Perjuangan Fisik dan Konfrontasi Mempertahankan Kemerdekaan


Perjuangan Fisik dan Konfrontasi Mempertahankan Kemerdekaan

•    Kedatangan Sekutu di Indonesia.

Sekutu datang ke Indonesia pada 29 September 1945 dianggap relatif terlambat, apabila dilihat dari penyerahan Jepang, yaitu 14 Agustus 1945. Namun demikian, tidak dinilai terlambat apabila dilihat dari waktu penandatanganan piagam penyerahan Jepang kepada Sekutu pada 12 September 1945. Ada dua hal yang menyebabkan Sekutu terlambat datang ke Indonesia, pertama, Sekutu harus melakukan koordinasi di antara negara-negara anggota Sekutu, yang kedua, Sekutu harus mengirim dan menunggu informasi tentang keadaan di Indonesia dari pasukan mata-mata .

Sejak memenangkan Perang Dunia II, Sekutu menguasai wilayah yang sangat luas, di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada waktu yang relatif sama, Sekutu dalam hal ini Inggris yang sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata-mata untuk mengetahui kondisi di Indonesia sejak diserahkan oleh Jepang. Ternyata Sekutu datang ke Indonesia diboncengi NICA (Nederlands Indies Civil Administration), yaitu suatu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali menguasai Indonesia. Inggris sebagai Sekutu yang ditugaskan ke Indonesia, ternyata telah mengadakan perjanjian rahasia dengan Belanda, yang disebut Civil Affair Aggreement pada 24 Agustus 1945. Isi perjanjian itu adalah Tentara Pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama Pemerintah Belanda, dalam melaksanakan tugas pemerintahan sipil akan dilaksanakan oleh NICA dibawah tanggungjawab Komando Inggris, kekuasaan itu kemudian akan dikembalikan kepada Pemerintah Belanda.

•    Pertempuran Surabaya

Kedatangan tentara Inggris di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby. Pada tanggal 27 Oktober 1945 tentara Inggris mulai menduduki gedung pemerintahan, yang dipertahankan oleh rakyat dan pemuda Indonesia sehingga terjadi pertempuran. Tanggal 29 Oktober 1945 atas permintaan Letnan Jenderal Christison, Presiden Soekarno terbang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran. Usaha Bung Karno berhasil dengan tercapainya gencatan senjata. Pada tanggal 31 Oktober 1945 tersiarlah berita bahwa Brigadir Jendral Mallaby hilang kemudian ternyata terbunuh. Karena tidak dapat menangkap pembunuhnya, maka pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal Manserg dengan surat sebaran menyampaikan ultimatum.

Sampai tangal 10 November 1945, jam 06.00 pagi tidak ada seorang pun dari bangsa Indonesia yang datang menyerahkan diri. Saat itu jugalah mengguntur dentuman meriam-meriam Inggris yang dimuntahkan pelurunya di kota Surabaya. Rakyat dan pemuda Surabaya masih juga mencoba mempertahankan kotanya, namun senjata ringan dan bambu runcing tak berdaya menghadapi meriam- meriam berat dan tank-tank Inggris sehingga terpaksa pasukan bersenjata Indonesia mengundurkan diri ke jurusan Mojokerto.

•    Perang Aceh

Pasukan-pasukan Aceh dari Divisi Gajah I ditempatkan satu resimen di Medan Area (RIMA). Batalyon I dan II menduduki Medan Tengah dan Selatan. Divisi Gajah II akan menduduki Medan Barat, Panglima Divisi Gajah II Kolonel Simbolon. Divisi Gajah I menduduki Kota Medan. Batalyon Meriam Kapten Nukum Sanami, berada di Medan Timur, Batalyon NIP Xarim, Batalyon Bejo dan Batalyon Laskar Rakyat lainnya membantu Divisi Gajah II. Pada hari H yang telah ditentukan Gajah I dan Gajah II, tidak berhasil menduduki Kota Medan. Kompi Gajah I berhasil masuk di jalan raya Medan-Belawan, Tandem Hilir.

Namun setelah dua hari mundur kembali, karena Jalan Medan Belawan dapat diduduki Belanda kembali. Pada Clash ke I, 21 April 1947, Belanda dapat menguasai daerah Medan Area dan mundur dari Medan Area. Yakin Belanda akan meneruskan serangannya menduduki Pangkalan Berandan daerah minyak, pasukan RI membumi-hanguskan Pangkalan Belanda. Selanjutnya, pasukan mundur ke Tanjung Pura, setelah tiga hari di Tanjung Pura terpaksa pasukan RI meninggalkannya karena Belanda langsung merebut Tanjung Pura. Pasukan RI bertahan di tepian Sungai Tanjung Pura, setelah tiga hari, bertahan di tepi sungai, Belanda menguasai seluruh Sungai Tanjung Pura dan pasukan RI mundur ke Gebang, Gebang perbatasan daerah Aceh Sumatera Timur. Pasukan baru didatangkan dari daratan Aceh, satu resimen untuk bertahan di Gebang (Poesponegoro, 1993).

•    Perang Ambarawa

Gerakan maju Tentera Inggris ke Ambarawa dan Magelang pada tanggal 14 Disember 1945 akhirnya dapat dipukul mundur yang dalam peristiwa sejarah dikenal sebagai Palagan Ambarawa. Pada akhir September 1946, tentera Belanda mengambil alih posisi dan wilayah pendudukan dari tentara Sekutu (Inggris) sesudah mendatangkan bala bantuan dari negeri Belanda yang dikenal dengan “Divisi 7 Desember”. Hingga bulan Oktober 1946, Belanda telah dapat menghimpun kekuatan militernya sebanyak 3 divisi di Jawa dan 3 Brigade di Sumatera. Tentera Inggris menyerahkan secara resmi tugas pendudukannya kepada Tentera Belanda pada tanggal 30 November 1946. Dari segi perimbangan kekuatan militer pada masa itu, pihak Belanda telah merasa cukup kuat untuk menegakkan kembali kekuasaan dan kedaulatannya di Indonesia, dengan memaksakan keinginannya terhadap rakyat dan pemerintah Republik Indonesia (Marwoto, 2008).

•    Perang Bandung Lautan Api

Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung sejak pertengahan Oktober 1945. Menjelang November 1945, pasukan NICA melakukan aksi teror Bandung. Meskipun pihak Indonesia telah mengosongkan Bandung utara, tapi sekutu menuntut pengosongan sejauh 11 km. Hal itu menyebabkan rakyat bandung marah. Mereka kemudian melakukan aksi pertempuran dengan membumihanguskan segenap penjuru Bandung selatan. Bandung terbakar hebat dari atas batas timur Cicadas sampai batas barat Andir. Satu juta jiwa penduduknya mengungsi ke luar kota pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946 meninggalkan Bandung yang telah menjadi lautan api (Badrika, 2006).

•    Pertempuran Medan Area

Keangkuhan dan provokasi Belanda semakin meningkat sejak pendaratan Sekutu. Di Medan titip api pergolakan ada di Pension Wilhelmina di seberang Pasar Sentral Jalan Bali, yang dijadikan asrama dan markas serdadu Ambon bekas KNIL yang dipimpin Westerling. Pada Sabtu pagi, tanggal 13 Oktober 1945 serombongan orang sudah berkumpul di luar markas tesbeut, karena tersiar berita bahwa seorang pengawal dari Suku Ambon telah merenggut dan menginjak-injak lambang/emblem merah putih yang dipakai seorang anak Indonesia. Terjadilah pergolakan, beberapa orang luka-luka. 

Di tengah baku hantam itu, dua orang Belanda yang berada di atas kendaraan melepasakan tembakan-tembakan ke arah rombongan masyarakat, satu orang tewas. Pasukan Jepang bersama dengan barisan bekas militer BPI pimpinan Ahmad Tahir yang akan beralih menjadi TKR datang untuk meredakan pertempuran. Akhirnya pihak Sekutu berjanji untuk memindahkan orang Ambon dari Pension Wilhelmina. Sementara itu, serdadu Jepang mengambil senjata-senjata dari gedung itu dan menempatkan pengawalnya di pintu pagar. Masyarakat Medan membubarkan diri pukul 13.30 dengan meninggalkan dua orang Indonesia dan seorang wanita Ambon yang meninggal dunia (Reid, 1987).

•    Agresi Militer Belanda I

Latar belakangnya adalah adanya penolakan pihak Republik Indonesia terhadap tuntutan Belanda yang berisi tentang keharusan RI untuk mengirim beras dan penyelenggaraan gendarmie (keamanan dan ketertiban bersama). Serangan ini dilakukan pada tanggal 21 Juli 1947 dengan sasaran kota besar di Jawa, daerah perkebunan dan pertambangan. Tujuan Belanda melakukan serangan atas RI ialah penghancuran RI. Untuk melakukan itu Belanda tidak dapat melakukan sekaligus, oleh karena itu pada fase pertama Belanda harus mencapai sasaran (Moedjanto, 1989).

Tanggal 30 Juli 1947 pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar agenda Dewan Keamanan PBB. itu diterima dan dimasukkan sebagai agenda dalam pembicaraan sidang Dewan Keamanan PBB. India membela RI karena solidaritas Asia terutama sesudah konferensi internasional di New Delhi pada Maret 1947 di mana Indonesia ikutserta. Lagipula hubungan RI-India baik sekali karena politik beras Syahrir (antara 1946-1947), yaitu Indonesia membantu India yang sedang dilanda kelaparan dengan mengirim beras sebanyak 700.000 ton. Dalam laporanya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa 30 Juli 1947-4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih melakukan gerakan militer. 

Setelah beberapa minggu tidak ada keputusan, akhirnya pada 25 Agustus 1947 usul AS diterima sebagai keputusan DK PBB. Usul AS adalah pembentukan Committee of Good Officer (Komisi Jasa-Jasa Baik) untuk membantu kedua belah pihak menyelesaikan pertikaian. Atas dasar putusan DK PBB tersebut, pada 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, RI memilih Australia, dan kedua negara memilih negara ketiga yaitu AS. Komisi jasa-jasa baik, selanjutnya disebut KTN (Komisi Tiga Negara), yang beranggotakan Dr. Frank Graham (AS), Paul Van Zeelan (Belgia), dan Richard Kirby (Australia). Sebelum KTN terbentuk dan belum datang ke Indonesia, Belanda terus melakukan langkah-langkah yang merugikan RI. KTN mampu memaksa Belanda untuk mengadakan perundingan dengan Indonesia, yaitu Perundingan Linggarjati (Romadi, 2001: 14).

•    Agresi Militer II.

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan keduanya terhadap Indonesia. Latar belakangnya adalah adanya pengingkaran Belanda atas hasil perjanjian Renville di mana Belanda tidak mau lagi terikat dengan perjanjian Renville. Serangan diawali penerjunan pasukan payung di pangkalan udara Maguwo dan menduduki ibu kota Yogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memutuskan tetap tinggal di Ibukota. Namun Sukarno Hatta beserta sejumlah menteri dan S. Suryadarma ditawan Belanda. Sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Soekarno telah mengirim radiogram yang berisi perintah kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang sedang berkunjung ke Sumatra untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) (Supriatna, 2002).

Dalam satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan melakukan pukulan-pukulan secara teratur kepada musuh. Serangan umum yang dilaksanakan terhadap kota-kota yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh pasukan TNI dan yang dikenal sebgai Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Suharto. Dalam masa perjuangan itu para pelajar membentuk tentara-tentara pelajar. Para pelajar di Jawa Timur membentuk Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI) dan Tentara Genie Pelajar (TGP) yang terdiri dari pelajar sekolah teknik (Notosusanto, 1971).

•    Indonesia Mengahadapi Agresi Militer Belanda II

Langkah Politik/Diplomasi. Pada pukul 23.30 tanggal 18 Desember 1948, Cochran mendapat surat dari delegasi Belanda di Jakarta untuk disampaikan kepada KTN di Yogyakarta. Isi surat tersebut adalah Belanda tidak terikat lagi dengan isi perjanjian Reville. Dengan alasan bahwa PM Hatta menolak intervensi Belanda di wilayah RI dan menganggap penolakan tersebut dari Indonesia melanggar ketentuan, dan Belanda mantap untuk menyerang Yogyakarta secara mendadak. Mendengar berita penyerbuan tentara Belanda secara mendadak, Kabinet RI pun bersidang. Sampai tahun 1949, Belanda sudah memasukkan 145.000 pasukan ke Indonesia, namun hanya berhasil menguasai kota-kota dan jalan raya, sedangkan pemerintahan RI tetap berjalan wajar di desa-desa. TNI secara gerilya tetap melawan Belanda. Rakyat dan pemerinhan sipil melakukan politik non cooperasi dan ikut bergerilya pula (Poesponegoro, 1993).

Langkah Militer/Konfrontasi. Sebelum Belanda melancarkan serangan terhadap Kota Yogyakarta 19 Desember 1948, Panglima Besar Jenderal Sudirman pada 9 November 1948 telah mengeluarkan perintah perubahan siasat pertahanan, yang terkenal dengan Perintah Siasat Nomor 1. Dalam perintah sisaat tersebut intinya merupakan penjabaran dari Pertahanan Rakyat Semesta (Poesponegoro, 1983).

Wehrkreise istilah bahasa Jerman yang berarti lingkaran pertahanan. Sistem wehrkreise artinya pertahanan dalam lingkaran-lingkaran pertahanan yang dapat berdiri sendiri, namun dapat juga saling membantu dan mendukung dengan lingkaran pertahanan yang lain. Prajurit yang sudah mundur dari garis pertahanan pertama dapat menggabungkan diri dengan daerah pertahanan berikutnya. Dengan demikian, maka gerak musuh dapat dihambat.

•    Reaksi Dunia Terhadap Agresi Militer Belanda II

Negara Asia dan Afrika. Tanggal 20-23 Januari 1949, atas prakarsa Perdana Menteri India dan Birma, diselenggarakan Konferensi Asia untuk membahas masalah Indonesia. Konferensi Asia mengeluarkan tiga resolusi untuk penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda, yang isinya antara lain berupa kecaman keras terhadap agresi militer Belanda di Indonesia. Di antara resolusi- resolusi yang diterima oleh konferensi, sebuah berisi rekomendasi kepada Dewan Keamanan. Teks resolusi ini telah dikawatkan kepada Dewan Keamanan. Teks resolusi ini disusun dengan mengakui sepenuhnya wewenang Dewan Kemanan, terutama dalam hasrat hendak membantu memecahkan masalah Indonesia (Supriatna, 2002).

Perubahan Sikap Amerika Serikat. Amerika Serikat sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya selalu mendukung Belanda. Berdasarkan analisis dari berbagai sumber, Dr. Baskara T. Wardaya (2006), menyampaikan bahwa Amerika Serikat selalu mendukung Belanda untuk menduduki kembali Indonesia. Ada sejumlah alasan bagi Amerika Serikat untuk menempatkan pada posisi demikian (Kahin, 2013). Pertama, ketakutan akan komunisme. Kedua, pentingnya Indonesia bagi kepentingan ekonomi Belanda. Indonesia yang kaya dengan berbagai sumber daya alam seperti minyak, emas, karet, bauxite, kopra dan lain-lain telah menjadi sumber utama ekonomi Belanda selama masa penjajahan. Ketiga, kepentingan ekonomi Amerika.

PBB. Dewan Keamanan PBB segera bersidang pada tanggal 24 Januari 1949 sebagai reaksi terhadap Agresi Militer Belanda II sekaligus tanggapan terhadap desakan negara-negara Asia dan Afrika dalam pertemuan di New Delhi (India). Pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan beberapa resolusi (Kahin, 2013).

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar