Kehidupan Bangsa Indonesia pada masa Orde Lama
a. Situasi Politik pada Masa Demokrasi Liberal
Masa Demokrasi Liberal adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang- undang negara. Masa Demokrasi Liberal disebut pula masa Demokrasi Parlementer, karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip parlemen. Masa ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6
Juli 1959.Pada masa berlakunya UUDS 1950 terjadi instabilas pemerintahan.Hal ni dibuktikan dengan munculnya gerakan separatis pemberontakan di berbagai daerah dan jatuh bangunnya kabinet. Hanya dalam rentang waktu 10 tahun terdapat 8kali pergantian kabinet yaitu:
1) Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951)
Kabinet ini merupakan koalisi dari beberapa partai dengan intinya Partai Masyumi. Program kabinet ini antara lain:
Usaha mendapatkan keamanan dan ketertiban
Konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan
Perbaikan institusi Angkatan Perang
Penyelesaian Irian Barat
Mengembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi kerakyatan.
Kebijakan luar negeri pemerintahan Natsir adalah bebas dan netral namun tetap bersimpati pada negara–negara Barat. Pada bulan September 1950 Indonesia diterima sebagai anggota PBB (Ricklefs,1991: 363). Sementara itu permasalahan yang dihadapi kabinet tersebut adalah:
• Terganggunya stabilitas keamanan (adanya pemberontakan RMS dan DI/TII Kartosuwiryo).
• Kegagalan membentuk pemerintahan koalisi antara Masyumi dan PNI
• Belanda menolak pengembalian atas Irian Barat (hasil keputusan KMB, masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun setelah KMB tahun 1949).
Kegagalan perundingan Indonesia-Belanda tentang Irian Barat, menimbulkan mosi tidak percaya dari parlemen terhadap pemerintahan Natsir. Krisis ini bertambah dengan adanya mosi dari Hadikusumo (PNI) berkaitan pencabutan PP no 39/1950 tentang DPRS dan DPRDS yang diakomodasi parlemen sehingga kabinet Natsir jatuh.
2) Kabinet Sukiman (April 1951-Pebruari 1952)
Setelah kabinet Natsir jatuh, Presiden Sukarno menunjuk Sukiman Wiryosanjoyo (Masyumi) dan Sidik Joyosukarto (PNI) untuk membentuk kabinet koalisi. Program kabinet ini adalah:
• Pelaksanaan politik Luar negeri bebas aktif
• Perjuangan diplomasi merebut Irian Barat
• Persiapan penyelenggaraan Pemilu I
• Sosial-ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat dan perbaikan hukum agraria
• Keamanan, menjamin keamanan dan ketenteraman.
Kabinet Sukiman akhirnya jatuh disebabkan dianggap melanggar politik luar negeri bebas aktif dengan melakukan persetujuan MSA (Mutual Security Act) dengan Amerika Serikat tahun 1951. MSA merupakan persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari USA kepada Indonesia.
3) Kabinet Wilopo (April 1952–Juni 1953)
Program kabinet Wilopo adalah:
• Persiapan Pemilu (pemilihan konstituante,DPR dan DPRD)
• Kemakmuran, pendidikan dan keamaanan
• Pelaksanaan politik bebas aktif
• Pengembalian Irian Barat dalam NKRI Permasalahan yang dihadapi kabinet Wilopo adalah:
• Munculnya gerakan separatis
• Keadaan perekonomian dan politik belum membaik
• Persoalan Irian Barat belum selesai
• Munculnya peristiwa 17 Oktober 1952.
Peristiwa 17 Oktober terjadi ketika sekelompok perwira militer yang kehilangan jabatannya disebabkan mereka memaksa Presiden Sukarno untuk membubarkan parlemen (Herbert Feith, 1995:14). Hal ini bermula dari usaha perwira militer seperti Kepala Staf Angkatan Perang Repubklik Indonesia Kolonel T.B. Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel A H Nasution berencana melaksanakan reorganisasi dan rasionalisasi kekuatan TNI dengan memperkecil jumlah prajurit namun berjiwa profesional dan berdisiplin. Rencana rasionalisasi tersebut dalam rangka penghematan Anggaran Belanja Negara. Program tersebut ditentang oleh kalangan militer sendiri terutama dari mantan pasukan PETA dan Laskar–laskar serta Parlemen.
Bahkan parlemen mengadakan sidang menuntut diadakannya pergantian pucuk pimpinan militer. Sementara itu pihak TNI mengganggap bahwa apa yang dilakukan parlemen sebagai bukti bahwa DPRS melakukan intervensi dalam urusan internal TNI–AD. Akhirnya tanggal 17 Oktober 1952 terjadi demonstrasi yang diprakarsai militer mendesak pada presiden untuk membubarkan DPRS. Presiden Sukarno menolak tuntutan tersebut bahkan A.H. Nasution dicopot dari jabatannya diganti dengan Kolonel Bambang Sugeng.
Dampak dari peristiwa tersebut mempengaruhi masalah pemerintahan termasuk kedudukan kabinet Wilopo. Kabinet ini semakin lemah ketika terjadi peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Timur. Kasus Tanjung Morawa bermula pihak keamanan berusaha memindahkan para penghuni liar dari tanah-tanah perkebunan milik Belanda. Hal ini berkaitan dengan hasil persetujuan KMB yang mengijinkan pengusaha-pengusaha asing kembali mengurusi tanah-tanah perkebunannya yang ditinggalkannya. Penghuni liar tersebut telah dihasut oleh PKI untuk mempertahankan tanahnya sehingga terjadi tindak kekerasan yang menimbulkan korban pada masyarakat. Peristiwa tersebut menyebabkan Kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya pada presiden Sukarno.
4) Kabinet Ali Sastroamidjoyo I(Juli 1953-Juli 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan partai NU serta partai-partai kecil lainnya. Sementara Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) berada diluar pemerintahan. Program kerja kabinet ini antara lain:
• Pengindonesiaan perekonomian dan memberi kesempatan kepada pengusaha pribumi.
• Pelaksanaan perekonomiaan Ali Baba yaitu kerja sama antara pengusaha pribumi dengan pengusaha keturunan Tionghua dalam bidang perekonomian di Indonesia.
Program kabinet Ali I yang menonjol adalah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung tanggal 18 –25 April 1955. Dalam KAA tersebut juga merekomendasikan dukungan kepada Indonesia tentang masalah Irian Barat. Pada akhirnya kabinet ini juga mengembalikan mandatnya pada presiden tanggal 24 Juli 1955. Penyebabnya adalah masalah pergantian KSAD (Komando Staf Angkatan Darat) yang masih berkaitan dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Kabinet Ali berkeinginan mengangkat KSAD dari kelompok TNI yang anti peristiwa 17 Oktober yaitu Kolonel Bambang Utoyo namun petinggi TNI menolak dengan alasan bahwa dalam tradisi TNI, pengangkatan KSAD didasarkan pada senioritas dan kecakapan (Muhaimin, 2002:84).
Parlemen akhirnya mengajukan mosi tidak percaya kepada Kabinet Ali yang dianggap tidak mampu menghadapi tekanan TNI-AD sehingga mengembalikan mandatnya kepada presiden. Meskipun menurut sistem politik bahwa yang dapat menjatuhkan kabinet adalah partai-partai politik di parlemen tetapi momen jatuhnya kabinet Ali I disebabkan oleh kekuatan Angkatan Darat. Namun kabinet ini merupakan kabinet terlama yang dapat bertahan pada masa demokrasi parlementer.
5) Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)
Setelah berlangsung perundingan yang rumit pasca jatuhnya Kabinet Ali yang pertama ( Ali I),Burhannudin Harahap (Masyumi) berhasil menyusun kabinet yang didukung oleh Masyumi,PSI dan Partai NU. Program kabinet tersebut antara lain:
• Pemberantasan korupsi (antara lain dengan menangkap mantan Menteri Kehakiman Kabinet Ali I yaitu Jody Gondokusumo dengan tuduhan korupsi).
• Pelaksanaan pemilu I Untuk mengurangi ketegangan dengan militer, Perdana Menteri Burhannudin mengangkat kembali A. H Nasution sebagai KSAD. Hal ini disebabkan pemerintah menginginkan dukungan militer untuk menjaga stabilitas keamanan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pemilu.
Kabinet Burhanudin berhasil menyelenggarakan pemilu I di Indonesia dengan pelaksanaan sebagai berikut:
–29 September 1955 memilih anggota DPR
–15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante
6) Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (Maret 1956-Maret 1957)
Kabinet Ali II merupakan kabinet koalisi partai–partai besar hasil pemilu 1955 kecuali PKI sehinggga terdiri atas PNI,Masyumi dan Partai NU. Program kabinet tersebut disebut dengan Rencana Lima Tahun, dengan agenda sebagai berikut:
• Perjuangan merebut Irian Barat
• Pembentukan daerah-daerah otonom
• Pemilihan anggota DPRD
• Perbaikan nasib buruh dan pegawai
• Menyehatkan keuangan negara
• Pergantian ekonomi kolonial menjadi nasional (Notosusanto,1977:96). Permasalahan-permasalahan yang dihadapi kabinet dalam melaksanakan agenda pemerintahan adalah:
• Timbulnya semangat anti Cina di masyarakat
• Hubungan memburuk dengan Belanda karena pengingkaran pemerintah Indonesia terhadap persetujuan hutang-hutangnya dalam kesepakatan KMB
• Penyelundupan barang-barang import
• Ketidakpuasan daerah (terutama Sumatera dan Sulawesi) tentang alokasi beaya pembangunan antara daerah dan pusat.
7) Kabinet Djuanda (April 1957–Juli 1959)
Kabinet tersebut merupakan Zaken Kabinet, dengan programnya terdiri 5 (lima) pasal (Panca Karya) sehingga disebut kabinet karya Program kerjanya adalah:
• Membentuk Dewan Nasional
• Normalisasi situasi negara dan mempergiat pembangunan
• Perjuangan merebut Irian Barat
• Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB ( Notosusanto,1977:98).
Posisi kabinet Djuanda sangat kuat karena negara dalam keadaan bahaya sehingga yang berperan adalah presiden dan TNI sehingga parlemen tidak dapat mengeluarkan mosi untuk menjatuhkan kabinet. Pemerintah juga membentuk Dewan Nasional yang diketuai Sukarno, bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat serta bertugas sebagai penasehat dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga stabilitas keamanan. Namun pada prakteknya, pembentukan Dewan Nasional tersebut untuk memperkuat otoritas Sukarno serta sebagai forum tandingan bagi pengaruh partai-partai politik di pemerintahan. Dewan Nasional yang ektra-konstitusional tersebut menurut Sukarno berkedudukan lebih tinggi dari kabinet karena dewan tersebut mencerminkan seluruh bangsa sedangkan kabinet hanya mencerm inkan parlemen (Mahfud M D,2000: 54).
Dalam perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis, bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat. Para perwira militer di daerah seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon, Let. Kol Ahmad Husein dan Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil berupa tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu:
• Muhammad Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres
• Jenderal Nasution beserta jajarannya harus diganti
• Pembatasan gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang.
Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri. Pada tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia) dengan Perdana Menterinya, Syafrudin Prawiranegara (tokoh Masyumi). PRRI mendapat dukungan dari daerah Sulawesi dengan munculnya gerakan Permesta sehingga pemberontakan ini disebut PRRI/Permesta.
Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Keadaan ini semakin tegang dengan adanya pemberontakan PRRI/Permesta. Akhirnya presiden Sukarno memutuskan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga kabinet Djuanda berakhir.
b. Situasi Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi. Permasalahan tersebut antara lain tingginya jumlah mata uang yangberedar dan meningkatnyabiaya hidup. Selain itu juga pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan yang rendah. Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya, untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut.
Dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasidefisit anggaran, pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong semua uang yang bernilaiRp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Melalui kebijakan ini,jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untukmengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional.Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnisCina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng. Tujuan dari sistem ekonomiGerakan Banteng adalah:
1) Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia.
Parapengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untukberpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2) Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dandiberikan bantuan kredit.
3) Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembangmenjadi maju.
Gerakan Benteng dimulai pada bulan April 1950. Hasilnya selama 3tahun (1950 - 1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerimabantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar.Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Banteng antara lain disebabkan oleh:
1) Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
2) Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif.
3) Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
4) Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5) Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
6) Para pengusaha menyalah gunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Usaha pemerintah lainnya dalam usaha memulihkan ekonomi adalah nasiomalisme perusahaan asing. Hal ini dilakukan dengan pencabutan hakmilik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkanstatusnya sebagai milik pemerintah Republik Indonesia. Nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap pengambil alihan, penyitaan dan penguasaan. Tahap kedua yaitu tahap pengambilan kebijakan yang pasti,yakni perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.
Usaha perbaikan ekonomi lain yang dilakukan adalah pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasike Belanda untuk merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek).Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956. Rancangan persetujuanFinek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagaiberikut:
1) Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
2) Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
3) Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak bolehdiikat oleh perjanjian lain.
Namun usul Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda, sehinggapemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya dengan membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Febuari1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda.Dampak dari pelaksanaan finek ini, banyak pengusaha Belanda yang menjualperusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alihperusahaan Belanda tersebut.
c. Situasi Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa ketika Indonesia menerapkan suatu sistem pemerintahan dengan seluruh keputusan pemerintah berpusatpada kepala negara. Pada saat itu, jabatan kepala negara dijabat oleh Presiden Soekarno. Masa Demokrasi Termimpin berlangsung sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai tahun 1965.
Demokrasi terpimpin berawal dari peristiwa gagalnya Dewan Konstituante yang bertugas menyusun UUD yang baru. Hal ini disebabkan adanya pertentangan diantara partai politik di Konstituante.Dewan Konstituante berbeda pendapat dalam merumuskan dasar negara. Pertentangan tersebut antara kelompok pendukung dasar negara Pancasila dan pendukung dasar negara berdasar syariat Islam. Kelompok Islam mengusulkan agar mengamademen dengan memasukkan kata–kata : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya” kedalam Pembukaan UUD 1945.
Usul amandemen tersebut ditolak oleh sebagian besar anggota Konstituante dalam sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 (setuju) berbanding 265(menolak). Sesuai dengan ketentuan tata tertib maka diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2 Juni 1959 namun tidak mencapai quorum. Akhirnya Konstituante mengadakan reses atau masa istirahat yang ternyata untuk waktu tanpa batas.
Dengan memuncaknya krisis nasional dan untuk menjaga ekses–ekses politik yang mengganggu ketertiban negara, maka KSAD Letjen. A. H Nasution atas nama pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), pada tanggal 3 Juni 1959 mengeluarkan peraturan No. Prt./Peperpu/040/1959 tentang larangan mengadakan kegiatan politik.
Dengan jaminan dan dukungan dari Angkatan Bersenjata, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, mengumumkan Dekrit Presiden. Keputusan Presiden R I No. 150 tahun 1959 yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memuat tiga hal yaitu:
1) Menetapkan pembubaran Konstituante
2) Menetapkan UUD 45 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUDS
3) Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota–anggota DPR ditambah dengan utusan–utusan daerah dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat–singkatnya.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan komponen masyarakat, TNI, Mahkamah agung serta sebagaian besar anggota DPR. Hal ini disebabkan masyarakat mendambakan stabilitas politik dan keamanan dalam rangka pembangunan bangsa. Namun Dekrit Presiden tidak dapat dilepaskan dengan berlakunya konsep Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin pertama–tama adalah sebagai suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di dataran politik Indonesia dalam kurun waktu pertengahan tahun 1950-an. Untuk menggantikan pertentangan di parlemen antara partai politik, suatu sistem yang lebih otoriter perlu diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Sukarno (Harold Crouch1999;44).
Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 1959 yang berisi ketentuan kewajiban partai–partai politik mencantumkan AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga), dengan asas dan tujuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan partai– partai politik yang terlibat dalam pemberontakan–pemberontakan. Aturan tersebut mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis dibubarkan karena dianggap mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.
Pada awal pelaksanaan Demokrasi terpimpin, Indonesia cukup berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dan hubungan Internasional. Hal ini tampak pada kebijakan-kebijakan presiden dalam politik luar negerinya, antara lain sebagai berikut :
• Ikut ambil bagian dalam upaya perdamaian di Kongo dengan mengirimkan Misi Garuda II yang bergabung dengan pasukan perdamaian PBB yang bernama United Nations Operation of Congo (UNOC).
• Pada tanggal 30 September 1960, presiden Soekarno berpidato dalam sidang umum PBB yang -ienguraikan tentang Pancasila, perjuangan merebut Irian Barat, Kolonialisme, meredakan ketegangan dunia Timur dan Barat serta usaha memperbaiki orgianisasi PBB. Pidato presiden Soekarno ini berjudul To Build The World a New ( membangun dunia baru )
• Ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Nonblok
• Berhasil menyelenggarakan pesta olah raga bangsa-bangsa Asia (Asian Games IV) di Jakarta 24 4 September 1962.
d. Situasi Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
source : modul belajar mandiri pppk Pembelajaran 4. Kehidupan Bangsa Indonesia Masa Revolusi, Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi , kemdikbud
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar