Bentuk Teater Tradisional
Teater
tradisional adalah teater yang berkembang dikalangan rakyat, yaitu suatu
bentuk seni pertunjukan yang bersumber dari tradisi masyarakat
lingkungannya. Teater tradisional merupakan hasil kreativitas suatu suku
bangsa. Teater tradisional bersumber dari karya sastra lama atau sastra
lisan daerah yang berupa dongeng, hikayat, atau cerita-cerita daerah
lainnya.
Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kegiatan
berteater yang tumbuh dan berkembang secara turun-tenurun. Kegiatan ini
masih bertahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang erat hubungannya
dengan budaya agraris (bertani) yang tidak lepas dari unsur-unsur ritual
kesuburan, siklus kehidupan maupun hiburan, misalnya untuk memulai
menanam padi harus diadakan upacara khusus untuk meminta bantuan leluhur
agar padi yang ditanam subur, berkah, dan terjaga dari berbagai
gangguan. Juga ketika panen, sebagai ucapan terima kasih maka
dilaksanakan upacara panen. Saat peringatan tingkat-tingkat hidup
seseorang (kelahiran, khitanan, naik pangkat, status,kematian, dan
lain-lain) juga selalu ditandai dengan peristiwa-peristiwa teater dengan
penampilan berupa tarian,nyanyian maupun cerita, dan dengan acara atau
tata cara yang unik dan menarik.
1) Teater sarana upacara
Sebagian
besar teater tradisional di Bali dan Kalimantan banyak yang lahir dari
kelompok yang pada mulanya digunakan untuk “sarana upacara”, yang berupa
tarian pengiring dan paduan suara dari suatu upacara yang bersifat
ritual. Pada saat teater dijadikan sarana upacara ritual, sebetulnya
belum kita temukan bentuk teater yang utuh, tetapi masih berupa
unsur-unsur teater yang digunakan untuk memperkuat keperluan upacara.
Contoh- contoh teater yang pada mulanya masih terkait dan digunakan
untuk sarana upacara ritual dapat kita temukan di Bali, diantaranya:
Topeng Pajegan dan Tarian Sanghyang Jaran dan Hudoq yang terdapat di
Kalimantan.
2) Teater tutur
Jenis teater tutur dapat di temukan di berbagai daerah Indonesia. Bentuk penyajiannya beraneka macam, ada yang diceritakan dengan cara berdendang, ada yang disertai dengan iringan alat musik sederhana, misal gendang, seruling dan alat petik. Bahkan ada yang disertai gerak-gerak yang ritmis sambil duduk. Bentuk teater yang hanya diceritakan tersebut, sekaligus digunakan sebagai alat penyebaran sastra lisan, yang disampaikan dengan cara bertutur. Beberapa contoh teater tutur yang ada di Indonesia;
- Sahibul hikayat
Merupakan
salah satu jenis teater tutur yang terdapat di Betawi, sekarang DKI
Jakarta. Sahibul Hikayat bentuk sastra lisan yang dipertunjukkan. Pada
jaman sastra lisan, masyarakat belum mengenal tulisan, untuk
menyebarluaskan sastra lisan tersebut, orang bercerita. Sastra lisan
hidup dan berkembang dengan cara diceritakan dari mulut ke mulut. Pada
masa itu, teater tutur merupakan media untuk menyebarkan sastra lisan,
dan berfungsi sebagai sarana "komunikasi". Seorang pencerita (tukang
cerita), dapat juga dianggap sebagai "juru bicara" yang harus pandai
menyampaikan "pesan"nya, mahir bercerita.
Sahibul hikayat pada masa
lalu, umumnya dipakai untuk keperluan "hajatan". Hiburan bagi yang punya
hajat antara lain untuk keperluan khitanan, syukuran, dan lain
sebagainya. Sahibul hikayat biasanya dimainkan oleh seorang pencerita
Seorang pencerita adalah seorang seniman yang mengungkapkan kemahirannya
dengan menggunakan media ekpresi suara (vokal).
Pencerita tidak
berbeda dengan seorang aktor, pemain. Dengan ketrampilan suaranya,
dengan vokal yang "ekpresif' , ia harus dapat menggambarkan berbagai
macam karakter watak tokoh yang sedang ia ceritakan. Seorang pencerita
sahibul hikayat yang mahir akan membawa penonton asyik mengikuti, dengan
selingan humor-humor yang segar dan khas Betawi.
- Pantun Sunda
Merupakan
teater tutur yang terdapat di Jawa Barat. Seperti halnya teater rakyat
umumnya yang berfungsi untuk keperluan upacara dan hiburan, masyarakat
Jawa Barat pada waktu mempunyai hajat kenduri untuk keperluan upacara
khitanan atau kawinan biasa mengundang rombongan wayang golek atau
mengundang tukang pantun yang dalam pertunjukannya diiringi oleh kecapi.
Penyampaian
cerita baik yang berupa narasi (penceritaan), percakapan ataupun
deskripsi (pelukisan), selalu diiringi oleh kecapi atau tarawangsa
(rebab khas sunda). Banyak pengarang sastra sunda yang bertolak dan
terpengaruh oleh sastra lisan pantun sunda. Bukan saja cerita- ceritanya
bersumber dari pantun Sunda, tetapi juga susunan sebagai karya yang
puitis, bersumber dari pantun sunda.
- Dalang Jemblung
Merupakan salah satu jenis teater tutur yang unik dan spesifik Banyumas. Teater tutur yang tidak menggunakan peralatan musik tradisi' tetapi oara pemain mengandalkan suara (vokal) sebagai musik pengiring. Suara para pemain menyuarakan bunyi alat musik gamelan Jawa. Para pemain tidaksaja memainkan tokoh yang ia perankan (biasanya beberapa peran ia mainkan), tetapi juga merangkap sebagai "bunyi alat musik" yang mereka inginkan.
Dalang
jemblung merupakan teater tutur yang paling sederhana dan paling murni,
yang semua diekspresikan melalui media ungkap yang paling esensial,
yaitu suara. Dengan kemampuan suaranya, para pemain dapat menggambarkan
suasana cerita, kejadian, watak dari berbagai tokoh yang seolah-olah
dimainkan berpuluh-puluh orang. Pakaian para pemain dalang jemblung
sangat sederhana, yaitu pakaian lengkap daerah Banyumas, terdiri dari
jas tutup atau surjan, kain batik, belangkon (iket) dan memakai selop
(sandal).
- Kentrung
Merupakan sebuah
teater tutur yang terdapat di Jawa Timur, namun demikian di Jawa Tengah
pun ada juga ditemukan Kentrung semacam itu. sebutan Kentrung sebenarnya
berasal dari peralatan tabuhan yang berbunyi ‘trung, trung, trung'.
Alat yang digunakan tersebut dinamakan terbang atau rabana, termasuk
alat musik yang disebut membranofon. Kesenian rakyat Kentrung serumpun
dengan Thempling (Kempling) dan juga serumpun dengan Jemblung (dalang
jemblung). Kesenian semacam ini masih banyak seperti singir-sigiran,
sesingiran, salawatan, hadrah, kasidahan dan lain sebagainya.
Bentuk
teater tutur yang disebut Kentrung, biasanya dimainkan oleh satu orang,
yang bertindak sebagai juru cerita (pembawa tutur) dan sekaligus juga
memainkan (menabuh) alat musiknya yang berupa "terbang" besar, yang
sering juga disebut (alat) kentrung' Sering pula alatnya tersebut tidak
hanya satu tetapi dua atau tiga. Kentrung besar ditambah satu alat dua
kentrung kecil dengan nada yang berbeda. Kedua terbang tersebut
dinamakan terbang lanang (laki-laki) dan terbang wadon (perempuan). Di
beberapa daerah, kentrung dimainkan lebih dari satu orang, dua atau
bahkan sampai lima orang sebagai satu tim. Kentrung asli kentrung
sebenarnya dilakukan oleh satu orang, seperti dalang yang bercerita.
- Cakepung
Teater
tutur asal Bali. Di lombok disebut Cakepung. Cakepung sebenarnya
merupakan perkembangan dari "seni membaca lontar", yang di Bali disebut
"geguritan". Menurut keterangan Lalu Gede Suparman, dalam tulisan
berjudul Naskah Cepung, teater bertutur itu timbul di Desa Jelantik
(Lombok) pada abad ke-18. Cakepung itu pada awalnya diperkenalkan oleh
dua bersaudara bemama Maoi dan Mali. Adapun menurut Ida Wayan Padang,
Cakepung muncul di Karangasem pada tahun l920-an.
Jumlah pemain pada
Cakepung ini biasanya lima sampai delapan orang. Setiap orang memegang
tugas tertentu. Pembagian peran itu adalah:
1. seorang pemain
suling berukuran menengah, khas Cakepung; 2. seorang pemain suling
kecil; 3. seorang pemain rebab; 4. seorang pengajuk bunyi Cakepung; 5.
seorang penyanyi (pembaca) lontar Monyeh; 6. seorang penerjemah; 7.
seorang penari yang memimpin gerak-gerak Cakepung; 8. beberapa pemain
yang menirukan bunyi kendang dan instrumen lainnya dalam gamelan Bali (I
Made Bandem dan Sal Murgiyanto, 1996:79).
- Cepung
Teater tutur dari Lombok Nusa Tenggara Barat. Dalam sejarah teater tutur berkembang cara menyajikannya, tidak hanya dituturkan tetapi juga disertai gerak-gerak ritrnis, seperti tari dan dilakukan dengan tetap duduk. Itulah perkembangan Cepung (Lombok). Penambahan cara dan gaya menyajikan tersebut untuk memperkuat cara berekpresi dan cara penyampaian. Cepung, ceritanya diambil dari lontar Monyeh, suatu bentuk sastra lama yang disusun di atas daun lontar, yang isinya berupa cerita yang mengandung filsafat dan ajaran Islam.
Penamaan cepung mungkin dari iringan suara gamelan dari mulut yang beragam iramanya: cek, cek, cek, cek, pung. Cepung pada dasarnya adalah seni membaca kitab lontar, khususnya cerila Monyeh, yang diiringi oleh iringan bunyi suling dan redeb serta peniruan suara-suara instrument gamelan dengan mulut. Lontar Monyeh sendiri ditulis oleh Jero Mahram tahun 1859. Latar belakang lontar ini adalah filsafah lslam dengan tujuan pengembangan agama Islam.
Di
Lombok tradisi menyampaikan sastra lisan dalam bentuk sekar nyanyian
yang dinamakan pepaosan. Dalam menyampaikan pepaosan. sering diiringi
oleh tabuhan alat musik daerah setempat seperti rebab atau seruling.
Cepung sebenarnya juga merupakan perkembangan dari pepaosan dalam bentuk
yang lebih bervariasi dan dimainkan oleh 6 orang laki-laki.
- Sinrili
Merupakan teater tutur yang terdapat di Sulawesi Selatan. Sinrili
berarti
penuturan sebuah cerita dengan diiringi oleh sebuah alat musik yang
dinamakan keso-keso (rebab). Cara bercerita dilakukan dengan banyak
menggunakan nyanyian atau lagu dengan nada-nada kelong (lagu), yang
spesifik kedaerahan. Permainan kelong serta lengkingan keso-keso pada
sinrili dapat menimbulkan keharuan. Dengan disertai humor menyebabkan
para pendengar atau penonton sangat asyik mengikuti jalanrrya
pertunjukan sampai subuh (pagi).
Sinrili bertolak dari sastra lisan
yang hidup ditengah masyarakat hingga Sinrili merupakan teater rakyat
yang sangat akrab dengan lingkungannya. Cerita yang dihidangkan
merupakan sastra lisan daerah, yang terungkap dalam bentuk cerita
rakyat, legenda, dongeng, kisah kerajaan. Temanya banyak bercerita soal
kepahlawanan yang sangat digemari penonton atau pendengarnya.
- Bakaba
Merupakan teater tutur dari Sumatea Barat. Kaba berarti carito, cerita. Bakaba artinya bercerita. Kata kaba berasal dari bahasa Arab khabarun yang berarti berita, warta atau kabar. Kaba ditulis dalam bentuk prosa yang berirama. Kaba merupakan perpaduan antara penyampaian tambo dan hikayat. Bentuk sastra yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Minangkabau terutama di surau adalah bentuk syair dan hikayat. Kaba disampaikan dalam tradisi Tambo Alam dan adat Minangkabau dengan menampilkan tokoh-tokoh dalam tradisi hikayat, maka Kaba ini lebih merupakan wadah melukiskan bagaimana mewujudkan dan mempertahankan adat yang dirumuskan dalam Tambo menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang ideal.
Penyampaian
Kaba, bukan hanya memanfaatkan dendang atau nyanyi dan alat musik
tradisi, tetapi juga menggunakan elemen-elemen utama dari teater, baik
elemen suara atau dialog, maupun elemen gerak atau ekspresi wajah.
Tukang Kaba dalam mendendangkan Kaba, mulai memperlihatkan karakter
tokoh-tokoh dalam Kaba, yaitu melalui perbedaan nada suara dalam
berdialog. Selain untuk menarik perhatian, juga untuk lebih menghidupkan
Kaba, pada suasana cerita digunakan irama-irama dendang, baik suasana
seditu girang, atau hiruk-pikuk.
3) Teater rakyat
Teater
tradisional yang lahir dari permainan dan permainan tersebut berwujud
bunyi-bunyian untuk “hiburan” (mengusir rasa lelah) antar warga, yang
kemudian dikembangkan menjadi seni pertunjukan dalam bentuk teater
rakyat, sebagaimana Kethoprak di Yogyakarta.
Sifat teater rakyat adalah sederhana, spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Ciri-ciri dari teater rakyat adalah:
a) cerita tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mitologi, kehidupan sehari-hari.
b) penyajian dengan dialog, tarian dan nyanyian.
c) unsur lawakan selalu muncul
d)
nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan
terdapat unsur emosi sekaligus, yakni tertawa dan menangis.
e) pertunjukan mempergunakan tabuhan atau musik tradisional.
f)
penonton mengikuti pertunjukan secara santai dam akrab, dan bahkan
tidak terelakan adanya dialog langsung antara pelaku dan publiknya.
g) mempergunakan bahasa daerah.
h) tempat pertunjukan terbuka dalam bentuk arena, dikelilingi penonton (Jakob Sumardjo, 1992:19).
Teater
rakyat berkembang dikalangan pedesaan didukung oleh anggota masyarakat
setempat dimana teater rakyat hidup berkembang. Contoh nama-nama teater
rakyat, yakni Ubrug (Teater Rakyat Banten), Lenong (Betawi, DKI
Jakarta), Longser (Jawa Barat), Kethoprak (DIY, Jawa Tengah, Jawa
Timur), Ludruk (Jawa Timur), Arja (Bali) dan sebagainya.
- Ubrug
Merupakan
teater tradisional yang bersifat kerakyatan, terdapat di daerah Banten.
Menggunakan bahasa daerah campuran: Sunda, Jawa, Lampung, Melayu dan
Indonesia. Teater ini mempergunakan iringan gamelan salendro dengan gong
buyung. Para penarinya berbusana srimpian. Sedang para pemain teaternya
berbusana sesuai dengan situasi cerita yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari atau paling jauh abad 19.
Cerita-cerita yang dipentaskan
terutama cerita rakyat, sesekali dongeng atau cerita sejarah. Beberapa
cerita yang sering di mainkan ialah Dalem Boncel, Jejaka Pecak, Si
Pitung, Si Jampang, Sakam. Pahlawan rakyat setempat. Gaya penyajian
cerita umumnya dilakukan seperti pada teater rakyat, menggunakan" gaya
humor" (banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu mencuri
perhatian para penonton. Pola pertunjukannya terdiri: 1. Tatalu (gamelan
pembukaan ajakan menonton). 2. Tarian Topeng oleh panglage (penari)
yang disebut serimpian. 3.Tarian Nandung yang diiringi pelawak. 4.
Lakon, humoristik dan kariatural.
Ubrug dapat dipentaskan di mana
saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja untuk
hiburan, tetapi juga unfuk memeriahkan suatu "hajatan" , atau
meramaikan suatu "perayaan". Ubrug dapat diundang tampil untuk acara
rakyat. Rombongan teater Ubrug ini biasanya dipanggil oleh orang-orang
yang mempunyai hajatan. Tempat bermainnya di halaman rumah atau tanah
lapang, dengan penerangan obor atau lampu petromaks yang di
tengah-tengah arena. Tarian dan lakon dimainkan di sekeliling obor itu.
Para pemainnya bertukar pakaian dan dandan di tempat para pemain gamelan
(nayaga).
- Lenong
Lenong adalah teater rakyat yang berlakon dan tumbuh subur di daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sekitarnya yang dalam peta geografi masuk wilayah Jawa Barat. Dimainkan oleh sejumlah penari pria dan wanita dengan dialog dalam bahasa Indonesia dialek Jakarta (Betawi). Gerak laku para pemain di atas pentas realistis dengan lawak dan silat sebagai bagian utama.
Nama
Lenong baru muncul pada tahun 1926, ketika iringan musiknya diganti
dengan gambang kromong, yang terdiri dari gambang, suling, tekyang,
kongah yan, sukong, kempul, cecer. Adapun kromong dan gong baru masuk
pada tahun 1930, dipelopori oleh perkumpulan Lenong "Si Ronda" dari
Curug. Sejak itulah Lenong memperkenalkan lakon-lakon jagoan cerita
rakyat daerah setempat.
Kalau pada saat ini ada pertunjukan yang
menggunakan bahasa Betawi (Jakarte) pertunjukan tersebut selalu
dinamakan Lenong. Lenong merupakan nama jenis teater yang paling dikenal
masyaraka! sedangkan yang lain hanya dikenal setempat di mana jenis
teater tersebut berada.
Berdasarkan cerita yang dilakonkan, ada
dua jenis Lenong, yakni Lenong Dines dan Lenong Preman. Lenong Dines
adalah Lenong yang membawakan cerita tentang kehidupan raja-raja zaman
dahulu kala, baik dari sumber dalam negeri, seperti Gulbagawati, Panji
Semirang maupun dari sumber luar negeri, yang lazimnya dipetik dari
cerita Seribu Satu Malam, bahkan Hamlet. Disebut Lenong Dines karena
dalam cerita ini para pemain memakai pakaian "dinas" atau pakaian resmi
atau kebesaran dan gemerlapan seperti pakaian sultan atau raja-raja
dalam cerita yang dibawakan.
- Longser
Longser merupakan jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan.dan terdapat di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada beberapa jenis teater rakyat di daerah etnik Sunda. Ada peb ndapat yang mengatakan bahwa Longser berasal dari kata melong (melihat) dan seredet (tergugah). Diartikan bahwa barang siapa melihat (menonton) pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan Longser sama dengan pertunjukan kesenian rakyat yang lain, yang bersifat hiburan sederhana, sesuai dengan sifat kerakyatan, gembira dan jenaka.
Pertunjukan Longser dapat dilakukan di mana saja, di halaman rumah, di lapangan terbuka, perlengkapanyang diperlukan seadanya, serta tidak juga menggunakan "dekorasi". Longser pada mulanya dilakukan sekedar sebagai hiburan masyarakat desa - saat senggang malam hari, untuk keperluan menghibur diri antar penduduk desa setempat. Pelaksanaannya diusahakan gotong royong antar warga. Pemainnya pun dicarikan warga yang ingin dan berminat untuk bermain, menyanyi atau menari.
Urutan pertunjukan
sebagai berikut: 1. Tatalu. 2. Tari wayangan (beberapa ronggeng). 3.
Tari uyeg (keplok cendol) tunggal/rampak. 4. Lawakan . 5. Penyajian
lakon.Cerita-cerita yang dihidangkan merupakan cerita yang digemari oleh
masyarakat lingkungannya. Cerita rakyat yang popular, cerita sketsa
masyarakat, sesekali cerita dongeng atau sejarah. Sebagai hiburan
masyarakat porsi terbanyak dalam menyajikan pertunjukan didominasi oleh
tari-tarian dan lawakan. Tarian yang ditampilkan, antara lain Tari Ujeg,
Tari Layang-Iayang, Tari Serimpi, Pencak Silat, Tari Ketuk TiIu dan
lain-lain.
- Kethoprak
Kethoprak merupakan
teater rakyat yang paling populer, terutama di Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan juga di Jawa Tengah, Jawa Timur. Di daerah-daerah
tersebut Kethoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam
kehidupan masyarakat. Pada mulanya Kethoprak hanya merupakan permainan
orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada
waktu bulan purnama, yang disebut gejog lesung atau gejogan. Dalam
perkembangannya menjadi suatu bentuk teater rakyat yang lengkap.
Kethoprak
merupakan teater rakyat, sebagaimana dikemukakan A Kasim Achmad
(2006:145), kethoprak merupakan teater tradisional Jawa khususnya tumbuh
subur di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta dan di Jawa Timur daerah
pesisiran. Pertunjukan Kethoprak biasanya dilaksanakan pada malam hari
selama 3 sampai 4 jam.
Teater rakyat ini pada awalnya sangat
sederhana. Aktingnya sangat sahaja yakni dengan menari, jogged disertai
tembang dan dialog bahasa keseharian orang Jawa. Lakon-lakonnya berupa
dongeng, cerita-cerita yang dialami masyarakat petani waktu itu.
Alat-alat musiknya juga sederhana seperti lesung, kendang, terbang dan
seruling. Biasanya dimana saja dilakukan pentas, meskipun pada
perkembangannya menempati pendopo. Harymawan (1993), mengemukakan
ciri-ciri Kethoprak sbb:
1) Menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dialog;
2)
Cerita tidak terikat pada salah satu pakem, tetapi menurut para tokoh
teater ini ada tiga katagori: Ande-ande Lumut, Buto Ijo, Roro Mendut
Prana citra. kedua, cerita Babad, baik cerita lama maupun setelah
Belanda masuk di Indonesia dan ketiga cerita-cerita masa kini seperti
Gagak Sala, Ngulandara dan lain sebagainya.
3) Musik pengiringnya adalah gamelan Jawa, baik slendro maupun pelog.
4) Seluruh cerita dibagi-bagi dalam babak besar dan kecil, perkembangan sangat urut dari A sampai Z.
5)
Dalam cerita Kethoprak selalu ada peranan dagelan yang mengikuti
tokoh-tokoh protogonis maupun antagonis. Kelima ciri Kethoprak yang di
utarakan Harymawan tersebut tentunya akan berubah, karena teater ini
hidup. Berubah dan berkembang sesuai zamannya.
- Ludruk
Ludruk
merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan di daerah Jawa
Timur, berasal muasal dari daerah Jombang. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa Jawa dengan dialek lawa Timuran. Dalam perkembangannya Ludruk
menyebar ke daerah-daerah sebelah barat, karesidenan Madiun, Kediri dan
sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri dialek Jawa Timur tetap terbawa
meskipun semakin ke barat makin luntur nenjadi bahasa Jawa setempat.
Jombang merupakan daerah kelahiran Ludruk.
Parikan (sindiran) yang
dilakukan dalam pertunjukan ludruk sangat besar pengaruhnya. Dan ini
menjadi salah satu ciri Ludruk di Jawa Timur, dengan lagu dan liriknya
yang spesifik Jawa Timuran. oleh karena itu Ludruk sering dijadikan alat
unfuk "propaganda" atau alat penerangan. Struktur pertunjukan Ludruk
selalu dibuka dengan:
1) Tari Ngremo, merupakan tarian pembukaan,
biasanya seorang diri. Pakaiannya terdiri dari: Ikat kepala merah, baju
celana hitam panjang dan ada hiasannya diperut.
2) Besutan,
biasanya dengan nyanyiannya sindiran dan membuka cerita. Pakaian Besutan
ialah Kopiah Turki, tak berbaju, tetapi dengan rompi. Pemain biasanya
bermain lucu, menyanyi dan menari.
3) Masuk ke cerita yang
dihidangkan, tokoh-tokonya dalam cerita tersebut umumnya bernama Mas
Jamino - Dik Asmunah dan ditambah Sainten, dan lain-lainnya. Setiap
permainan selalu dimasukkan gaya dagelan.
Peralatan musik daerah yang digunakan ialah kendang, cimplung, jidor dan gambang dan sering ditambah tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut. Dan lagu-lagu (gending) yang digunakan antara lain Pari anyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, dan Junian. Semua pemain ludruk adalah pria. Untuk peran wanita pun dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. sebenarnya hampir seluruh teater rakyat diberbagai tempat, pemainnya selalu pria (Randai, Dulmuluk, Mamanda, Ketoprak) karena pada jarnan itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan umum.
- Gambuh
Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Bali Kuno dan terasa sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya pun terasa sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber dari tari-tarian Bali yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali, gambuh dipelihara di istana raja-raja.
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa.
Suling dalam gambuh yang
suaranya sangat rendah, dimainkan dengan teknik pengaturan nafas yang
sangat sukar, mendapat tempat yang khusus dalam gamelan yang mengiringi
gambuh, yang sering disebut gamelan “pegambuhan”. Gambuh mengandung
kesamaan dengan “opera” pada teater Barat karena unsur musik dan
menyanyi mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus
dapat menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang
duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari
dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan
dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan
adalah pemain kendang lanang atau disebut juga kendang pemimpin. Dia
memberi aba-aba pada penari dan penabuh.
- Topeng Prembon
Topeng
Prembon merupakan teater tradisional bersifat kerakyatan yang terdapat
di Bali. Kata prembon berasal dari kata imbuh yang berarti “mendapat
imbuhan” atau ditambah-tambah. Seperti teater tradisional umumnya dl
Bali, Topeng Prembon menggunakan media ungkap tari, drama serta musik
dan nyanyi.
Kalau dikaji secara mendalam, bentuk ini merupakan
gabungan dari beberapa teater tradisional seperti Arja, Gambuh, Parwa,
Baris, Calonarang dan lain sebagainya, tetapi diikat oleh suatu lakon.
Seperti namanya, umumnya para pemain menggunakan topeng (meskipun tidak
seluruhnya).
Ada satu bentuk teater di Bali yang disebut Teater Topeng, yang berasal dari abad ke-17. Tema cerita yang dibawakan selalu berkisar kehidupan istana yang mirip dengan Gambuh, cerita-cerita sejarah dan babad, baik tanah Jawa atau Bali. Cerita Jawa yang banyak dipentaskan di antaranya Aryo Damar, Ronggolawe, Ken Arok dan Gajah Mada. Unsur utama pertunjukan ini adalah pada tari. Seluruh pemain tidak berdialog, karena seluruh wajah tertutup rapat oleh topeng yang dipakai. Dalam Teater Topeng penutur cerita adalah para punakawan yang bernana Penasar dan Kartala. Mereka tidak memakai topeng atau bertopeng sebatas mulut, hingga masih dapat berbicara. Peranan wanita biasanya dimainkan oleh penari laki-laki. Apabila peranan wanita ditarikan oleh pemain wanita, maka ia tidak mengenakan topeng.
Topeng Prembon
merupakan gabungan antara Topeng dan Arja. Cerita yang dibawakan
bersumber pada babad atau cerita sejarah, baik sejarah pura, suatu desa
atau pun sejarah leluhur. Beberapa buah lakon yang sering di bawakan
oleh Topeng Prembon ialah: Dalam Bungkut, Balian Batur, Kutus Patih
Ularan, Puputan Badung, dan lain sebagainya.
- Arja
Di Bali cukup banyak bentuk teater rakyat. Salah satunya adalah Arja. Arja merupakan teater Bali yang bersifat kerakyatan. Istilah arja diduga dari kata reja, yang mendapat awalan a menjadi areja. Karena kasus pembentukan kata, istilahnya berubah menjadi Arja, yang berarti, 'suatu hal yang mengandung keindahan'. Dewasa ini kata, Arja dipergunakan untuk menamakan suatu kesenian Bali yang berunsurkan tari, drama, dan tembang (nyanyian).
Arja diduga muncul sekitar tahun 1775-1785 M, pada masa pemerintahan Raja I Dewa Agung Gede Sakti di Puri Klungkung. Tepatnya pada saat menantu beliau, I Gusti Ayu Karangasem, mengadakan upacara pembakaran mayat untuk suami dan madunya, yaitu I Dewa Agung Gede Kusamba dan I Gusti Ayu Jambe, yang meninggal ketika membantu menyelesaikan perang saudara antara I Dewa Gede Rai dari Bangli dan I Dewa Agung Gede Oka dari Taman Bali, di sungai Belahan Pane akibat serangan tentara Taman Bali yang salah duga atas kedatangannya.
Penekanan pada tontonan Arja adalah tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak pemain wanita, karena penekanannya pada tari. Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh, bertolak dari cerita Gambuh. Cerita diabil dari Ramayana, Mahabharata, Kisah Panji, Cerita Rakyat dan Cerita China. Semula Arja dilakukan khusus oleh pemain laki-laki, namun dewasa ini wanita mempunyai kedudukan/kehormatan yang sama untuk jadi pelaku Arja. Bahkan, sebagian besar pemain Arja sekarang adalah wanita, kecuali para penasarnya. Ini dapat dipahami karena penggunaan tembang menonjol dalam Arja. Para pelaku Arja biasanya adalah orang-orang desa yang jarang mengenyam pendidikan tinggi, namun memiliki bakat seni yang tinggi.
Adapun
nama-nama tokoh atau karakter di dalam Arja adalah sebagai berikut. 1)
Melung, seorang pelayan wanita, yang kemudian disebut Inye atau Condong.
2) Galuh, Raja Putri, yang di Denpasar disebut Sari. 3) Limbur atau
Prameswari, yang kadang disebut pula Sang Nata. 4) Megleng atau Klatir,
pelayan Sang Nata yang disebut juga Lenyeg dan kemudian dipanggil juga
dengan Desak Made Rai. 5) Bayan atau Sengit, khusus dipakai dalam cerita
Pakang Roros. 6) Mantri, sebagai seorang raja dan ahli mantra, yang
disebut Arja, khususnya di Denpasar. 7) Mantri Buduh, seorang raja yang
gandrung akan wanita dan kekayaan, yang dalam lakon Sam-Pek Eng-Tay
tokoh ini disebut Macun. 8) Liku, anak dari Limbur, seorang raja putri
yang wataknya sama dengan Mantri Buduh. 9) Punta, seorang pelayan
laki-laki, yang biasanya disebut penasqr kelihan. 10) Kartala, adik
Punta yang disebut juga Wijil. 11) Patih, seorang yang menjabat sebagai
patih, sering-sering namanya ditambah dengan Pangerancab, hingga menjadi
Patih Pangerancab, dalam lakon Sam-Pek Eng-Tay disebut Suntiang.
- Bangsawan
Bangsawan
merupakan teater tradisional yang umumnya terdapat di Sumatera Utara
dengan latar belakang pendukung yang dominan budaya Melayu. Ada beberapa
nama untuk Bangsawan, sering juga orang menamakan Komidi Bangsawan,
Sandiwara Dardanella, Komidi Stamboel, yang merupakan teater tradisional
yang telah banyak memperoleh pengaruh teknik teater Barat, hal ini
dapat kita lihat pada cara pementasannya yang selalu dilakukan di atas
panggung, meskipun tidak di dalam gedung.
Ciri utama Bangsawan adalah
cara menyampaikan cerita yang dilakukan dengan berpantun, hal ini
disebabkan karena sumber cerita berasal dari sastra lisan Melayu. Karena
bentuknya berupa pantun, maka disampaikannya dengan berdendang.
Percakapan antar pemain pun yang biasanya dilakukan dengan percakapan biasa, sering dilakukan dengan menyanyi. Ciri lainnya, cerita yang dihidangkan diambil dari cerita yang bersumber dari dongeng, hikayat dan cerita rakyat yang berasal dari Timur-Tengah. Cerita tersebut umumnya dimainkan seperti aslinya, tetapi sering juga diadaptasi ke dalam budaya etnik setempat atau dikaitkan dengan dongeng dan cerita rakyat yang terdapat di daerah tersebut dengan latar belakang budaya Melayu.
Musik yang mengiringi pertunjukan adalah musik Melayu. Alat-alat musik yang digunakan dalam musik Melayu yang mengiringi pertunjukan Bangsawan, terdiri dari Biola, Gendang biasa, Gedang besar atau Tambur, Gitar, Seruling, Serunai dan Akordeon. Fungsi musik dalam Bangsawan bukan saja pengiring, tetapi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangkaian pertunjukan tersebut. Musik yang dibunyikan pada awal pertunjukan dimaksud untuk pemanas suasana pertunjukan dan sekaligus mengundang penonton untuk hadir. Pada waktu adegan cerita sudah dimulai, musik mengambil peranan menyusun dan mendukung suasana cerita, mengiringi lagu yang dinyanyikan pemain dan juga membuka atau menutup adegan yang sedang berlangsung.
Urutan pertunjukan dalam Bangsawan, selalu
dimulai dengan pra- tontonan, yang biasanya berupa nyanyian lepas atau
tarian, kemudian menyusul pertunjukan cerita yang terdiri dari berpuluh
adegan atau beberapa babak. Di tengah-tengah pertunjukan cerita, selalu
diberi selingan hiburan yang biasanya bersifat humor atau lucu, kemudian
dilanjutkan lagi dengan cerita. Sebagai penutup biasanya seluruh pemain
keluar, dengan lagu-lagu dan nyanyian bersama yang disenangi oleh
penonton.
Gaya permainan lebih condong dilakukan dengan gaya komedi
dengan porsi laku humor yang paling menonjol. Karena itu, setiap lakon
di dalamnya selalu kita temukan peran humoris yang selalu melucu selama
pertunjukan. Pemain itu berlaku seperti clown (badut), dalam peran yang
dimainkan, ia sering ia menjadi tokoh pembantu, pengawal (dalam bahasa
Jawa: abdi).
Kostum yang digunakan dalam Bangsawan, selalu memakai
pakaian yang gemerlapan seperti umumnya yang digunakan dalam
cerita-cerita Seribu Satu Malam. Umumnya terbuat dari kain sutera yang
mengkilap. Meskipun dalam pertunjukan menggunakan peralatan yang
sederhana, namun diusahakan agar dapat memberi kesan bahwa cerita yang
dihidangkan terjadi di daerah Timur Tengah, di suatu kerajaan.
- Dul Muluk
Dul
muluk adalah teater daerah Sumatera Selatan. Terbentuknya teater ini
melalui tahapan panjang yang dimulai dari proses pembacaan syair atau
tutur, hingga menjadi sebuah pertunjukan teater utuh. kata Dulmuluk
sendiri berasal dari nama pemeran utama syair Abdulmuluk yaitu Raja
Abdulmuluk Jauhari.
Pertunjukan Dul muluk awalnya mempunyai beberapa ciri sebagai berikut.
(1) Pemeran mengunakan pantun atau syair dalam berdialog.
(2) Semua pemainnya adalah laki-laki sehingga karakter perempuan juga diperankan oleh pemeran laki-laki.
(3) Pertunjukan diawali dan diakhiri dengan tarian dan nyanyian.
(4) Dalam pertunjukan ditampilkan kuda Dulmuluk yang unik.
(5) Situasi peristiwa dan emosi karakter sering diungkapkan dalam bentuk nyayian dan tarian.
(6) Pertunjukan Dulmuluk terdiri dari dua syair yaitu syair raja Abdulmuluk dan syair Zubaidah Siti.
(7) Sebelum pertunjukan dimulai digelar upacara atau do’a keselamatan.
Dalam perkembangannya ciri-ciri pertunjukan Dulmuluk ini mengalami perubahan seperti tersebut di bawah ini.
(1)
Dialog pemeran masih tetap menggunakan syair namun terkadang
diplesetkan agar tidak terlalu tegang hingga memunculkan suasana yang
lebih cair
(2) Karakter wanita sudah diperankan oleh pemeran wanita
(3)
Diawal dan diakhir pementasan Dulmuluk tetap ada tarian dan nyanyian
namun gerak-geraknya telah dikreasi sedemikian rupa agar lebih menarik
(4) Kuda Dulmuluk yang ditampilkan dibuat lebih menarik dengan hiasan - hiasan manik - manik dan hiasan menarik lainnya.
- Randai
Randai
merupakan suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang
terdapat di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Sampai saat ini, randai
masih hidup dan bahkan berkembang serta masih digemari oleh
masyarakatnya, terutama di daerah pedesaan atau di kampung- kampung.
Teater tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra lisan. begitu
juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (dapat
diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita.
Ada dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai, yaitu.
1)
Pertama, unsur penceritaan. Cerita yang disajikan adalah kaba, dan
disampaikan lewat gurindam, dendang dan lagu. Sering diiringi oleh alat
musik tradisional Minang, yaitu saluang, rebab, bansi, rebana atau yang
lainnya, dan juga lewat dialog.
2) Kedua, unsur laku dan gerak,
atau tari, yang dibawakan melalui galombang. Gerak tari yang digunakan
bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai
variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-masing daerah.
- Makyong
Makyong merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa tarian joget atau ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian dimainkan dengan cerita- cerita rakyat, legenda dan juga cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh para bangsawan dan sultan-sultan, hingga sering dipentaskan di istana- istana.
Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat umumnya, dipertunjukkan dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau merupakan sumber dari bahasa Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan akar Makyong berasal dari daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di daerah lain.
Pementasan
makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang dipukul bertalu-talu
sebagai tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan akan segera dimulai.
Setelah penonton berkumpul, kemudian seorang pawang (sesepuh dalam
kelompok makyong) tampil ke tempat pertunjukan melakukan persyaratan
sebelum pertunjukan dimulai yang dinamakan upacara buang bahasa atau
upacara membuka tanah dan berdoa untuk memohon agar pertunjukan dapat
berjalan lancar.
- Mendu
Mendu merupakan juga jenis teater tradisional yang terdapat di daerah Riau seperti halnya Makyong. Berasal dari pulau Natuna, Anambas, di daerah Bunguaran yang merupakan pusat Mendu. Di daerah ini pun terdapat jenis teater lainnya yang disebut Wayang Bangsawan, yang justru banyak mempengaruhi pertunjukan Mendu. Masyarakat Bunguaran menganggap pertunjukan Wayang Bangsawan lebih lengkap dan bervariasi dibandingkan dengan pertunjukan Mendu. Pertunjukan Mendu terlihat sangat sederhana. Dinamakan Mendu karena dalam pertunjukannya kebanyakan memainkan cerita tentang Dewa Mendu yang sangat terkenal di kalangan masyarakat “suku laut” (orang pesuku) yang terdapat di kepulauan Tujuh.
Bentuk pertunjukan Mendu tak ubahnya seperti Makyong, yaitu dilakukan dengan tarian, nyanyian, berlaku, berdialog. Semua dengan iringan tetabuhan, yang terdiri dari seperangkat alat musik tradisi seperti biola, gong, beduk, gendang panjang dan sering ditambah dengan kaleng kosong. Pementasan Mendu selalu diawali dengan bunyi gong yang dipukul bertalu- talu sebagai pertanda bahwa pertunjukan Mendu akan segera dimulai.
Seorang
Pawang tampil ke tengah tempat pertunjukan, melakukan “persyaratan”
khusus (semacam pemujaan) dan berdoa mohon ijin keselamatan dan berkah
kepada Sang Dewa Mendu. Upacara ini kemudian diikuti oleh apa yang
disebut peranta (dibunyikan gendang, gong dan beduk yang merasuk) tanda
pertunjukan akan dimulai. Begitu selesai peranta, segera muncul tarian
diiringi oleh tetabuhan yang menyenangkan, dan pertanda akan segera
dimulai acara berladun (acara di mana pemain-pemain Mendu semua keluar
ke arena permainan), para pemain memasuki arena permainan dengan gerak
menari.
Acara berladun adalah acara pembuka seluruh pemain keluar
untuk memperkenalkan diri peran yang dibawakan dalam cerita dengan gaya
menyanyi. Pengaruh Teater Bangsawan sangat kuat dalam Mendu, hingga
terasa banyak yang bersamaan antara Mendu dan Wayang Bangsawan. Cara
bermain banyak diselingi nyanyian dan tarian yang diiringi oleh biola,
gendang, dan sekali-sekali dengan gong.
- Mamanda
Daerah
Kalimantan Selatan mempunyai cukup banyak jenis kesenian antara lain
yang paling populer adalah Mamanda, yang merupakan teater tradisional
yang bersifat kerakyatan, sering disebut sebagai teater rakyat. Pada
tahun 1897, datang ke Banjarmasin suatu rombongan Abdoel Moeloek dari
Malaka yang lebih dikenal dengan Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi
Bangsawan ini sangat besar terhadap perkembangan teater tradisional di
Kalimantan Selatan. Sebelum Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater
rakyat yang dinamakan Bada Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek.
Nama teater tersebut berasal dari judul cerita yaitu Abdoel Moeloek
karangan Saleha.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar