Sejarah Sebagai Ilmu


 

Sejarah Sebagai Ilmu

Definisi sejarah sebagai ilmu memiliki beberapa persyaratan utama, yaitu obyek, tujuan, metode, kegunaan, sistematika, kebenaran, generalisasi dan prediksi.

a.  Obyek

Objek sejarah adalah aktivitas manusia pada masa lampau. Sejarah merupakan ilmu empiris. Sejarah seperti ilmu-ilmu lain yang mengkaji manusia, bedanya sejarah mengkaji aktivitas manusia dalam dimensi waktu. Aspek waktu inilah yang menjadi jiwa sejarah. Selanjutnya objek sejarah dibedakan menjadi dua, yakni objek formal dan objek material. Objek formal sejarah adalah keseluruhan aktivitas masa silam umat manusia. Objek material berupa sumber-sumber sejarah yang merupakan bukti adanya peristiwa pada masa lampau (Zed, 2002: 48). Bukti-bukti itu merupakan kesaksian sejarah yang bisa dilihat. Tegasnya, rekonstruksi sejarah hanya mungkin kalau memiliki bukti-bukti berupa dokumen atau jenis peninggalan lainnya.
 

b.  Tujuan

Menurut Sutrasno (1975: 22) sejarah bertujuan sebagai berikut; 1) Memberikan kenyataan-kenyataan sejarah yang sesungguhnya, menceriterakan segala yang terjadi apa adanya, 2) Membimbing, mengajar, dan mengupas setiap kejadian sejarah secara kritis dan realistis. Makin objektif (makin dekat kepada kenyataan sejarah yang sesungguhnya) makin baik, karena dengan demikian pembaca akan mendapat gambaran sesungguhnya tentang apa yang benar-benar terjadi.


c.   Metode


Metode ini berfungsi mencari kebenaran peristiwa masa lampau.

Metode sejarah bertumpu pada empat langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. metode sejarah bersifat universal, artinya metode sejarah dapat dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu lain untuk keperluan memastikan fakta pada masa lampau. Dengan semakin mendekatnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu sejarah, maka semakin terlihat pemanfaatan metode sejarah dalam ilmu-ilmu sosial. Di samping itu,  dalam  sejarah terdapat  metode sejarah  lisan,  kwantohistori  yang  dekat dengan statistik, psikohistori, dan sebagainya.

d.      Kegunaan

Menurut Widja (1988: 49-51) sejarah paling tidak mempunyai empat kegunaan, yaitu edukatif, inspiratif, rekreatif, dan instruktif.

1)  Guna edukatif adalah sejarah memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi orang yang mempelajari-nya. Menyadari guna edukatif dari sejarah berarti menyadari makna dari sejarah sebagai masa lampau yang penuh arti. Selanjutnya berarti bahwa kita bisa mengambil dari sejarah nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep-konsep kreatif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah-masalah masa kini dan selanjutnya untuk merealisir harapan-harapan di masa akan datang.
 

2)  Guna inspiratif terutama berfungsi bagi usaha menumbuhkan harga diri dan identitas sebagai suatu bangsa. Guna sejarah semacam ini sangat berarti dalam rangka pembentukan nation building. Di negara-negara yang sedang ber-kembang guna inspiratif sejarah menjadi bagian yang sangat penting, terutama dalam upaya menumbuhkan kebanggaan kolektif.
 

3)  Guna rekreatif menunjuk kepada nilai estetis dari sejarah, terutama kisah yang runtut  tentang tokoh  dan  peristiwa.  Di  samping  itu,  sejarah  memberikan kepuasan dalam bentuk “pesona perlawatan”. Dengan membaca sejarah seseorang bisa menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman lampau dan tempat yang jauh untuk mengikuti berbagai peristiwa di dunia ini.
 

4)  Guna instruktif adalah fungsi sejarah dalam menunjang bidang-bidang studi kejuruan/ketrampilan seperti navigasi, teknologi senjata, jurnalistik, taktik militer, dan sebagainya.


Kuntowijoyo (1995: 19-35) membedakan guna sejarah menjadi guna ekstrinsik dan guna intrinsik. Guna intrinsik sejarah meliputi, (1) sejarah sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara  mengetahui masa lampau, (3)  sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan (4) sejarah sebagai profesi. Guna ekstrinsik merupakan manfaat sejarah terutama di bidang pendidikan. Sejarah mempunyai fungsi pendidikan, yaitu sebagai pendidikan (1) moral, (2) penalaran, (3) politik, (4) kebijakan, (5) perubahan, (6) masa depan, (7) keindahan, (8) ilmu bantu. Dalam guna ekstrinsik selain pendidikan, sejarah juga berfungsi sebagai (1) latar belakang, (2) rujukan, dan (3) bukti.


e.    Sistematika


Bentuk sistematika dalam sejarah berupa periodisasi dan percabangan dalam ilmu sejarah. Periodisasi adalah pemenggalan waktu dalam periode-periode dengan menggunakan kriteria tertentu. Secara garis besar materi sejarah dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok teori sejarah dan kelompok kajian sejarah. Kelompok teori sejarah, seperti Pengantar Ilmu Sejarah, Filsafat Sejarah, Metodologi dan Historiografi. Kelompok kajian sejarah masih terbagi lagi dalam sejarah dunia, sejarah Indonesia dan sejarah tematis. Masing-masing masih terpecah dalam cabang-cabang lagi, seperti sejarah tematis terdiri atas sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah maritim, dan sebagainya.


f.   Kebenaran

Sedikitnya ada dua teori kebenaran yang biasanya bisa dikaitkan dengan usaha pengujian kebenaran fakta, yaitu kebenaran korespondensi dan kebenaran koherensi. Kebenaran korespodensi menyatakan bahwa sesuatu itu (suatu pernyataan) benar apabila sama dengan realitasnya. Apa yang disebut realitas dalam konteks sejarah adalah kenyataan yang benar-benar telah terjadi, suatu kenyataan seperti apa adanya yang tidak tergantung pada orang yang menyelidikinya. Sedangkan kebenaran koherensi menyatakan bahwa sesuatu itu (suatu pernyataan) benar jika cocok dengan pernyataan-pernyataan lain yang pernah diucapkan/dinyatakan dan kita terima kebenarannya. Jadi, kebenaran itu tidak dicari dalam hubungan pernyataan dengan realitas, tapi antara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya.
Oleh karena sejarah terjadi satu kali, pada masa lampau, dan tidak bisa diulang, maka dari dua teori kebenaran itu, teori kebenaran koherensi yang tepat bagi sejarah.
Meskipun kebenaran sejarah juga terkait dengan hasil intepretasi para sejarawan yang sudah mengadakan tahap-tahap dalam penelitian.


g.  Generalisasi

Generalisasi atau kebenaran-kebenaran yang bersifat umum sering terabaikan dalam kajian sejarah. Sejarawan biasanya tidak menjadikan generali-sasi sebagai tujuan utamanya. Sejarawan lebih memusatkan perhatian pada usaha menerangkan, untuk kemudian mengartikan jalan yang sebenarnya dari peristiwa- peristiwa khusus, yaitu kejadian-kejadian dalam dimensi waktu, ruang, dan kondisi-kondisi tertentu (Widja, 1988: 3).

Akan tetapi, banyak juga sejarawan yang membicarakan sifat-sifat umum, di samping juga kekhususan, dari masing-masing revolusi, seperti revolusi Perancis, revolusi Amerika, revolusi Indonesia, dan sebagainya. Demikian juga Kartodirdjo (1984) telah berhasil memberikan generalisasi tentang gerakan-gerakan protes di Jawa.

h.  Prediksi

Prediksi dapat diartikan sebagai berlakunya hukum dikemudian hari. Hukum sejarah adalah keteraturan yang dapat diserap pada sejumlah kejadian, yang memberikan rupa persamaan pada perubahan-perubahan keadaan tertentu dalam sejarah. Dalam sejarah keteraturan yang menjadi unsur utama dari suatu hukum dikaitkan dengan suatu kondisi tertentu, yaitu sepanjang keteraturan itu bisa diserap pada sejumlah kejadian yang berarti pula tidak ada jaminan bahwa keteraturan itu bisa diterapkan pada setiap kejadian, dan bahwa kejadian-kejadian itu dibatasi hanya kejadian yang punya rupa persamaan, bukan kejadian yang memang benar-benar sama (identik). Dengan kata lain, hukum itu berlaku apabila bisa dilihat unsur-unsurnya pada peristiwa, kalau tidak maka berarti hukum itu tidak berlaku.
Kenyataan ini tidak menghalangi usaha untuk memproyeksikan pengalaman masa lampau ke situasi masa kini dan akan datang. Meskipun tidak dengan landasan prediksi seperti yang terjadi dalam ilmu alam.






source : modul pppk sejarah

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar