Konsepsi Sejarah Perjuangan Bangsa dalam perspektif Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Konsepsi  Sejarah  Perjuangan  Bangsa  dalam  perspektif  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Dilihat dari aspek keilmuannya, berdasarkan tradisi pertama social studies yaitu social studies taught as citizenship transmission, bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkan menjadi suatu program pendidikan yang mampu membentuk cultural unity (kesatuan budaya) yang didasarkan bahwa generasi muda harus mengetahui sejarah bangsanya (Wahab & Sapriya, 2011). Dalam hal ini pengalaman mengajar guru harus banyak menerapkan metode value inculcation (penanaman nilai) yang baik sebagai hasil impresi (pengaruh) dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak dahulu mulai dari masa perdagangan sehingga datangnya berbagai bangsa (Arab, Belanda, Spanyol, China, dll), masa memperjuangkan kemerdekaan, masa perjuangan cita-cita Indonesia yaitu Pancasila, simplisitas (kesatuan) ber-Bhineka Tunggal Ika, sampai pada masa kesepakatan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Urgensi lain pentingnya peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam membentuk cultural unity adalah warga negara yang sadar dan paham akan sejarah bangsanya dengan metode value inculcation sejarah bangsanya, adalah pengetahuan sejarah bangsanya sendiri mampu membentuk rasa patriotisme dan nasionalisme. Huang dan Liu (2018) menggambarkan rasa patriotisme dan nasionalisme dapat terbentuk jika seorang warga negara mengetahui betul akan sejarah bangsanya dan jika sebaliknya maka akan berdampak pada menurunnya tingkat patriotisme dan nasionalisme yang disebut mereka dengan istilah individuals national identity (identitas nasional individu).

Berdasarkan kerangka konseptual kompetensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, maka inti dari dimensi kepribadian seorang warga negara adalah civics virtue (kebajikan warga negara). Kebajikan warga negara sangat terkait pada dasar filsafat negara, dan ide dasar yang diyakini, dijunjung tinggi, dan diwujudkan sebagai kepribadian, yang tentunya berbeda dari negara satu ke negara lainnya, karena setiap negara-bangsa memiliki sejarah, geopolitik, ideologi  negara,  konstitusi,  dan konteks  kehidupan  masing-masing karena bersifat unik/khas. Untuk mewujudkan keutuhan pribadi warga negara diperlukan proses pendidikan yang secara koheren dan utuh mengembangkan dimensi psikologis tersebut melalui Kompetensi Inti yang berfungsi sebagai elemen pengorganisasi (organizing element).

Konstelasi (tatanan) psikososial kebajikan kewarganegaraan dalam konteks kehidupan negara-bangsa Indonesia pada dasarnya bersumbu pada nilai-moral Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional yang dilembagakan dalam tatanan nilai dan norma konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didukung dengan komitmen kolektif ber-Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, dan diwujudkan dengan semangat harmoni dalam keberagaman sesuai dengan kandungan manawi seloka Bhinneka Tunggal Ika.

Upaya mengembangkan kebajikan warganegara, dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam muatan sejarah perjuangan bangsa Indonesia banyak dikaitkan dengan upaya konstruksi 4 (empat) konsensus Indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat konsesus ini secara substantif merupakan tradisi perenialisme Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan secara praktis merupakan wujud dari tradisi esensialisme, progresifisme, dan konstruksionisme Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di sekolah. Tradisi-tradisi ini mengharuskan seorang guru untuk mampu menerapkan pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dapat membentuk cultural unity peserta didik dengan metode value inculcation yang terfokus pada urgensi sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai wujud pembentukan sikap patriotisme dan nasionalisme warga negara. 

Dalam perspektif pedagogis Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran, pengetahuan, kemampuan dan tanggung jawab warga negara akan sejarah perjuangan bangsa Indonesia adalah bentuk dari pengembangan civic virtue (keadaban warga negara) yang terwujud dalam sikap patriotisme dan nasionalisme. Bentuk civic virtue yang patriotik dan nasionalis dapat terwujud dengan sumbangsih holistik antara civic responsibility (skills, competence, dan participation), dengan civic confidence (knowledge dan disposition). Konsep pengembangan yang demikian, lebih jauh lagi tentu akan dapat melahirkan civic commitment (kemauan warganegara) untuk memahami sejarah bangsanya, dan turut berpartisipasi dan bertanggungjawab untuk melestarikan nilai baik yang didapat dari sejarah panjang perjuangan bangsa.


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar