Keterampilan Menulis (Konsep Dasar, Ragam dan Faktor Menulis )


Keterampilan Menulis (Konsep Dasar, Ragam dan Faktor Menulis )

a.  Konsep Dasar Menulis

Menulis merupakan kemampuan seseorang menuangkan ide, gagasan atau gambaran yang ada di dalam pikiran manusia dalam bentuk karya tulis yang dapat dibaca, dipahami dan dimengerti orang lain. MacArthur (2007:2) menyatakan writing is a powerful tool for getting thing done and a language skill to convey knowledge and information. Menulis merupakan keterampilan berbahasa untuk menyampaikan gagasan dan informasi.

Ariadinata (2009:5) menyatakan bahwa menulis merupakan sarana paling ampuh untuk menyampaikan gagasan. Seorang penulis yang baik, mampu menyampaikan gagasan dengan baik pula. Amatlah pantas, jika di negara- negara maju pendidikan di sekolahnya, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi meletakkan kewajiban menulis sebagai sebuah mata pelajaran yang harus ditempuh. Oleh karena itu, penulis yang baik perlu memperhatikan beberapa syarat mutlak yang harus dikuasai di antaranya: (a) kemampuan menggali  masalah, (b) kemampuan menuangkan gagasan ke dalam kalimat dan paragraf,  (c) menguasai teknik penulisan seperti penerapan tanda baca (pungtuasi), dan (d) memiliki sejumlah kata yang diperlukan.

Menulis digunakan oleh pelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi. Maksud dan tujuan menulis dapat dicapai dengan baik oleh seseorang yang dapat menyusun gagasan, pikiran, argumen,  dan  menuangkannya  dengan  jelas.  Kejelasan ini  tergantung  pada penalaran, organisasi, bahasa, ejaan, dan tanda baca yang digunakan.

Keterampilan menulis, sebagaimana keterampilan berbahasa yang lain, menuntut penguasaan aspek bahasa yang meliputi (a) penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata, (b) penguasaan kaidah-kaidah sintaksis secara aktif, (c) kemampuan menemukan gaya (genre) yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan, dan (d) tingkat penalaran atau logika yang dimiliki seseorang (Keraf, 2004:35).

Pengertian menulis berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis tidak sekedar melukiskan simbol-simbol saja, tetapi mengungkapkan pikiran, masalah, gagasan, dan argumen ke dalam bahasa tulis berupa susunan kalimat dan paragraf yang utuh. Oleh karena itu, menulis merupakan sarana komunikasi untuk melakukan negosiasi dan transaksi dalam bentuk bahasa tulis.

Pandangan bahwa menulis merupakan bentuk negosiasi dan transaksi itulah yang menuntut penulis untuk mengetahui tujuan penulisan. Selain itu, seorang penulis harus memahami konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi kegiatan menulisnya (Callagham dan Rotheri, 1993:34). Oleh karena itu, dalam kegitan menulis diperlukan pendekatan dan strategi yang tepat agar tujuan menulis dapat tercapai.

b.  Ragam dan Faktor-faktor Pendukung Menulis

Ragam karya tulis dibedakan menjadi dua jenis yaitu ragam fiksi (sastra) dan ragam nonfiksi. Istilah karya fiksi sama dengan ragam karya sastra. Contoh ragam karya fiksi misalnya novel, cerpen, puisi, cerita rakyat dsb. Berdasarkan strukturnya, ragam nonfiksi dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu ragam ilmiah dan faktual. Ragam karya tulis ilmiah merupakan karangan yang ditulis dengan mengikuti kaidah-kaidah keilmiahan baik dari segi isi, bahasa dan sistematikanya. Untuk  ragam karya tulis ilmiah biasanya digunakan untuk keperluan ilmiah atau akademis. Contoh karya ilmiah yang sering kita temukan, yaitu esai, makalah, artikel, proposal, dan laporan penelitian. 

Selanjutnya, secara singkat akan dijelaskan berbagai karya ilmilah tersebut. (1) Esai adalah tulisan yang membahas satu masalah berdasarkan pemikiran sudut pandang penulisnya. (2) Makalah adalah karangan yang membahas suatu masalah secara logis, sistematis, dan lengkap. (3) Artikel adalah karya tulis hasil pemikiran atau penelitian yang disajikan secara jelas, sistematis dan sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku. (4) Proposal merupakan karya tulis yang berisi rancangan kegiatan atau rancangan penelitian sebelum kegiatan/penelitian dilaksanakan. (5) laporan merupakan suatu macam dokumen yang menyampaikan informasi mengenai sebuah masalah yang telah atau tengah diselidiki, dalam bentuk fakta- fakta yang diarahkan kepada pemikiran dan tindakan yang akan diambil.

Kedua, ragam karya tulis faktual merupakan sebuah proses komunikasi atau pemberian ide, gagasan, dan pikiran dalam bentuk bahasa tulis berdasarkan fakta- fakta. Menulis faktual pada hakikatnya tulisan yang isinya tentang kejadian atau fakta yang benar-benar terjadi. Adapun macam-macam menulis faktual di antaranya teks deskripsi, narasi, eksposisi, eksplanasi, prosedur.

Bebagai jenis teks faktual di atas akan dijelaskan berikut ini. (1) teks deskripsi merupakan suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, meraba, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya. (2) Tek narasi atau naratif merupakan karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa atau kejadian menurut urutan terjadinya atau kronologis dengan maksud memberi makna kepada sebuah atau rentetan kejadian sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. (3) Teks eksposisi merupakan karangan yang bertujuan untuk mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan dalam rangka memberikan informasi kepada pembaca. (4) Teks eksplanasi merupakan karangan yang menyajikan proses terjadinya atau terbentuknya suatu fenomena alam atau sosial. (5) Teks prosedur merupakan karangan yang berisi rangkaian kejadian atau peristiwa yang disajikan secara runtut.

Faktor-faktor pendukung seseorang untuk mampu menulis dengan baik perlu memperhatikan tiga aspek yaitu isi, bahasa dan penyajian. Aspek isi erat kaitannya dengan ide, gagasan, atau temuan yang ingin disampaikan dalam tulisannya. Untuk aspek bahasa seorang penulis harus menguasai diksi, penulisan kalimat, paragraf, ejaan serta tanda baca. Aspek penyajian terkait dengan kemampuan seseorang menguasai sistematika dan ketentuan penulisan yang disyaratkan.

Selain syarat di atas, untuk meningkatkan kualitas kegiatan menulis dibutuhkan strategi menulis yang inovatif. Strategi ini, mencoba untuk menyajikan sistem pengajaran menulis yang kreatif dan inovatif. Temuan hasil tersebut menyebabkan bergesernya pendekatan produk, yakni pendekatan pembelajaran menulis yang menekankan hasil tulisan, ke pendekatan proses, yakni pendekatan pembelajaran menulis yang menekankan bagaimana caranya menulis.

Dalam proses menulis, penulis perlu menguasai pengetahuan struktur bahasa yang meliputi pilihan kata, kalimat efektif, dan paragraf efektif. Berikut ini uraian dari masing-masing aspek tersebut.

1) Pilihan Kata (Diksi)

Kata adalah unsur bebas terkecil yang bermakna. Disebut sebagai unsur bebas terkecil karena kata dapat berdiri sendiri, yakni diucapkan atau dituliskan secara terpisah dari kata-kata yang lain (Suparno, 2003:23). Keraf (2004:21) menyatakan bahwa kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas inter dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (fonologi atau morfologi) dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas.

Berikut ini beberapa definisi mengenai kata yakni: (1) unsur bahasa yang dituliskan merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa, (2) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang diujarkan sebagai bentuk yang bebas, (3) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Jadi, kata merupakan satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata terbentuk dari gabungan huruf atau morfem yang sudah mempunyai makna. Perhatikan kata- kata  mobil,  rumah,  sepeda,  ambil,  dingin,  dan  kuliah.  Kata-kata  tersebut merupakan kata, karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adrabs, lubna, nunggib, naklub bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.

Keraf (2009) menyatakan pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa dan ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari  diksi  bertalian dengan ungkapan yang individualistik atau karakteristik.

Dalam hal ini, Keraf (2009)   menyimpulkan pemakaian kata dalam sebuah karangan adalah sebagai berikut.

a) Pilihan kata dan diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, ungkapan, dan gaya bahasa yang tepat sesuai situasi yang akan diungkapkan penulis.

b) Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan penulis membedakan secara tepat nuansa makna dengan gagasan yang ingin disampaikan kepada pembaca.

c) Pilihan   kata   atau   diksi   dapat   berhasil   apabila   didukung   dengan pengetahuan dan penguasaan sejumlah besar kosakata dan kemampuan komunikatif secara keseluruhan.

Dengan batasan tersebut, kata merupakan unsur pembentuk kalimat. Sebagai unsur pembentuk kalimat, kata digunakan untuk mewadahi dan menyampaikan pesan. Dengan demikian, kata menjadi salah satu unsur pembentuk kalimat yang menentukan tingkat keefektifan kalimat.

2) Kalimat Efektif

Kalimat efektif merupakan satuan bahasa (kata-kata) untuk menyampaikan pesan, gagasan, dan perasaan sesuai dengan maksud penulis dan kaidah penulisan kalimat. Untuk itu, kalimat harus memenuhi beberapa ketentuan, di antaranya adalah struktur kalimat harus benar, pilihan kata tepat, hubungan antar bagian logis, dan ejaan harus benar. 

Suparno (2003:23) mengungkapkan bahwa syarat kalimat efektif ada dua hal, yakni  persyaratan kebenaran struktur  (correctnes), dan  pesyaratan kecocokan konteks (appropriacy). Persyaratan kebenaran bertolok ukur pada kebenaran kaidah bahasa. Kebenaran kecocokan bertolok ukur pada kecocokan atau kekompakan kalimat dalam konteks, baik konteks kebahasaan maupun konteks nonkebahasaan.

Akhadiah (2003:116) menyatakan bahwa kalimat yang ditulis harus dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis. Untuk memahami keefektifan tersebut, kalimat efektif memenuhi enam syarat, yaitu adanya (a) kesatuan gagasan, (b) kepaduan (koherensi), (c) kesejajaran atau kepararelan, (d) ketepatan, (e) kehematan, dan (f) kelogisan.

Kesatuan kalimat adalah terdapatnya satu ide pokok dalam sebuah kalimat. Dengan satu ide itu, kalimat boleh panjang atau pendek. Kalimat boleh menggabungkan lebih dari satu kesatuan, bahkan dapat mempertentangkan kesatuan yang satu dan yang lainnya asalkan ide atau gagasan kalimatnya tunggal. Penulis tidak boleh menggabungkan dua kesatuan yang tidak mempunyai hubungan makna ke dalam sebuah kalimat.

Kepaduan kalimat adalah hubungan timbal balik yang tepat antarunsur pembentuk kalimat. Unsur pembentuk kalimat meliputi kata, frasa, klausa, serta tanda baca yang membentuk S-P-O-Pel-Ket dalam kalimat. Koherensi atau kepaduan menyangkut pemakaian kata tugas yang tepat.

Kesejajaran atau kepararelan adalah pemakaian bentuk gramatikal yang sama untuk bagian-bagian kalimat tertentu atau terdapatnya unsur-unsur yang sama derajatnya dengan pola kalimat yang sama. Misalnya dalam sebuah perincian, jika unsur pertama menggunakan verba, unsur kedua dan seterusnya juga verba. Jika unsur pertama berbentuk nomina, bentuk berikutnya juga nomina.

Ketepatan adalah kesesuaian pemakaian unsur-unsur yang membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian bulat dan pasti. Di antara semua unsur yang berperan dalam pembentukan kalimat, kata memegang peranan terpenting. Tanpa kata, kalimat tidak akan ada. Akan tetapi, kita harus memilih dengan akurat satu kata, satu frasa, satu idiom, dan satu tanda baca demi terciptanya makna yang bulat dan pasti.

Kelogisan  adalah  penalaran  atau  alur  berpikir  yang  masuk  akal.  Agar efektif, kata-kata dalam sebuah kalimat tidak boleh menimbulkan makna ambigu (ganda) atau tidak boleh mengandung dua pengertian. Sebuah kalimat yang benar strukturnya, pemakaian tanda baca, kata atau frasanya, dapat menjadi salah jika maknanya lemah dari segi logika berbahasa.

Penulisan kalimat dalam sebuah karangan hendaknya sesuai dengan ketentuan penulisan kalimat efektif. Hal tersebut bertujuan agar karangan yang kita tulis dapat sampai ke pembaca sesuai dengan informasi atau pesan yang kita sampaikan. Oleh karena itu, mahasiswa perlu pengetahuan dasar tentang menulis kalimat efektif untuk bekal mengembangkan karangannya.

3. Paragraf Efektif

Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru (Kuncoro, 2009:72). Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan  atau  spasi.  Demikian pula  dengan  paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.

Paragraf merupakan susunan beberapa kalimat atau satuan bahasa yang saling  berhubungan dan  padu.  Kalimat-kalimat di  dalam  suatu  paragraph hendaknya disusun secara sistematis, sehingga dapat dijelaskan hubungan antara kalimat  yang satu dan kalimat yang lainnya dalam paragraf. Selain itu, paragraf merupakan satu kesatuan ide yang dirangkai dalam beberapa kalimat secara padu dan utuh.

Sementara itu, Akhadiah (1999:144) menerangkan bahwa paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat penjelas, sampai dengan kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. 

Pengertian lain dari paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang merupakan gabungan beberapa kalimat yang mengandung satu pokok pikiran atau pikiran utama.  Dalam  kenyataannya,  terkadang kita menemukan  paragraf  yang hanya terdiri atas satu kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam itu dianggap sebagai pengecualian karena di samping bentuknya yang kurang ideal jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu tidak dipakai dalam tulisan ilmiah.

Berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa paragraf merupakan sekumpulan kalimat yang dirangkai atau dihubungkan sehingga membentuk suatu gagasan tertentu. Paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf yang terbentuk berdasarkan sifat dan tujuan, berdasarkan letak kalimatnya, dan berdasarkan isinya. Sebuah paragraf yang baik harus memperhatikan beberapa persyaratan agar terbentuk suatu gagasan yang mudah dimengerti oleh pembaca.

Widjono (2007) menyebutkan beberapa ciri paragraf efektif sebagai berikut: (1) kalimat pertama menjorok ke dalam delapan ketukan, (2) paragraf mempunyai satu pokok pikiran atau satu gagasan utama, (3) setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menguraikan, menjelaskan, atau menerangkan pikiran utama dalam kalimat topik, (4) mempunyai pikiran penjelas, padu, mengandung kesatuan ide, dan menggunakan ejaan yang benar.

Syarat sebuah paragraf, yaitu di setiap paragraf harus memuat dua bagian yakni kalimat pokok dan kalimat penjelas. Kalimat pokok biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat inti yang memuat ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Kalimat inti berisi suatu pernyataan yang akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas. Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

Paragraf efektif harus memenuhi dua syarat lain, yaitu adanya kesatuan dan kepaduan. Kesatuan paragraf artinya jika seluruh kalimat dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok atau satu masalah. Apabila dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide. Kepaduan paragraf dapat diketahui dari  susunan  kalimat  yang  sistematis,  logis,  dan mudah  dipahami.  Kepaduan semacam itu dapat dicapai jika jalinan kalimat- kalimatnya terangkai secara apik.

Berdasarkan subtansi isi, gagasan pengembang di dalam paragraf dapat dipilah atas kategori-kategori berikut: (1) fakta, (2) contoh, (3) definisi, (4) ilustrasi, (5) penjelasan atau eksplanasi, (6) rincian spesifik, (7) analogi, (8) sebab akibat. Gagasan  pengembang dapat  pula  hasil  kombinasi  antara  pengembangan keenam gagasan tersebut.

Pengembangan paragraf dapat di kaji dari dua hal, yaitu   pengembangan gagasan secara internal atau deduktif dan pengembangan gagasan secara eksternal atau induktif. Pengembangan gagasan secara internal/deduktif adalah pengembangan paragraf    yang terjadi di dalam satu paragraf dalam bentuk pengembangan gagasan dasar ke dalam gagasan pengembang yang dilanjutkan dengan pengembangan kalimat topik  ke  dalam kalimat-kalimat pengembang.

Untuk pengembangan paragraf secara eksternal/induktif adalah pembentukan paragraf dalam teks dikaitkan dengan paragraf yang lain. Hasil pengembangan ini adalah untaian paragraf yang menunjukkan paragraf yang cocok dengan paragraf yang lain. Paragraf dibuat sebagai bagian karangan yang tak terpisahkan dari bagian karangan yang lain. Artinya, paragraf dikembangkan dalam hubungannya dengan paragraf lain dalam karangan.

3) Pendekatan Proses Menulis

Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menulis adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan menulis saat ini sudah mulai menggunakan pendekatan proses menulis. Artinya, pendekatan pembelajaran menulis yang dulu menekankan pada hasil tulisan saat ini bergeser ke pendekatan proses, yakni pendekatan pembelajaran menulis yang menekankan bagaimana caranya menulis. 

Menurut White (1989:7) karangan yang baik dalam prosesnya mempertimbangkan empat hal, yakni (1) the appeal target audience (menentukan target pembaca), (2) a coherent structure (struktur tulisan yang koheren), (3) a smooth, detailed development (ketuntasan pengembangan masalah tulisan), dan (4) an appropriate, well articulated style (gaya tulisan yang menarik). Selain itu, selama proses menulis, penulis perlu serangkaian aktivitas    yang    melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan) dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau editing). Ketiga fase tersebut akan dijabarkan seperti berikut ini.

a) Pramenulis

Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tompkins dan Hosskison (2002:17) mengatakan bahwa pramenulis adalah tahap persiapan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih topik, (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca, serta (3) mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. Tahap pramenulis sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap menulis selanjutnya.

Mahasiswa menyiapkan diri untuk menulis, mereka berpikir tentang tujuan penulisan. Misalnya, apakah mahasiswa akan menulis untuk menghibur, menginformasikan sesuatu, mengklarifikasi, membuktikan atau membujuk. Untuk membantu penulis merumuskan tujuan tersebut, penulis dapat bertanya pada diri sendiri, Apakah tujuan saya menulis topik ini? Mengapa saya menulis topik ini? Dalam rangka apa saya menulis? Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat membantu mahasiswa dalam menentukan tujuan menulis.

Selanjutnya, penulis memperhatikan sasaran tulisan (pembaca). Penulis merencanakan, apakah menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Penulis memperhatikan, siapa yang akan membaca, bagaimana level pendidikannya, serta apa kebutuhannya. Selain itu, penulis       harus mempertimbangkan bentuk atau struktur tulisan yang akan ditulis agar pembaca mudah memahami isi tulisan. Setelah memilih topik, menentukan tujuan (corak wacana), mempertimbangkan pembaca, maka langkah selanjutnya adalah menata ide-ide tulisan menjadi runtut. Penulis perlu menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka karangan digunakan seorang penulis untuk mempersiapkan diri menulis sebagai fase terakhir prapenulisan.

b)  Menulis. 

Setelah kerangka karangan tersusun, penulis siap melakukan kegiatan menulis. Kegiatan menulis adalah mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca (Keraf, 2004:34). Penulis menuangkan butir demi butir ide-idenya ke dalam tulisan. Penulis fokus menuangkan ide-ide dengan tetap memperhatikan aspek-aspek teknis menulis seperti struktur, ejaan, dan tanda baca.

Penulis mengungkapkan ide dan gagasan sekaligus memperhatikan bahasa dalam karangannya. Bagian isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama tulisan. Ide utama di dalam tulisan dapat diperjelas dengan ilustrasi, informasi, bukti, argumen, dan alasan. Oleh karena itu, penulis akan dituntut pada multiple competence terhadap bahasa dan gagasannya.

Ketika proses menulis, masalah yang sering dihadapi penulis adalah munculnya ide-ide baru. Sebaiknya, penulis tetap melanjutkan karangannya menjadi utuh sesuai dengan kerangka karangan. Untuk memperbaiki atau menambah ide-ide baru dapat dilakukan setelah karangan selesai ditulis. Agar tidak lupa, penulis dapat menyisipkan ide baru itu dengan mencatatnya pada kerangka karangan atau bagian tulisan yang diinginkan. Penulis dapat menambahkan ide itu sekaligus memperbaikinya setelah selesai menulis atau pada tahap penyuntingan. Pada fase ini, setiap butir yang telah direncanakan dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan jenis informasi yang disajikan, pola pengembangan, pembahasan, dan sebagainya. Setelah fase ini selesai, penulis membaca kembali, memeriksa, dan memperbaiki karangannya.

c) Pascamenulis

Pascapenulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar yang dihasilkan. Kegiatan ini meliputi penyuntingan dan merevisi. Tompkins dan Hosskisson (1995:57) menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur mekanik karangan seperti ejaan, puntuasi, diksi, pengkalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih mengarah perbaikan dan pemeriksaan subtansi isi tulisan. kegiatan pascamenulis (penyuntingan) dan  perbaikan karangan dapat dilakukan dengan langkah- langkah (1) membaca keseluruhan karangan, (2) menandai hal-hal yang perlu diperbaiki, atau  memberikan catatan  bila  ada  hal-hal  yang  harus  diganti, ditambahkan atau disempurnakan, (3) melakukan perbaikan sesuai dengan temuan saat penyuntingan.

Penyuntingan merupakan kegiatan merevisi atau perbaikan tulisan. Penyuntingan karangan meliputi perbaikan unsur mekanik dan subtansi isi. Fokus pada tahap ini adalah melakukan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Penulis memperbaiki karangannya pada ejaan dan tanda baca atau kesalahan bahasa yang lain. Tujuan penyuntingan agar karangan lebih mudah dan enak dibaca orang lain. Pada tahap penyuntingan, penulis   melakukan kegiatan (a) konsentrasi terhadap karangan, (b) membaca cepat untuk menentukan kesalahan, dan (c) memperbaiki kesalahan. Anda akan menjadi penyunting yang baik jika konsentrasinya terpusat pada karangan. Penyuntingan dapat dilakukan untuk karangan sendiri (self editing) ataupun karangan milik temannya (peerediting).

Pendapat Tompkins & Hoskisson (2010:52) fokus dalam proses menulis terletak pada apa yang dialami, dipikirkan, dan dilakukan dalam proses menulis. Tomkins & Hoskisson membagi proses menulis menjadi empat tahap, yaitu tahap: (1) persiapan (preparation stage), (2) inkubasi (incubation stage), (3) pencerahan (illumination and exucution stage), dan (4) verifikasi (verification stage). Berikut ini  disajikan  tabel  tentang langkah-langkah  kunci  menulis dengan pendekatan proses yang diadopsi dari teori Gail E. Tompkins

Tabel. Langkah-langkah kunci  menulis

 

No

 

Tahapan Menulis

 

Kegiatan

1

Pra menulis

Memilih topik

 

Menentukan tujuan menulis

 

Mengidentifikasi genre tulisan

 

Mengingat ide/gagasan untuk ide tulisan

2

Menyusun draf

Mengorganisasi ide dan menentukan tesis

 

Menulis sesuai dengan draf Mengembangkan      ide       tulisan      dan mengoreksi mekanik bahasa

3

Revisi

Membaca  kembali  tulisan  sesuai  dengan

 

konsep

 

Mendiskusikan tulisan dalam kelompok Membuat perubahan isi berdasarkan hasil diskusi

Konsultasikan dengan guru/dosen

4

Edit

Membaca dan merevisi sesuai dengan draf

 

Mengidentifikasi kesalahan ejaan dan tanda baca

Konsultasikan dengan pengajar

5

Publikasi

Mencetak tulisan yang sudah diperbaiki

 

Mendiskusikan dan meminta masukan dari audien.


d. Penggalian Ide

Bagaimana cara Anda memperoleh ide untuk menulis? Darimana Anda memperoleh ide tulisan? Tentunya tidak mudah bukan untuk memperoleh ide dalam menulis. Strategi paling baik untuk menggali ide adalah membaca. Dengan membaca, kita akan memperoleh informasi seluas-luasnya sebagai bahan untuk menulis. 

Bacalah dengan cepat semua sumber informasi yang disediakan oleh perpustakaan tentang subjek yang diminati. Ketika membaca mulailah dari sumber bacaan yang bersifat umum, kemudian berangsur-angsur ke bacaan yang lebih khusus. Tujuannya, agar informasi yang kita peroleh menjadi lebih fokus dan detail sehingga gagasan yang kita kembangkan menjadi lebih informatif.

Aktivitas menulis apapun, pendukung utamanya adalah membaca. Menulis dan membaca berkaitan erat karena menulis itu membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang memadai. Ketika menulis, seseorang dipersyaratkan mempunyai wawasan dan gagasan yang luas. Gagasan dan wawasan tersebut dapat diperoleh dari hasil membaca, pengamatan, dan diskusi. Oleh karena itu, menulis merupakan kerja intelektual yang harus dikembangkan pada diri seseorang.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan masalah/topik karangan adalah sebagai berikut.

1)   menarik perhatian Anda dan khalayak
2)   masalah-masalah yang masih hangat (aktual)
3)   peristiwa-peristiwa yang menjadi perhatian masyarakat
4)   data dan faktanya jelas serta mudah ditelusuri
5) masalah umum yang dikaitkan dengan budaya, seni, pariwisata, teknologi, Pendidikan, dan sastra
6)   budaya atau kebiasaan yang terjadi di lingkungan masyarakat
7)   memiliki sumber acuan dan pustaka.

Sumber ide untuk menulis sebenarnya dapat didapat dari mana saja. Banyak sekali sumber masalah/ide yang ada di sekitar lingkungan kita. Nah, di bawah ini terdapat beberapa cara mudah untuk memperoleh ide seperti membaca di perpustakaan, internet, kejadian sehari-hari, seminar, diskusi, wawancara dan pengalaman pribadi. Berikut ini penjelasan dari cara-cara penulis memperoleh sumber ide.

a). Membaca di perpustakaan

Perpustakaan adalah sumber mencari ilmu. Mahasiswa yang sedang mengerjakan penelitian hendaknya rajin mengunjungi perpustakaan, kemudian membaca buku, jurnal, dan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya. Membaca laporan hasil penelitian, biasanya di akhir laporan terdapat saran untuk penelitian lebih lanjut. Selain  itu,  cari  sebuah  topik  penelitian  dengan  bantuan  pembimbing  atau 
bertanyalah kepada tutor yang mengajar. Kevin Byron merangkum kiat untuk menemukan ide yaitu SCAMPER, dengan substitusi (substitute), kombinasi (combine), adaptasi (adapt), modifikasi (modify), lalu gunakan untuk hal lain (Put to other uses), menghilangkan (eliminate), dan melakukan sebaliknya (reverse). Maksud dari Kevin Byron adalah melakukan SCAMPER terhadap salah satu, sebagian, atau seluruhnya dari apa yang sudah diteliti orang.

b). Akses internet

Internet adalah jaringan yang mudah dan praktis untuk mencari ide. Internet menyediakan banyak sumber seperti: ebook, jurnal, dan laporan penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber referensi. Penggunaan internet harus selektif dalam memilih website atau link jurnal. Pilihlah website atau link yang sudah terpercaya dan jelas identitas penulisnya. Misalnya website jurnal milik Lembaga atau universitas yang sudah terpercaya.

c). Fenomena atau kejadian sehari-hari

Berjalan ke luar rumah dan cobalah buka mata telinga. Cobalah berwisata ke sekitar Anda agar lebih mengenal daerah sekitar. Beberapa tema penelitian seperti budaya, bahasa, ekonomi, dan pendidikan dapat ditemukan di luar rumah. Melihat budaya Indonesia seperti fenomena sosial, upacara adat, dokumen sejarah dapat menjadi inspirasi untuk penelitian mengenai bagaimana kondisi ekonomi, budaya, sejarah, sosial di sekitar. Observasi di sekitar kita akan menambah   wawasan serta cara termudah untuk mencari ide menulis bagi seseorang.

d). Seminar dan workshop

Seminar dan workshop sering diadakan di perguruan tinggi. Cobalah untuk ikut dalam sebuah seminar dan workshop. Beberapa topik atau masalah akan muncul dalam pembahasannya. Seminar biasanya dihadiri oleh beberapa pakar dan ahli sehingga masalah yang timbul dapat dijadikan bahan tulisan. 

e). Diskusi

Diskusi dapat  dilakukan dengan teman  sebaya, teman seprofesi, tutor  yang mengajar, maupun dosen ahli. Bergabung dengan organisasi profesi, seperti bergabung dengan mahasiswa lain dapat menambah wawasan terhadap keilmuan yang sedang ditekuni. Berdiskusi dengan teman mengenai topik-topik tertentu dapat memunculkan ide untuk membuat karya tulis. Setelah berdiskusi dengan teman dapat dilanjutkan berdiskusi dengan dosen apakah masalah tersebut layak ditulis atau tidak.

f).  Wawancara

Wawancara terhadap seseorang mengenai sebuah topik dapat memunculkan sebuah masalah. Misalnya saja wawancara seseorang mengenai tata kota di Yogyakarta. Wawancara dapat dilakukan kepada tokoh terkait dengan persoalan yang kita tulis.

g). Pengalaman pribadi

Cara yang paling mudah adalah gali pengalaman pribadi, bagaimana pengalaman pribadi selama ini yang paling bermakna. Apakah terdapat pengalaman yang membuatmu terkesan, misal perbedaan dialek suatau daerah atau perbedaan cara belajar. Atau Anda pernah melihat pada hari tertentu di sekitar  tempat  tinggal terdapat  upacara  adat  atau  aktivitas  budaya oleh masyarakat sekitar. Itu bisa menjadi sebuah ide untuk karanganmu.


Sumber: Pujiono, Setyawan. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 5 Keterampilan Berbahasa Produktif. Kemdikbud.
Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar