Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Pergerakan Nasional


Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Pergerakan Nasional

a. Politik Etis dan Pergerakan Nasional

Peperangan di tanah koloni membuat Belanda mengalami kerugian  ekonomi begitu besar. Pemerintah Belanda mengirimkan Gubernur Jenderal yang baru yakni Johannes Van Den Bosch ke daerah koloni (dalam hal ini Indonesia) untuk mengatasi kemelut ekonomi tersebut. Van Den Bosch mengeluarkan satu sistem budi daya tanaman yang dikenal dengan kebijakan cultuurstelsel yang kemudian dikenal dengan sebutan sistem  tanam  paksa. Dalam  pelaksanaannya  sistem tanam  paksa tersebut  tidak  sesuai  dengan  aturan  yang  berlaku. Akibat dari penyimpangan aturan dalam sistem tanam paksa tersebut menimbulkan kerugian serta penderitaan yang cukup besar bagi kaum pribumi.

Penderitaan kaum pribumi akibat dari diberlakukannya sistem tanam paksa oleh Belanda   mulai   mendapatkan   perhatian   dari   beberapa   kelompokdi   negeri Belanda. Sebagian orang Belanda sudah mulai prihatin terhadap kesejahteraan dan status pribumi. Bangsa Indonesia membutuhkan sebuah perubahan kehidupan perekonomian dan pendidikan. Kaum etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft  (wartawan  Koran   De  Locomotief)  dan  Conrad  Theodore  Van Deventer (politikus) mengkritik kebijakan pemerintah Belanda kepada kaum pribumi di Indonesia. Van De Venter yang menulis pada majalah De Gids tahun 1899. 

Dia mengatakan bahwa Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda memulihkan keuangannya meskipun dengan penuh pengertian, oleh sebab itu sudah sewajarnya kalau kebaikan orang Indonesia itu dibayar kembali. Oleh karena itu menurut Van De Venter, hutang budi itu harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui triasnya yang terdiri dari Irigasi, Edukasi dan emigrasi.  Trias  tersebut  kemudian  pada  tahun  1901  oleh  Ratu  Wihelmina dijadikan sebagai kebijakan Belanda terhadap Indonesia, yang kemudian dikenal dengan sebutan politik etis Belanda.Politik Etis Belanda berisi :

a. Irigasi (Pengairan). Kebijakan ini bertujuan untuk mengairi lahan pertanian inlander   (penduduk   pribumi)   dengan   membangun   dan   memperbaiki saluran pengairan dan bendungan. Pengairan diperlukan agar rakyat dapat mengairi lahan pertaniannya denganmudah.

b. Edukasi (Pengajaran) Kebijakan edukasi yaitu kebijakan memperluas kesempatan bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan danpengajaran.

c. Migrasi (Perpindahan Penduduk) Migrasi atau perpindahan penduduk merupakan kebijakan politik etis pemerintah Belanda dengan mengajak penduduk   untuk   bertransimigrasi   ke   daerah   lain   guna   memenuhi kebutuhan di wilayah pertanian dan perkebunan milik Belanda.

Kebijakan politik etis yang dibuat oleh Belanda sepertinya akan menguntungkan bagi rakyat Indonesia. Akan tetapi dalam pelaksanannya terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh pihak Belanda sendiri. Dampak dari diberlakukannya politik etis yang dilakukan Belanda memang pada akhirnya banyak merugikan rakyat Indonesia pada saat itu. Akan tetapi Indonesia sendiri sebenarnya mendapatkan keuntungan dari kebijakan   tersebut, terutama dalam hal pendidikan. Edukasi atau pendidikan dinilai sebagai jalan satu-satunya yang dapat ditempuh untuk memperbaiki nasib rakyat, karena dengan adanya perbaikan pendidikan maka nasib rakyat akan menjadi lebih baik. Perkembangan pendidikan menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan sosial karena berdampak pada perubahan struktur dalam masyarakat.

Pemberlakuan politik etis di Hindia Belanda melahirkan sekolah- sekolah bagi kaum pribumi. Bukan hanya sekolah rendah, tetapi dibangun pula sekolah menengah,  sekolah  keguruan,  dan  sekolah  tinggi.  meskipun pengajarandisekolah-sekolah tersebut hanya di peruntukkan bagi anak laki- laki, sedangkan bagi anak-anak perempuan hanya memperoleh pendidikan di rumah dan di lingkungan keluarga. Anak-anak perempuan dididik untuk mempersiapkan diri menjadi ibu rumah tangga, mereka diharuskan belajar memasak, menjahit, dan membatik yang merupakan rutinitas dirumah.

Pendidikan yang diberikan kepada rakyat pribumi ternyata telah melahirkan kelompok elit intelektual. Mereka yang mendapat yang mendapat pendidikan barat ini bukan saja menyerap ilmu pengetahuan barat, tetapi sekaligus juga membangkitkan kesadarannya sebagai bangsa. Dari kalangan intelektual inilah muncul   tokoh-tokoh   pergerakan   kebangsaan   yang   melahirkan   berbagai organisasi pergerakan pada zaman Hindia Belanda.

Pendidikan yang berkembang  pada masa  kolonial  adalah  salah  satu  bentuk modernisasi sehingga masyarakat yang bersifat tradisional kemudian mengalami transisi   ke   arah   modern.   Tingkat   literasi   dan   pengetahuan   masyarakat meningkat, serta muncul sektor pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan. Output  dari  pendidikan  dapat  menempati  sektor  pekerjaan  baru  tersebut sehingga mereka mengalami perubahan status sosial. Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang bersifat modern mulai bermunculan seiring diperkenalkannnya ide kemajuan oleh intelektual-intelektual baru yang telah mengubah cara pandang masyarakat sekitarnya untuk terlepas dari belenggu penjajahan kolonial.

b. Lahirnya Nasionalisme dan Kesadaran Nasional

Pergerakan  nasional  merupakan  salah  satu  babak  baru  dalam  perjuangan bangsa Indonesia.Hal ini dikarenakan pada masa itu memiliki corak perjuangan yang berbeda dengan “warna” perjuangan yang sebelumnya. Kata “Perge rakan Nasional” berarti gerakan bangsa itu, walaupun yang bergerak sebagian rakyat atau   sebagian   kecil   sekalipun   asalkan   apa   yang   menjadi   tujuan   dapat menentukan nasib bangsa secara keseluruhan menuju tujuan tertentu yaitu kemerdekaan, maka disebut pergerakan nasional. Pergerakan Indonesia meliputi berbagai gerakan atau aksi yang dilakukan dalam bentuk organisasi secara modern menuju  ke arah  yang lebih baik.  Oleh karena  itu dalam perkembangannya, gerakan yang terjadi tidak hanya bersifat radikal tetapi juga moderat. Di samping istilah ”Pergerakan Nasional” kita juga mengenal istilah ”Perjuangan Nasional”. Akan tetapi kata ”perjuangan” sebenarnya memiliki cakupan waktu yang lebih luas/lama, sedangkan ”pergerakan” hanyalah meliputi kurun waktu 1908 – 1945.

Munculnya organisasi yang mengarah pada upaya mewujudkan nasionalisme Indonesia merupakan bukti berubahnya pola pikir para tokoh pejuang kemerdekaan dari pola perjuangan fisik (mengangkat senjata) menjadi non fisik (diplomasi   dan   organisasi).   Hal   tersebut   terwujud   berkat   meningkatnya pendidikan di masa itu yang kemudian melahirkan kelompok baru yakni kaum intelektual / golongan terpelajar.

Adapun faktor faktor yang memunculkan kesadaran nasional antara lain:

a. Faktor Intern

1) Adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan sehingga menimbulkan tekad untuk menentangnya.

2) Adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, seperti zaman Sriwijaya dan Majapahit.

3) Munculnya kaum intelektual yang kemudian menjadi pemimpin pergerakan nasional.

b. Faktor ekstern

1) Adanya All Indian National Congress 1885 dan Gandhiisme di India

2) Adanya Gerakan Turki Muda 1908 diTurki.

3) Adanya   kemenangan   Jepang   atas   Rusia   (1905)   menyadarkandan membangkitkanbangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa- bangsaBarat.

4) Munculnya paham-paham  baru di  Eropa  dan Amerika  yang  masuk  ke Indonesia, seperti liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme mempercepat timbulnya nasionalisme Indonesia.

c.  Peranan Pers, Golongan Terpelajar dan Profesional.

Rasa kebangsaan terbentuk sejak Kebangkitan Nasional pada tahun 1908. Perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia menghadapi penjajah dipicu oleh harga diri sebagai bangsa yang ingin merdeka di tanah airnya sendiri tanpa tekanan penjajah. Hal ini ditunjang dengan munculnya pendidikan. Pendidikan pula yang akhirnya melahirkan golongan terpelajar yang mampu membuka kesadaran bahwa penguasaan ilmu pengetahuan merupakan bekal untuk menghadapi bangsa barat menuju kemerdekaan yang kita cita-citakan.

Selain golongan terpelajar muncul juga golongan sosial yang  bekerja sesuai dengan bidangnya yang disebut sebagai golongan profesional. Mereka memiliki ruang gerak sosial yang luas sehingga mendapat kesempatan pergaulan yang luas  dengan  masyarkat  dari  berbagai  suku  dan  budaya  yang  berlainan. Hubungan  ini  pada  akhirnya  tidak  terbatas  pada  hubungan  kerja,  keluarga, namun juga menciptakan hubungan sosial yang harmonis, sehingga lambat laun muncul integritas nasional.

Pers pada masa itu merupakan sarana komunikasi yang sangat penting dalam menyebarluaskan  suara  organisasi.  Hal  ini  dikarenakan  para  pimpinan  dan redaksi pers adalah  tokoh-tokoh pergerakan sehingga mereka  menggunakan pers untuk menyuarakan cita-cita perjuangan yakni Indonesia merdeka. Tokoh- tokoh pers pada masa itu antara lain:

a. Moh. Hatta dan tokoh Perhimpunan Indonesia mendirikan majalah Hindia Poetra yang kemudian diganti menjadi Indonesia Merdeka

b. Dr. Wahidin Sudirohusodo redaktur Retnodhumilah

c. Moh. Samin redaktur Benih Merdeka di Medan 1916

d. Abdul Muis dan H. Agus Salim pemimpin surat kabar Neratja

e. Mohammad Yamin redaktur surat kabar Kebangoenan

f.  T.A. Sabariah memimpin surat kabar Perempuan bergerak di Medan 1919 g.  Perada  Harahap  memimpin  surat  kabar  mingguan  Sinar  Merdeka  di Padang 1919.

Oleh karena itu tidak mengherankan jika Belanda seringkali mengadakan pem - berangusan/pembubaran surat kabar karena dianggap telah mengecam dan membahayakan sistem kolonial yang sedang berlangsung.

d.  Munculnya Organisasi Pergerakan Nasional

Salah satu keuntungan yang didapat oleh rakyat Indonesia dari kebijakan politik etis yang dibuat oleh Belanda dalam bidang pendidikan. Kaum pribumi (sebutan bagi rakyat Indonesia oleh Belanda) pada saat itu tidak hanya mendapatkan pendidikan dalam hal administrasi yang membantu Belanda  saja namun juga mendapatkan pemahaman untuk melepaskan diri dari belenggu feodalisme dan penjajahan yang semena- mena. Terbukanya wawasan mereka mengenai peristiwa-peristiwa dunia menimbulkan semangat untuk mengubah nasib mereka menjadi lebih baik, hal tersebut menjadi bibit-bibit timbulnya kelompok-kelompok intelektual yang akan berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan menghilangkan penjajahan terhadap sesama melalui berbagai organisasi- organisasi perjuangan yang mereka dirikan.

Karena pengaruh gagasan-gagasan modern, kelompok elite nasional menyadari bahwa perjuangan untuk memajukan bangsa Indonesia harus dilakukan dengan menggunakan organisasi modern. Baik pendidikan, perjuangan politik, maupun perjuangan  sosial  budaya dilakukan  secara  organisasi. Berberapa  organisasi yang muncul sebagai titik permulaan kesadaran nasional untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik serta merdeka, antara lain :

1)      Budi Utomo

Budi Utomo merupakan sebuah organisasi modern pertama kali di Indonesia yang didirikan oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Istilah Budi Utomo berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi, berarti “keterbukaan jiwa”, ”pikiran”,” kesadaran”, “akal”, atau “pengadilan”. Sementara itu, utomo berasal dari perkataan Jawa:  utama, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “ tingkat pertama” atau “ sangat baik” .

Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan  pembangkit semangat organisasi Budi Utomo.Sebagai lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden (sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA), merupakan salah satu tokoh pelajar yang berusaha memperjuangkan nasib bangsanya.Tanggal berdirinya Budi Utomo tersebut sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Dalam kongresnya, terdapat kelompok minoritas yang dipimpin Dr. Cipto Mangunkusumo yang berusaha memperjuangkan Budi Utomo berubah menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya (tidak terbatas hanya golongan priyayi) dan kegiatannya meliputi seluruh Indonesia, tidak hanya Jawa dan Madura saja. Namun pandangan Dr. Cipto Mangunkusumo gagal mendapat dukungan bahkan pada tahun 1909 Dr. Cipto Mangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo kemudian bergabung dengan Indische Partij. 

2)   Sarekat Islam

Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, pada tahun 1911 berdirilah organisasi yang disebut Sarekat Dagang Islam. Latar belakang ekonomis perkumpulan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang orang-orang Cina. Hal ini juga sebagai isyarat bahwa golongan muslim sudah saatnya menunjukkan kemampuannya. Atas prakarsa K.H. Samanhudi seorang saudagar batik dari Laweyan – Solo berdirilah sebuah organisasi yang pada awalnya anggotanya para pedagang batik di kota Solo.

Atas usul dari H.O.S Cokroaminoto pada tanggal 10 September 1912 Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam. K.H Samanhudi diangkat sebagai ketua Pengurus Besar SI yang pertama dan H.O.S Cokroaminoto sebagai komisaris.  Setelah menjadi  SI  sifat gerakan menjadi  lebih  luas  karena  tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja.  Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas:

a. Memajukan perdagangan;

b. Memberi   pertolongan   kepada   anggota   yang   mengalami   kesukaran (semacam usaha koperasi);

c. Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama; dan

d. Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.

3)      Muhammadiyah

Muhammadiyah  didirikan  oleh  Kiai  Haji  Ahmad  Dahlan  di  Yogyakarta  pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya non politik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin.

Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut : 

(1) memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam, 

(2) mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.

Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan  oleh  Muhammadiyah adalah  sebagai  berikut:  

(1)  mendirikan  sekolah-sekolah  yang  berdasarkan agama Islam (dari TK sampai dengan perguruan tinggi), 

(2) mendirikan poliklinik - poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, dan masjid, 

(3) menyelenggarakan kegiatan- kegiatan keagamaan.  Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam  sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. 

Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.

Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon (HW). Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267  cabang yang tersebardi Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah  mempunyai  710  cabang  yang  tersebar  di  Pulau   Jawa,   Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.

4)  Nahdatul Ulama

Nahdatul Ulama (NU) didirikan oleh para kiai tradisional yang merasa terancam dengan berkembangnya Islam reformis di Indonesia. Di samping itu, para kiai tradisional mengganggap bahwa gerakan Islam pembaharu di Indonesia yang dipelopori  Muhammadiyah  terlalu  moderat  dan  terbuka  terhadap  nilai-nilai budaya Barat. Sikap Muhammadiyah tersebut menyebabkan para kiai tradisional yang biasanya dalam komunitas pondok pesantren mempertimbangkan untuk membuat suatu wadah organisasi yakni Nahdatul Ulama (NU).

Basis masa terkuat NU berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah, terutama di lingkungan pedesaan. Anggaran dasar NU yang pertama dibuat pada Muktamar ke-3 pada tanggal 8 Oktober 1928. Format anggaran dasarnya sesuai dengan undang-undang perhimpunan Belanda sebagai strategi agar pemerintah Hindia Belanda mengakuinya sebagai organisasi yang sah. Atas dasar hal tersebut, NU diberi  status  sebagai  organisasi  yang  berbadan  hukum  pada  bulan  Februari 1930. Dalam anggaran dasar disebutkan bahwa tujuan NU adalah mengembangkan ajaran-ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah dan melindungi- nya dari penyimpangan kaum pembaharu dan modernis. 

5)  Indische Partij

IP didirikan di Bandung pada tanggal  25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai yaitu E.F.E Douwes Dekker (Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Organisasi yang bercorak politik ini juga berusaha menggantikan Indische Bond yang merupakan wadah bagi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan   pada tahun 1898. Penggagas IP adalah Douwes Dekker, seorang Indo – Belanda   yang mengamati adanya keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial, khususnya diskriminasi antara keturunan Belanda asli dengan kaum Indo. Ia juga memperluas pandangannya untuk peduli dengan nasib masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam belenggu aturan kolonialis. Melalui tulisan-tulisan para tokoh IP dalam majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Express, mereka menyampaikan pemikiran- pemikirannya. Mereka berusaha menyadarkan golongan Indo dan pribumi, bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama yaitu eksploitasi kolonial. Untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan terhadap kolonial tersebut, mereka mendirikan Indische Partij.IP terbuka bagi semua golongan sehingga keanggotaannya meliputi kaum pribumi,   bangsa Eropa yang tinggal di Hindia Belanda, Indo-Belanda, keturunan Cina dan Arab serta lainnya.

6)  Trikoro Darmo

Setelah lahirnya organisasi Budi Utomo sebagai tonggak awal lahirnya organisasi modern di Indonesia maka organisasi-organisasi lain segera tumbuh, antara lain organisasi kepemudaan yang berdasarkan semangat kedaerahan. Pada tanggal 7 Maret 1915, para pemuda pelajar seperti Satiman, Kadarman, dan Sumardi mendirikan organisasi pemuda Trikoro Darmo, artinya “tiga tujuan mulia”.Tiga tujuan  tersebut  meliputi  Sakti,  Budi,  dan  Bakti.Keanggotaan  Trikoro  Darmo adalah para pelajar yang berasal dari Jawa dan Madura. Asas dan tujuan Trikoro Darmo adalah:

1) Membangkitkan  perasaan  terkait  dengan  bahasa  dan  Budaya  Hindia/ Indonesia;

2)   Menimbulkan pertalian di antara pelajar Bumiputera;

3)   Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya. 

Trikoro Darmo berkembang cukup pesat dengan membuka cabang di berbagai kota di Jawa. Dalam kongres I di kota Solo, 12 Juni 1918 Trikoro Darmo berubah nama menjadi Jong Java yang artinya Pemuda Jawa. Cita-cita Jong Java membina   persatuan   dan   persaudaraan   para   pemuda   pelajar   Jawa   dan sekitarnya.

7)      Perhimpunan Indonesia

Kemunculan organisasi di tanah air membuat para pemuda Indonesia yang bermukim di negeri Belanda ingin ikut berperan dengan mendirikan sebuah perkumpulan. Perkumpulan itu dinamakan  Indische  Vereeniging  yang  artinya “Perhimpunan Hindia” pada tanggal 25 Oktober 1908 dengan pendirinya antara lain Sutan Kasayangan dan Notosuroto. Pada awalnya organisasi ini tidak bertujuan untuk perjuangan politik namun pada upaya memperhatikan kepentingan bersama dari penduduk Hindia Belanda yang ada di negeri Belanda. Setelah berakhirnya Perang Dunia I di Eropa, semangat nasionalisme berkembang di kalangan pemimpin Indische Vereeniging. Tujuan organisasi ini adalah:

a. Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab terhadap rakyat Indonesia.

b. Kemerdekaan  harus  dicapai  oleh  orang-orang  Indonesia  sendiri  tanpa bantuan apapun.

c. Persatuan  nasional  harus  dipupuk,  segala  macam  perpecahan  harus dihindarkan agar tujuan perjuangan segera tercapai.

8)      Peristiwa Sumpah Pemuda

Pada akhirnya muncul dorongan untuk menyatukan wadah perjuangan pemuda menjadi wadah bagi lahirnya semangat nasionalisme Indonesia. Hal ini dipengaruhi   adanya   organisasi-organisasi   sosial   dan   politik   yang   bersifat nasional dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia seperti Perhimpunan Indonesia, Indische Partij, PNI, dan lainnya sehingga lahir organisasi pemuda yang  berasas  kebangsaan  seperti  Jong  Indonesia  yang  berubah  menjadi Pemuda Indonesia dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Untuk menindaklanjuti dalam mewujudkan cita-cita perjuangannya, maka diadakan kongres pemuda sebanyak 2 kali.

Kongres Pemuda I tanggal 30 April sampai dengan 2 Mei 1926 di Jakarta dihadiri oleh delegasi dari berbagai organisasi atau perkumpulan pemuda di Indonesia seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra Bond, Jong Batak Bond dan lain- lain. Kongres ini dipimpin oleh Muhammad Tabrani berusaha membentuk perkumpulan pemuda secara tunggal, sebagai badan pusat dengan tujuan:

a.  Memajukan paham persatuan dan kebangsaan.

b.  Mempererat hubungan antara organisasi pemuda yang ada.

Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober dihadiri oleh perwakilan dari organisasi kepemudaan, unsur partai politik, perwakilan anggota Voklsraad bahkan utusan dari pemerintah Hindia Belanda yaitu Dr. Pijper dan Van der Plas. Suasana cukup tegang karena terdapat dua kepentingan yang saling berlawanan antara para pemuda dengan pihak pemerintah.Dalam acara itu, W.R. Supratman memperdengarkan lagu Indonesia Raya serta terdapat keputusan rapat dalam kongres itu yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, yang berisi:

Pertama: Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Kedua: Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.

Ketiga:  Kami  putera  dan  puteri  Indonesia,  menjunjung  bahasa  persatuan, bahasa Indonesia.




source : modul belajar mandiri pppk Pembelajaran 3. Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Kolonial, Pergerakan Nasional, Penjajahan Jepang hingga Kemerdekaan, kemdikbud
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar