenian seperti: musik, sastra dan jenis kesenian lainnya.
f) Sains (the science), bidang yang berkaitan dengan pemahaman dan manipulasi lingkungan fisik dalam kehidupan kita.
Sedangkan tipe minat yang dapat diungkap melaui tes ini adalah (1) Tipe minat Verbal, yaitu tipe minat yang ditandai oleh penekanan pada penggunaan kata-kata dari suatu dunia kerja baik lisan maupun tertulis baik untuk tujuan pelayanan maupun persuasif. (b) Tipe minat Manipulatif, yaitu apabila pekerjaan itu menuntut syarat penggunaan tangan di mana individu mengalami kepuasan bekerja dengan benda atau obyek-obyek. (c) Tipe minat Komputasional, yang menggabungkan antara penggunaan kata dan benda yang berisi item-item yang berhubungan dengan simbol atau konsep angka.
Tes minat ini juga dapat digunakan untuk mengungkap tingkat minat yang terdiri atas: (a) tugas rutin atau tingkat pekerjaan rutin, (b) tugas yang mempersyaratkan keterampilan atau disebut tingkat menengah, dan (c) tugas yang, mempersyaratkan pengetahuan, keterampilan dan pertimbangan keahlian (tingkat profesional).
(c) Tes Kepribadian
Tes kepribadian sering dibatasi sebagai tes yang bermaksud mengukur dan menilai aspek-aspek kognitif, artinya aspek-aspek yang bukan abilitas dan kepribadian manusia. Aspek non kognitif, sesuai analisis faktor, banyak jumlahnya. Akan tetapi pada umumnya hanya dibatasi pada aspek pokok yaitu: motivasi, emosi, dan hubungan sosial. Ada dua macam teknik dalam tes kepribadian yaitu teknik proyektif dan teknik self reppory inventory.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, tes kepribadian jenis inventorilah yang sering dipakai, sedangkan tes proyektif tidak digunakan krena sudah memasuki kawasan psikologi klinis. Asumsi yang dipakai dalam tes kepribadian dengan teknik inventory adalah: (1) bahwa individu adalah orang yang paling tahu tentang keadaan dirinya masing-masing, (2) individu mempunyai kemampuan dan kesadaran untuk menyatakan keadaan dan penghayatannya menurut apa adanya. Salah satu contoh tes kepribadian adalah Tes EPPS (Edwards Personal Preference Schedule). Tes EPPS diciptakan oleh Edwards (1953) dengan maksud terutama untuk melihat kecenderungan kebutuhan-kebutuhan khusus (needs) individu. Tes ini disusun atas daftar kebutuhan pokok manusia yang disusun loeh Henry Murray dan kawan- kawannya.
(d) Pengkomunikasian Informasi Hasil Tes dalam Konseling
Agar pengkomunikasian hasil tes dalam konseling berlangsung efektif ada beberapa rekomendasi oleh Tenesse State testing and Guidance (dalam Amti& Gabriel, A.1983) sebagai berikut
a) Hendaknya konseli ditempatkan sedemikian rupa agar mereka berada dalam suasana yang tenang dan tentram.
b) Guru BK hendaknya berupaya merasakan apa yang sesungguhnya diharapkan oleh konseli melalui konseling itu dan apa yang diharapkannya melalui pengetesan tersebut.
c) Perlunya menghubung-hubungkan hasil tes dengan segala sesuatu yang dikemukakan oleh konseli.
d) Pentingnya memulai pembicaraan dengan hal-hal yang menarik perhatian konseli, misal skor yang tinggi.
e) Guru BK hendaknya membantu konseli mengenali hubungan antara hasil tes dengan pendidikan yang telah dilalui dan pengalaman dalam mata pelajaran, hobi, kegiatan waktu senggang, perhatian keluarga dan sebagainya.
f) Guru BK hendaknya memberi waktu dan kesempatan bagi konseli untuk mengemukakan sikap-sikapnya tentang hasil tes yang diperolehnya.
g) Guru BK perlu memberikan informasi secara perlahan-lahan, tidak semuanya sekaligus.
h) Guru BK perlu memberikan kesempatan bagi konseli untuk menyatakan apa makna hasil tes bagi dirinya dan mengajukan pertanyaan berkenaan dengan tes.
i) Guru BK memperhatikan hubungan hasil tes dengan keberhasilan dan kegagalan dalam belajar.
j) Guru BK hendaknya membantu konseli untuk menghadapi kenyataan berkenaan dengan kekuatan dan kelemahannnya serta membantu konseli agarmemahami bahwa melakukan perbuatan yang melawan kenyataan akan merugikan.
k) Guru BK hendaknya mendiskusikan tentang kedudukan konseli di dalam kelompok.
l) Guru BK perlu membantu konseli menafsirkan angka-angka (sekor) yang diperolehnya melalui tes, misalnya bila berhubungan dengan intelegensi, skor tinggi dapat ditafsirkan dengan: “dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik” atau “sangat memerlukan tugas-tugas tambahan”, sekor rata- rata atau sedang dapat ditafsirkan dengan: “dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan tetapi dalam beberapa hal memerlukan kerja keras”. Sedang sekor yang rendah dapat ditafsirkan: “mengalami kesukaran dalam melaksanakan pekerjaan yang bersikap
a) Guru BK perlu menjelaskan keterbatasan tes yang diambil oleh konseli.
b) Guru BK perlu memberikan penjelasan yang masuk akal tentang faktor- faktor yang kemungkinan mempengaruhi hasil tes.
c) Guru BK hendaknya membantu konseli untuk memahami bahwa hasil tes hanyalah sebagian dari pengungkapan tentang kemampuan-kemampuan dan latar belakang yang dimilikinya.
d) Guru BK perlu membantu konseli memahami pengertian dan pentingnya norma-norma kelompok.
e) Perlunya guru BK membicarakan semua tes dalam bahasa yang mudah dipahami oleh konseli.
Dari panduan di atas dapat disimpulkan bahwa penyampaian informasi tes melalui konseling membutuhkan kompetensi profesional yang ditandai dengan sertifikat sebagai tester yang didapat dari mengikuti progam pelatihan sertifikasi tes, minimal progam yang diselenggarakan oleh ABKIN bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang. Setelah Bapak, Ibu mempelajari teknik tes, harapannya Bapak/Ibu mampu memilih secara bijak jenis tes yang dibutuhkan dalam layanan bimbingan dan konseling, perlu penulis informasikan kembali bahwa tidak semua alat tes tersebut di atas diadministrasikan sendiri oleh guru BK karena keterbatasan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki, guru BK yang belum memiliki kemampuan dan kewenangan dalam melancarkan dan mengadministrasikan tes dapat bekerja sama dengan lembaga penyelenggara tes baik biro psikologi atau lembaga terpercaya yang sudah memiliki sertifikasi dan lisensi tes dari organisasi profesi. Ketika mengetahui bahwa hasil tes itu penting bagi peserta didik untuk mengetahui potensi siswa, besar harapan guru BK mampu menginformasikan kepada kepala sekolah agar sekolah memfasilitasi penyelenggarakan tes psikologis bagi peserta didik.
sumber: Isrofin, Binti. 2019. Modul 1 Asesmen Kebutuhan Peserta Didik dan Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca Juga
Komentar
Posting Komentar